Home / Politik / PTUN Jadi Acuan, Akbar Tandjung Anggap Munas Bali Sah

PTUN Jadi Acuan, Akbar Tandjung Anggap Munas Bali Sah

bidik.co — Politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, mengatakan putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait sengketa SK Menkuhmam membawa angin segar. Akbar menjadikan putusan itu sebagai acuan pegangannya karena mempengaruhi keabsahan partai apakah Munas Bali atau Ancol.

Akbar menerangkan bahwa pada saat Munas Bali ia hadir dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan. Oleh karenanya, ia menilai produk dari Munas tersebut memang benar sah. Alasan lainnya, karena penyelenggaranya DPP Partai Golkar di bawah Aburizal Bakrie dan DPD satu dan dua juga resmi serta diketahui publik.

“Waktu itu tidak hadir ada tiga organisasi yaitu Kosgoro 57, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dan AMPI. Lainnya itu hadir, makanya saya pastikan Munas itu sah,” kata Akbar Tandjung Usai menghadiri Pelantikan Dewan Pengurus Pusat Partai Gerindra dan Pembukaan Rapimnas di kantor DPP Partai Gerindra di jalan RM Harsono Nomor 54 Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu, (8/4/2015).

Ia juga mengatakan bahwa kubu Munas Bali punya itikad baik, karenanya ia yakin Golkar kubu munas Ancol juga tentu punya itikad yang sama untuk menyelesaikan perselisihan yang ada.

“Kalau ada yang tidak semestinya dilakukan pejabat pemerintah ya wajar, makanya Golkar dengan kewenangan yang dimilikinya, seperti fraksi di DPR yang mengajukan hak angket,” kata Akbar.

Hak angket untuk Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly digagas dan diawali dari kader Golkar, kemudian dilanjutkan ke anggota KMP yang lain. Tujuannya untuk menyampaikan satu gerakan politik, hal tersebut juga dijamin oleh undang-undang.

“Selama dijamin kenapa tidak? Dengan alasan yang kuat dan rasional. Dalam semangat itulah, diprakarsai kader Golkar menggunakan hak angket,” tuturnya.

Sementara itu, terkait dengan Rapimnas Partai Golkar yang digelar kubu Agung Laksono, ia mengatakan bahwa harusnya masing-masing pihak menghormati putusan institusi resmi.

“PTUN kami gugat kemudian ditolak, disepakati, putusan sela dilaksanakan supaya pihak-pihak tidak melakukan kegiatannya sambil menunggu putusan resmi PTUN,” katanya.

Ia mengatakan, jika kedua pihak tetap melakukan kegiatan lagi, jelas akan menimbulkan reaksi, karenanya ia menyarankan sebaiknya masing-masing kubu mengendalikan diri. Terlebih soal Rapimnas yang digelar secara terbuka.

“Kami menghormati saja intitusi resmi yang berkaitan dengan hukum, yaitu putusan sela PTUN,” tuturnya.

Sementara itu sebelumnya pengamat politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara mengatakan, putusan sela PTUN yang menunda pelaksanaan SK Menkumham Yasonna Laoly terkait pengesahan kepengurusan Partai Golkar Ancol semakin memuluskan hak angket DPR.

Hal itu disampaikan pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara di Jakarta, Kamis (2/4/2015). Igor menilai, hak angket semakin terbuka lebar untuk dijalankan di sidang paripurna DPR guna melakukan penyelidikan di balik kebijakan Menkumham yang cenderung tidak netral.

Menurut Igor, putusan sela itu memperjelas bahwa legitimasi kepemimpinan Partai Golkar kembali kepada status quo hasil Munas ke-8 di Riau, yang sah dan diakui pemerintah berdasarkan surat Menkumham 5 Februari 2015.

“Konsekuensinya, sebelum berkekuatan hukum tetapnya putusan pengadilan, maka pergantian pimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR belum diperbolehkan. ARB adalah Ketum Golkar yang punya wewenang memproses rekruitmen kader Golkar untuk berpartisipasi dalam Pilkada serentak akhir tahun ini di KPU dan KPUD,” ungkap Igor.

Direktur Survey & Polling Indonesia (SPIN) ini menjelaskan, pengurus PG hasil Munas Riau punya hak membatalkan segala keputusan dan tindakan politik dan administratif dari kubu Agung Laksono sejak dikeluarkannya SK pengesahan Menkumham tanggal 23 Maret sampai dengan adanya putusan penundaan PTUN, 1 April 2015.

Lebih lanjut Igor menjelaskan, putusan PTUN tersebut mengindikasikan proses adu pembuktian selanjutnya di pengadilan soal keabsahan peserta kader PG dari DPD I dan DPD II yang mengikuti Munas Bali dan Munas Ancol yang berujung pada konflik yang terjadi terkait dualisme kepemimpinan saat ini.

Karena itu, kata dia, pengadilan yang fair dalam kasus ini merupakan test case penting di bawah pemerintahan Jokowi, apakah kekuasaan yudikatif bisa menjalankan fungsinya memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum untuk terus berjalan di atas kepentingan politik dan kekuasaan. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Perlunya Selesaikan Masalah Dengan Musyawarah  

Bidik.co — Pancasila mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan berbagai hal, seperti mengambil …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.