bidik.co – Dengan sisa kelonggaran fiskal yang dianggap sempit, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dituding menjebak pemerintahan baru terkait dengan kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani membantah. Menurutnya pemerintah tidak mempunyai niat untuk menyudutkan pemerintahan yang baru.
“Itu kondisi satu saya bilang sesama pemerintah enggak ada menjebak. Sesama pemerintah ingin membawa kebaikan,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR, Kamis (21/8/2014).
Askolani juga menambahkan, tidak ada niat pemerintah untuk menjebak pemerintah baru dan menjerumuskan bangsanya sendiri.
“Enggak ada sedikit pun niat untuk menjebak. Mana ada pemerintah yang mau menjebak sesama pemerintah. Itu yang kita nilai enggak pas. Niatnya untuk rakyat dan bangsa, tinggal cara orang melihatnya saja,” imbuh dia.
Faktanya, Asko bilang, sampai APBNP penghujung tahun pun pemerintah tetap bertanggung jawab untuk mengamankan bagaimana akhirnya apakah bagus atau tidak dan transisinya bagus atau pas.
“Jadi dari pandangan kami jauh dari istilah jebak. Setting semuanya kondisi aktual tapi juga ada risikonya,” tukas dia.
Sementara Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Profesor Hendrawan Supratikno menyatakan tidak adasesuatu yang baru dalam RAPBN tahun 2015 yang diajukan Presiden SBY kepada DPR.
Substansinya persis sama dengan APBN selama 10 tahun SBY berkuasa. Bahkan menurut anggota Komisi VI DPR itu, APBN 2015 lebih buruk karena berpotensi terjadinya defisit keseimbangan primer ekonomi untuk yang pertama kalinya dalam sejarah ekonomi Indonesia.
“APBN 2105 ini kan sesungguhnya tidak ada apa-apanya. Ini juga sama dengan APBN 10 tahun sebelumnya. Yang hebat itu pidatonya. APBN sendiri berpeluang terjadinya defisit keseimbangan primer untuk yang pertama kalinya di Indonesia. Tadi ada rapat Menkeu dengan DPR, sama saja pengantarnya, isinya. Tidak ada bedanya dengan APBN sebelumnya,” kata Hendrawan Supratikno, di press room DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Kalau presiden terpilih, siapa pun orangnya ujar Hendrawan, tidak hati-hati menyikapi APBN 2015 ini, maka selangkah lagi Indonesia mirip Yugoslavia sebelum pecah. (if)