Home / Politik / MUI Fatwakan Kepemimpinan, JK: Kita Disumpah dengan Al Quran

MUI Fatwakan Kepemimpinan, JK: Kita Disumpah dengan Al Quran

bidik.co — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengharamkan pemimpin yang mengingkari janji dan tidak boleh mentaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) setuju dengan fatwa yang dikeluarkan MUI.

“Ya menguatkan tentu. Tapi memang begitu pakai Al Quran semua pejabat yang dilantik itu kan semua pakai Al Quran atau injil untuk yang Kristen, disumpah itu,” ujar JK di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2015).

JK mengatakan semua pemimpin, termasuk dirinya saat dilantik menjadi wakil presiden bersumpah dengan menggunakan Al Quran dan berjanji akan taat pada konstitusi dan undang-undang.

“Ya kalau kita tidak penuhi itu memang dosa, bersumpah ada Al Quran,” ucapnya.

Dia menegaskan fatwa yang dkeluarkan MUI soal pemimpin itu menguatkan.

MUI mengeluarkan fatwa mengenai masalah strategis kebangsaan. Isi lengkap Fatwa MUI tentang Kedudukan Pemimpin yang Tidak Menepati Janjinya sebagai berikut:

Pertama, Pada dasarnya, jabatan merupakan amanah yang pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Meminta dan/atau merebut jabatan merupakan hal yang tercela, apalagi bagi orang yang tidak mempunyai kapabilitas yang memadai dan/atau diketahui ada orang yang lebih kompeten. Dalam hal seseorang memiliki kompetensi, maka ia boleh mengusulkan diri dan berjuang untuk hal tersebut.

Kedua, Setiap calon pemimpin publik, baik legislatif, yudikatif, maupun eksekutif harus memiliki kompetensi (ahliyyah) dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut.

Ketiga, Dalam mencapai tujuannya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.

Keempat, Calon pemimpin yang berjanji untuk melaksanakan sesuatu kebijakan yang tidak dilarang oleh syariah, dan terdapat kemaslahatan, maka ia wajib menunaikannya. Mengingkari janji tersebut hukumnya haram.

Kelima, Calon pemimpin publik dilarang berjanji untuk menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Dan jika calon pemimpin tersebut berjanji yang menyalahi ketentuan agama maka haram dipilih, dan bila ternyata terpilih, maka janji tersebut untuk tidak ditunaikan.

Keenam, Calon pemimpin publik yang menjanjikan memberi sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya maka hukumnya haram karena termasuk dalam ketegori risywah (suap).

Ketujuh, Pemimpin publik yang melakukan kebijakan untuk melegalkan sesuatu yang dilarang agama dan atau melarang sesuatu yang diperintahkan agama maka kebijakannya itu tidak boleh ditaati.

Kedelapan, Pemimpin publik yang melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas-tugasnya harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga DPR dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesembilan, Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanyenya adalah berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.

Dan kesepuluh, MUI memberikan taushiyah bagi pemimpin yang mengingkari janji dan sumpahnya. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Bupati Siak, Alfedri Tak Siap Temui Masyarakat

Bidik.co — Jakarta- Eks Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipemasi) Jakarta memberitahukan saat rapat kerja kordinator …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.