Home / Internasional / Tingkat Kelahiran Menyusut, Pemerintah Jepang Rela Jadi “Mak Comblang”

Tingkat Kelahiran Menyusut, Pemerintah Jepang Rela Jadi “Mak Comblang”

bidik.co — Memasuki tahun baru 2015, Perdana Menteri Jepang yang baru saja terpilih kembali, Shinzo Abe berjanji akan menngkatkan pertumbuhan ekonomi di negeri matahari terbit itu.

“Tahun ini kita akan sekali lagi menjadikan ekonomi sebagai prioritas utama, dengan meniupkan angin kebangkitan ekonomi ke seluruh penjuru negeri,” sebut Abe dalam pidato tahun barunya, seperti dikuti dari Channel News Asia, Kamis (1/1/2015).

Namun resolusi Abe tersebut akan menghadapi persoalan dengan tingkat kelahiran di Jepang tercatat mengalami penyusutan pada tahun 2014.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Jepang, sepanjang tahun 2014, ada sekitar 1.001.000 kelahiran bayi. Jumlah tersebut berkurang lebih dari 9 ribu angka kelahiran di tahun 2013.

Penyusutan angka kelahiran bayi itu, seperti dimuat BBC, Jumat (2/1/2015), diketahui telah terjadi di Jepang selama empat tahun berturut-turut.

Bila hal itu terus terjadi, sejumlah pakar memprediksi bahwa tahun 2050 mendatang, tingkat populasi di negeri sakura bisa menurun drastis, mencapai 97 jiwa, atau sekitar 30 juta jiwa lebih rendah dari tingkat populasi yang ada saat ini.

Penyusutan itu tentu saja dapat memberikan pengaruh negatif bagi Jepang. Pasalnya, penurunan jumlah orang yang berusia antara 15-24 tahun bisa turut berimbas pada penurunan potensi pertumbuhan GDP Jepang.

Bukan hanya itu, penyusutan populasi juga bisa membahayakan sistem kesejahteraan soasial lainnya.

Proporsi orang yang berusia 65 tahun atau lebih di Jepang diperkirakan dapat mencapai 40 persen dari populasi pada tahun 2060 mendatang.

Seperti diketahui, Jepang adalah negara dengan angka pertumbuhan warga lanjut usia tercepat di dunia, timpang dengan angka kelahiran yang minim. Jika didiamkan, maka populasi Jepang akan menurun drastis, mengancam perekonomian negara itu.

Salah satu penyebabnya adalah keengganan warga Jepang untuk menikah dan memiliki anak. Untuk mendorong pernikahan, akhirnya pemerintah terpaksa turun menjadi agen perjodohan alias mak comblang.

Perdana Menteri Shinzo Abe bahkan telah menyisihkan 3 miliar yen (Rp 335 miliar) pada anggaran fiskal 2014 untuk mengadakan acara perjodohan di seluruh Jepang. Tujuannya, memperbaiki angka populasi yang menurun setengahnya dibanding enam dekade lalu.

Acara perjodohan ini diselenggarakan oleh pemerintah lokal di seluruh Negeri Sakura. Pemerintah pusat memberikan dana hingga 40 juta yen (Rp 4,4 miliar) untuk proyek-proyek meningkatkan pernikahan dan kelahiran, termasuk acara perjodohan.

Di acara bernama ‘Machikon’ itu, sekitar 200 pemuda dan 200 pemudi dipertemukan. Suasananya dibuat seromantis mungkin, untuk menghadirkan chemistry antar dua sejoli.

Salah satunya di prefektur Kochi, sekitar 500 mil sebelah Barat Tokyo. Penyelenggara menyediakan kopi dan kue, sementara piano memainkan musik cinta. “Ini adalah kesempatan terakhir untuk mengambil solusi masalah populasi,” kata Gubernur Kochi, Masanao Ozaki, seperti dikutip harian Telegraph.

Salah satu pesertanya adalah Sayaka Inoue, 28. Dia mengaku sudah tiga kali mengikuti acara perjodohan seperti ini, namun belum ada yang cocok. Dia menargetkan menikah di usia 30 tahun.

“Saya merasa perlu keluar dan mencari kesempatan bertemu orang-orang. Sulit menemukan jodoh jika ada di usia saya,” kata dia.

Tingkat kelahiran Jepang tahun lalu adalah yang terendah sejak penghitungan dimulai tahun 1899, yaitu menyusut jadi 1,03 juta. Tahun 2013, populasi Jepang hanya 244.000. Jika tren itu terus terjadi, maka populasi Jepang akan berkurang sepertiganya pada 50 tahun mendatang. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.