Bidik.co — Sang Alkemis merupakan novel karya Paulo Coelho yang aslinya berjudul O Alquimista. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1988 dan menjadi salah satu karya sastra paling populer di dunia, dengan tema utama seputar perjalanan spiritual dan pencarian makna hidup.
Novel ini kisahnya berpusat pada seorang gembala muda asal Spanyol bernama Santiago. Ia memiliki mimpi berulang tentang harta karun yang tersembunyi di dekat Piramida Mesir. Karena merasa mimpinya memiliki arti penting, ia memutuskan untuk meninggalkan kehidupan sederhana sebagai penggembala dan memulai perjalanan panjang untuk menemukan harta karun tersebut.
Dalam perjalanan ini, Santiago bertemu dengan berbagai tokoh yang memberikan pelajaran hidup penting, seperti Raja Salem (Melkisedek), yang memberinya wawasan tentang personal legend (legenda pribadi), yaitu panggilan hidup seseorang yang menjadi tujuan tertinggi dalam hidupnya. Penipu di Tangier, yang membuatnya kehilangan uang, tetapi memberinya pelajaran tentang kepercayaan dan kehati-hatian. Kemudian, Penjual Kristal, yang mengajarkannya arti kerja keras dan kesabaran. Kemudian Sang Alkemis, yaitu guru bijak yang membimbing Santiago menuju pemahaman lebih dalam tentang makna kehidupan dan bagaimana membaca “bahasa dunia.”
Novel best seller ini, diklaim telah mampu mengubah hidup bagi para pembacanya. Hal tersebut barangkali yang menjadikan daya tarik novel ini. Di dalamnya memuat beberapa pertanyaan dalam hidup yang membuat hati dan pikiran ini tergerakkan. Tidak hanya membeberkan terkait petualangan layaknya berbagai novel bergenre sejenis. Kelihaian Paulo Coelho dalam menaruh alur cerita dan memaparkan berbagai kisah menjadi sebuah cerita pun sangatlah menarik.
Buku setebal 224 ini bisa dikatakan, merupakan salah satu dari karya tulis yang cukup besar. Mulai dari awal narasi kisahnya, kita mungkin akan sangat terpikat dengan alur ceritanya. Tidak hanya itu, jalinan pembelajaran yang didapatkan melalui buku ini akan sangat mengena, terlebih dibaca dengan mendalam.
Rentetan kata dalam novel ini mengalir dengan damai, mengilustrasikan negeri nan indah di mediterania dan eksotisnya berbagai gurun di tanah Arab, yang dijadikan satu dengan berbagai kisah cerita sarat akan nasihat yang dipaparkan dengan tanpa kesan menggurui.
Novel ini sangat sederhana dan ringan untuk dibaca dengan alur konflik dan persoalan yang tidak disajikan secara rumit, tetapi memiliki bagian yang tentu berbobot dan berkualitas. Terlebih saat para pembaca menjabarkan beberapa simbol dalam karya tersebut.
Karya Paulo Coelho ini merupakan sebuah novel yang memaparkan berbagai nasihat mengenai kebenaran, yakni keberanian untuk melangkah mengejar impian dan cita-cita dengan segala risiko yang didapatkan.
Melacak Sang Alkemis
Untuk menggapai suatu mimpi, tentu membutuhkannya sebuah bentuk kesabaran. Pada salah satu karya tulis klasik modern Paulo Coelho ini mengisahkan sebuah mimpi, harapan, dan impian seorang anak yang sangat menakjubkan. Tentu saja, novel yang ditulis oleh penulis asal Brazil ini menceritakan akan suka dan duka peziarah seorang anak bernama Santiago. Ia merupakan anak gembala di Andalusia yang mencari sebuah harta karun.
Santiago mempunyai sebuah mimpi yang mana hal tersebut sesudah ia perkirakan dari seorang peramal yang mengatakan bahwa dirinya akan menemukan dan mendapatkan sebuah harta karun yang tidak ada habisnya apabila dipakai sebanyak tujuh turunan sekalipun.
Peramal itu memberikan sebuah petunjuk atau isyarat apabila Santiago berhasil dan benar mendapati harta karun, yakni ia harus membagi hasil dari temuan harta karun tersebut dengan sang peramal.
Nyatanya perkiraan peramal itu dipercayai oleh Santiago. Lalu, dirinya memutuskan untuk menjual seluruh hewan gembalanya agar dapat menuju ke sebuah bukit yang ada di dalam mimpinya itu. Dalam perjalanannya, ia bersua dengan orang tua bernama Melchizedek yang mana orang tua tersebut menceritakan sebuah legenda pribadi atau mimpi dan harapannya.
Melchizedek itu pun memberikan nasihat ketika orang menginginkan atau mengharapkan sesuatu, alam semesta akan bersatu untuk menolong itu tersebut dalam meraih apa yang diimpikannya. Santiago terus-menerus berupaya untuk mencapai mimpinya itu. Ia membaca beberapa tanda kehidupan, seperti halnya yang orang tua tersebut katakan untuk impiannya itu.
Sebelum akhirnya berpisah, Melchizedek memberikan dua buah batu penolong untuk membaca tanda. Dua buah batu itu bernama Urim dan Thummim. Orang tua berbaju lusuh itu hanya memberikan sebuah pesan: jangan pernah berhenti untuk bermimpi dan ikutilah pertanda yang ada.
Mulai dari situlah, perjalanan Santiago dipenuhi dengan rasa suka cita, berbarengan dengan seorang pemilik teh yang bisa dikatakan hampir gulung tikar itu dirinya mampu membawa pengunjung yang sangat ramah dan baik. Awal mulanya, pemilik teh memberikan minuman di dalam gelas biasa, tetapi Santiago dengan segala kemampuannya membaca kondisi alam dan menyarankan pada pemilik warung itu untuk membuatkan teh di dalam gelas kristal yang banyak dijejerkan di tokonya itu.
Santiago memperoleh banyak uang selama membantu pemilik warung teh itu, tetapi dirinya tidaklah cukup merasa puas hanya memperoleh uang melalui hasil jualan teh itu. Santiago kembali mengingat akan mimpinya untuk menggapai sebuah harta karun. Ia pun mohon izin untuk berpamitan dengan sang pemilik warung, kemudian melanjutkan penjelajahannya kembali.
Perjumpaan Santiago dengan seorang laki-laki Inggris yang telah bertahun-tahun lamanya mencari Sang Alkemis, Batu Filsuf, dan Obat Hidup. Ada orang yang mengatakan bahwa Alkemis yang ternama berada di Arab, tepatnya di oasis Al-Fayoum. Pada kesempatan ini pun, Santiago bertemu dengan seorang gadis gurun bernama Fatima, ia menaruh hati padanya.
Santiago dengan keberaniannya menyatakan cinta pada gadis gurun itu. Fatima pun mengatakan: seorang dicintai sebab ia dicintai, tidak perlu ada suatu alasan untuk mencintai. Dalam hal ini, sebuah cerminan mendalam yang ada di novel ini.
Di fase gurun ini, di mana hal ini berlatarkan perang antarsuku, Santiago bersua dengan penunggang kuda. Tidak lain ia adalah Sang Alkemis. Sebuah pertemuan yang sangat menentukan. Keduanya ikut serta dalam beberapa dialog menarik. Novel Sang Alkemis ini mampu mengaitkan pembaca untuk terlibat dalam dialog atau percakapan dan bercerminkan atas kehidupannya sendiri.
Hal itu karena apa yang dituangkan dalam novel ini erat akan kehidupan bagi para pembacanya yang mana layaknya pembaca seperti tokoh Santiago yang memiliki mimpi dan cita-cita dalam hidupnya. Sang Alkemis menjelaskan bahwa dalam memahami Jiwa Buana, yaitu jiwa meraih cita-cita, diperlukan orang yang memiliki keberanian tinggi. Dalam menggapai dan mewujudkan sebuah mimpi ataupun cita-cita memanglah tidak mudah, terlebih hal itu akan menakutkan.
Bisa dikatakan kita barangkali akan kehilangan semua yang sudah diperoleh. Akan tetapi, menurut Sang Alkemis, hanya ada satu hal yang membuat mimpi bisa digapai, yaitu perasaan takut akan kegagalan. Dalam hal ini, Santiago tentu memperoleh sebuah pelajaran penting dari Sang Alkemis.
Kemudian, Santiago berhadapan dengan para perompak saat ia hampir mendapati harta karun tersebut. Santiago pun ditangkap oleh perompak agar menyerahkan semua harta harus yang telah diraih oleh dirinya ketika itu. Ia pun tetap memegang teguh pada keyakinannya apabila dengan menyatukan kekuatan alam, energi positif yang ada dalam dirinya akan keluar dengan sendirinya.
Santiago diarahkan pada sebuah desakan perompak yang sangat besar itu. Ia diminta untuk mampu mengubah tubuhnya menjadi angin, tetapi jelaslah ia tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kemauan perompak itu. Ia pun kembali mengingat akan perkataan dari kakek tua itu bahwa segala kemampuan yang dimiliki seseorang mampu dikeluarkan apabila orang tersebut dapat mengendalikan dirinya.
Penokohan Sang Alkemis
Karakter yang cukup mendominasi dalam cerita ini ialah tokoh protagonisnya, yaitu Santiago. Perjalanannya mulai dari padang rumput di Spanyol hingga ke gurun Sahara dan Giza di mana banyak piramida, telah membuat dirinya bersua dengan begitu banyaknya tokoh yang mengagumkan.
Mereka mempunyai kisah dan perjalanan hidup masing-masing yang tentunya menarik dan menakjubkan untuk diikuti serta ditilik lebih jauh. Melalui beberapa tokoh dari buku ini memvisualisasikan terkait relevansinya dengan kehidupan modern masa kini.
Santiago digambarkan sebagai anak muda yang memiliki karakter yang cukup inteligensi sebab ia mempunyai rasa peka akan naluri manusia dan beberapa suara yang tak terdengar yang disampaikan melalui alam di sekitarnya. Meskipun terbilang pandai, dirinya tetaplah hanya sosok anak muda, darah muda yang masih seusia jagung. Hal itu yang secara alamiah bahwa pola pikirnya yang terkadang blak-blakan, naif, sesekali lengah, dan kadang kala bersikap nekat.
Hal ini membuktikan bahwa Coelho tetaplah konsisten dengan pembangunan karakter yang ia ilustrasikan dalam sosok Santiago ini. Apabila Santiago ini digambarkan sebagai sosok yang terkesan serius dan bijaksana, justru akan terlihat terlalu tua. Dalam hal ini, Coelhi menciptakan sosok Santiago sebagai anak muda yang ideal, hadir dari keluarga miskin, tetapi memiliki jiwa besar, memiliki mimpi yang cukup tinggi, tidak egois, dan memiliki keinginan keras dalam menggapai impiannya.
Selain itu, ia juga memiliki kepekaan dan kelembutan hati dalam mengejar impiannya itu agar terwujud, mempunyai sikap pejuang yang tangguh dan pantang menyerah apalagi mundur untuk menggapai sesuatu. Hebatnya, sosok Santiago diilustrasikan sebagai sosok yang mampu menepati perkataannya dan bertanggung jawab akan cintanya.
Pesan Moral
Ada banyak pesan moral yang disampaikan melalui kisah di novel Sang Alkemis ini. Terlebih, melalui karakter dari tokoh Santiago beserta perjalanan panjangnya yang digambarkan di novel ini. Ada beberapa pesan moral yang ditunjukkan dari novel Sang Alkemis.
Adanya upaya mewujudkanlah impian. Hal ini ditunjukkan dengan si anak keluar dari seminar untuk menjadi seorang penggembala, hal itu tentu bukanlah sesuatu yang membanggakan, tidak untuk dirinya apalagi keluarganya. Hal itu akan menjadi sebab seseorang akan cenderung dihargai di lingkungan masyarakat saat berdiri di mimbar dan memimpin ibadah dibandingkan berlanglang buana dari padang rumput yang satu ke padang rumput lainnya dengan para domba.
Dalam buku ini, sang penulis sangat memfokuskan pesan moral pada hasrat hati dalam memanifestasikan panggilan hidup, terlepas dari status sosial dalam masyarakat yang tampak seperti apa nantinya.
Kemudian adanya keingin untuk sebuah perubahan yang akan selalu hadir. Tidak sedikit orang yang kadang kala mencoba untuk memasukkan dirinya ke dalam sesuatu yang baru, berbeda dari sebelumnya, dan asing. Tokoh Santiago dalam novel ini pun awalnya tidak, tetapi ia sudah terbiasa dengan kehidupan sebagai penggembala sehingga timbul keraguan di pikirannya: apakah takdirnya itu masih layak diperjuangkan apabila saat ini saja ia sudah nyaman dengan seluruh dombanya.
Perubahan terjadi agar kita mampu berkembang ke arah yang lebih menjanjikan dan menjadi semakin matang, baik itu secara rohani maupun jasmani, dan siapa yang mampu bertahan hingga di garis finish dan memperoleh upahnya. Santiago bukan saja diberikan sebuah penghargaan berupa harta karun, melainkan diberikan pula sejuta pengalaman berharga yang tak terlupakan sehingga menjadikan dirinya sebagai Sang Alkemis.
Kadang kala kita perlu merelakan rumah, bahkan keluarga dan seisinya hanya untuk meraih impian dan cita-cita. Hal itu tentulah menjadi pilihan yang sangat sulit, tetapi suara dalam pikiran sehat kita yang mampu memberikan penjelasan bahwa ada sebuah harga yang harus dibayar untuk itu, yakni mengikhlaskan perubahan dan membuat kita tergeser keluar dari zona yang selama ini kita anggap nyaman. Kemudian, coba untuk mulai melangkah maju, menghasilkan sebuah karya, dan berguna bagi sesama makhluk hidup.
Selain itu ada kesadaran meski kita semua berbeda, tetapi tetap satu. Pesan itu ditunjukkan dengan sosok Santiago yang digambarkan dalam novel ini yang mana ia dilahirkan dan dibesarkan secara Katolik, terlebih pernah dirinya duduk di seminari–telah menaruh hatinya pada seorang perempuan gurun beragama Muslim, Fatimah namanya. Perempuan itu memegang erat tradisi gurun yang dipercayai kuat olehnya.
Keduanya tidak lagi memerlukan serangkaian kata sebuah bahasa manusia untuk mendeskripsikan semuanya. Mereka hanyalah perlu untuk saling menatap, kemudian merasakan apa yang ada di dalam benaknya masing-masing. Inilah yang disinggung pada novel ini sebagai bahasa universal, yaitu bahasa tanpa gramatik yang dapat menjabarkan berbagai perasaan yang tidak mampu dijelaskan menggunakan sebuah kata.
Kekuatan bahasa itulah yang bisa menembus hingga ke hati terdalam dan melepaskan berbagai batas geografi, berbagai tembok suku bangsa dan identitas, sertar perbedaan warna kulit. Itu semua menjadi satu kesatuan yang utuh; sama.
Menimbang Sang Alkemis
Sang Alkemis karya Paulo Coelho telah menuai banyak pujian, tetapi juga kritik dari berbagai pembaca dan kritikus sastra. Keunggulan yang ada di dalam novel ini terletak pada cerita yang disajikan secara menarik. Bahasa yang digunakan sangat sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dengan begitu, mudah pula bagi pembacanya untuk memahami alur cerita yang disuguhkan oleh penulis novel ini.
Kisah dari cerita yang disuguhkan sangatlah menarik sebab mampu membuat pembaca menjadi termotivasi dan yakin akan impiannya; berjuang untuk meraih segala sesuatu yang hendak diinginkan dan teguh pada pendirian.
Ceritanya bukan hanya pencarian sebuah jati diri dan mencari perwujudan mimpi, melainkan ada pula beberapa unsur kimia dan kejiwaan yang dipadupadankan pada kisah di novel Sang Alkemis ini. Alur cerita yang tidak mudah ditebak membuat para pembacanya tidak jenuh untuk terus-menerus membaca halaman demi halaman dan segera menuntaskan novel ini.
Akan tetapi, ada beberapa kelemahan yang ada dalam novel ini, seperti halnya pengilustrasian beberapa tokoh yang kurang mendetail, tidak disisipkan sebuah gambar atau ilustrasi guna mewakilkan sebuah cerita.
Selain itu, akhir cerita di novel ini terbilang menggantung sehingga membuat pembaca menaruh kesan bingung. Kurang penjelasan akan kisah dari tokoh utama setelah keberhasilannya dalam mendapati apa yang diincarnya selama ini.
Ada beberapa kritik utama terhadap novel ini: pertama, cerita yang terlalu sederhana. Beberapa pembaca merasa bahwa alur cerita terlalu sederhana dan langsung, tanpa konflik atau pengembangan karakter yang kompleks. Santiago, misalnya, tampak mudah menerima setiap tantangan tanpa menghadapi pergolakan batin yang mendalam, membuat ceritanya terkesan kurang realistis.
Kedua, filosofi yang dangkal. Meskipun novel ini penuh dengan kutipan inspiratif, beberapa kritikus menganggap filosofi yang disampaikan terlalu klise atau dangkal. Ide tentang “Semesta mendukung impian kita” atau personal legend dinilai terlalu optimistis dan tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan kehidupan yang kompleks. Ketiga, terlalu banyak moralitas didaktis. Novel ini dianggap terlalu berfokus pada menyampaikan pelajaran hidup daripada membangun cerita yang alami. Sebagian pembaca merasa bahwa pesan-pesan moral disampaikan dengan terlalu eksplisit, sehingga mengurangi nilai seni dari narasi.
Keempat, kurangnya pendalaman karakter. Karakter-karakter pendukung seperti Sang Alkemis, Raja Salem, atau Penjual Kristal cenderung satu dimensi, hanya berfungsi sebagai alat untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada Santiago. Hal ini membuat mereka terasa lebih seperti simbol daripada manusia nyata. Kelima, terlalu bergantung pada spiritualitas universal. Meskipun banyak yang terinspirasi oleh pendekatan universal terhadap spiritualitas, beberapa kritikus menilai bahwa Coelho terlalu menggeneralisasi pengalaman spiritual. Hal ini membuat cerita kurang relevan bagi mereka yang memiliki latar belakang budaya atau keyakinan yang lebih spesifik.
Keenam, kesamaan dengan karya lain. Ada kritik bahwa cerita ini bukanlah konsep yang benar-benar baru. Tema perjalanan spiritual dengan pesan tentang pencarian makna hidup telah sering diangkat, seperti dalam karya The Prophet oleh Kahlil Gibran, yang memiliki gaya serupa. Ketujuh, terlalu optimis terhadap konsep takdir. Konsep bahwa semesta selalu membantu mereka yang mengejar impian sering dikritik sebagai pandangan yang terlalu optimistis dan tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa banyak faktor, seperti kondisi sosial, ekonomi, atau ketidakadilan, dapat menghalangi seseorang mencapai mimpinya.
Tentu saja, meskipun novel ini mendapatkan banyak kritik, tetapi tetap mampu menemukan relevansinya. Popularitasnya tetap tinggi! Hal ini menunjukkan bahwa karya ini lebih dihargai sebagai buku motivasi dibandingkan karya sastra yang kompleks. Kritikan yang dilayangkan umumnya berasal dari pembaca yang mengharapkan kedalaman narasi atau analisis psikologis yang lebih tajam. (AI)