bidik.co — Merebaknya wabah virus corona (Covid-19) berdampak pada banyak sektor, tidak terkecuali sektor pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayan, Nadiem Makarim pada Selasa 24 Maret 2020, telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Virus Corona.
Hal ini sebagai antisipasi terhadap penyebaran virus corona di sekolah maupun perguruan tinggi. Salah satu poin yang ditekankan oleh pemerintah adalah agar pembelajaran yang dilakukan di sekolah maupun perguruan tinggi dialihkan dengan pembelajaran secara daring di rumah masing-masing.
Namun pembelajaran daring yang telah dilaksanakan semenjak pandemi Covid-19 ini, memiliki beberapa permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun pendidik. Permasalahan tersebut akan menjadi penghalang untuk mencapai tujuan dalam dunia pendidikan.
Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet. Tidak sedikit pelajar yang kesulitan karena letak geografis rumahnya yang jauh dari jangkauan sinyal seluler. Apalagi di daerah Indonesia bagian timur dan tengah.
Menurut Wakil Sekretaris Bidang Kajian PPM Balitbang DPP Golkar, Justino Djogo, kesenjangan Pendidikan dengan memberlakukan sistem daring (online) telah menjadikan 3 provinsi, seperti Nusa tenggara Timur, Nusa Tenggara barat (NTB), dan Kalimantan Utara itu tidak bisa mengikutinya.
“Kesenjangan akses online di 3 provinsi yang menjalankan belajar dari rumah melalui daring yakni NTT kurang dari 5%, NTB dan Kalimantan Utara kurang dari 10%. Sebagai perbandingan di Jawa Timur mencapai sekitar 40%,” tutur Justin dalam Diskusi Publik Balitbang Golkar TV, 27 Juli 2020 malam, yang bertemakan, ‘Anak Indonesia: Tantangan & Peluang SDM Unggul Pasca Pandemik’.
Selain itu, Justin juga menilai dengan belajar di rumah ada keterbatasan pendampingan yang dilakukan oleh orang tua. “Keterlibatan orang tua mendampingi anak dimana ibu maksimal 3 jam dan ayah hanya 1 jam bertahan mendampingi anaknya,” tutur alumni Jerman itu.
Menurut Justin, sebenarnya masing masing pemda di tiga provinsi tersebut telah menerapkan belajar dari rumah, sebelum adanya Surat Edaran Mendikbud tersebut. Namun ada kendala pada alat komunikasi yang tidak mereka miliki.
“Sebenarnya masing masing pemda di 3 provinsi tersebut diatas sudah menerapkan belajar dr rumah sebelum dikeluarkan Surat Edaran Mendikbud 24 Maret 2020. Hal ini menjadi titik awal kebijakan baru agar dana BOS bisa digunakan untuk membeli puilas. Kendalanya, tidak semua anak memiliki HP android,” tutur politisi asal NTT tersebut.
Karena itu, Justin justru berargumentasi bahwa belajar dari rumah secara offline, yaitu guru yang mendatangi anak didik bahkan dianggap lebih efektif.
“Guru yang mendatangi anak didik justru lebih efektif. Hanya kendalanya adalah kekurangan tenaga pendidik dibandingkan anak didik. Akibatnya, 1 anak didik paling cepat 2 minggu dapat dikunjungi gurunya. Selain itu, ongkos transportasi guru belum diperhatikan pemda setempat,” tuturnya.
Namun demikian dengan adanya belajat system daring tersebut, menjadikan orang tua melek teknologi.
“Dampak positif bagi orang tuan, mereka jai melek internet ketika anak harus belajar secara online,” pungkasnya. (*)