bidik.co – Industri film nasional diprediksi semakin bergairah dalam 2-3 tahun mendatang, menyusul semakin gencarnya sejumlah pemain baru membangun bioskop baru.
Bisnis bioskop di Indonesia sedang bergairah dan diperkirakan pada 2018 jumlah bioskop bertambah dua kali lipat dibandingkan sekarang, yakni sekitar 2.000 layar bioskop.
“Melalui teknologi yang baru, usaha bioskop sedang bangkit. Semua operator melakukan penambahan layar, bukan hanya pengusaha bioskop besar, bioskop yang kecil juga ikut bergairah,” kata Djonny, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), di Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Meningkatnya jumlah layar bioskop juga merupakan peluang untuk industri film Indonesia. Banyaknya layar menjadikan film nasional berkualitas mempunyai kans besar untuk diputar. “Bahkan, kami menunggu realisasi pengusaha bioskop untuk menambah 1.000 layar lagi selama dua tahun ke depan,” kata Djonny.
Corporate Secretary Cinema XXI, Catherine Keng mengatakan aat ini jumlah layar bioskop terbanyak masih dipegang oleh jaringan Cinema XXI yang memiliki 850 layar di 33 kota di Indonesia. Cinema XXI juga terus melakukan penambahan layar sehingga akan menjadi 1.000 layar dalam dua tahun ke depan. ”Kami menyambut sangat baik kehadiran pemain-pemain baru dan berharap mereka membuka bioskop di daerah-daerah yang selama ini belum tersentuh bioskop,” ujarnya.
Rencanyanya Blitz yang dimiliki raksasa bisnis hiburan CJ (Korea) akan membangun sejumlah bioskop baru di delapan lokasi di Surabaya, Bandung, Tangerang, Karawang, Cirebon, Jakarta, dan Yogyakarta, dengan total investasi sebesar Rp240 miliar. ”Saat ini kami punya 93 layar di 12 lokasi. Sampai akhir tahun kami targetkan sudah punya 150 layar di 20 lokasi,” kata Direktur Public Relations dan Human Resources Blitzmegaplex Ferdiana Yulia Sunardi belum lama ini.
Lebih lanjut Djonny menjelaskan, pertumbuhan bisnis bioskop sangat tergantung kepada tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, terutama kelas menengah, di suatu negara. Jika ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat, industri bioskop dengan sendirinya akan meningkat pula.
“Menonton bioskop itu bagi kebanyakan orang bukan kebutuhan primer, mungkin kebutuhan sekunder atau bahkan tersier. Artinya orang akan pergi ke bioskop jika kebutuhan primer atau sekundernya sudah terpenuhi,” kata Djonny.
Karena itu, perbandingan jumlah bioskop dengan penduduk di negara yang ekonominya maju, pada umumnya lebih besar dibandingkan di negara berkembang. Malaysia misalnya, memiliki jumlah layar bioskop yang hampir sama dengan Indonesia, yakni 920 layar, padahal jumlah penduduk Malaysia hanya seperdelapan dari Indonesia.*****