bidik.co – Wakil Presiden Boediono mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan menteri keuangan yang konservatif dalam mengelola fiskal. Menurut dia, dalam satu tahun ke depan, gejolak eksternal akan cukup tinggi dan bisa berdampak pada perekonomian nasional.
“Harus dijaga dari sisi fiskal. Cari menteri keuangan yang konservatif yang sudah tahu dalam mengelola APBN,” kata Boediono di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Menurut Boediono, menteri keuangan yang konservatif dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan fiskal antara belanja negara dan defisit anggaran. Dia menyarankan agar pemerintah tidak terlalu agresif dalam belanja untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, namun tidak memperhitungkan kemampuan anggaran dan kondisi eksternal.
“Jangan sok gagah-gagahan defisit sekian tak apa-apa. Memang perekonomian bisa tumbuh dalam satu tahun, tapi ke sananya akan anjlok,” katanya.
Kondisi eksternal yang dimaksud adalah kebijakan pengetatan moneter oleh Amerika Serikat yang masih akan dilakukan hingga tahun depan. Indonesia, kata dia, tak bisa terlepas dari kondisi tersebut sehingga pengaruhnya akan langsung dirasakan. Berbeda dengan periode sebelum 1990 faktor global yang tidak terlalu berpengaruh bagi perekonomian domestik.
“Tahun 1990 paling hanya terkait harga minyak, sekarang kita bisa saja tiba-tiba kehilangan lukiditas dalam satu atau dua hari, dan itu dampaknya akan sangat luar biasa. Sekarang kita akan mennghadapi masalah ini karena Amerika akan memperketat kebijakan moneternya,” ujar dia.
Sementara itu Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, menyebutkan calon Menkeu harus terukur secara kredibilitas, integritas, dan akseptabilitas. Di samping itu, juga dipastikan Menkeu harus berasal dari kalangan profesional.
“Dari kriteria ini, memang Menkeu baru sudah tidak ada waktu untuk belajar lagi,” ujarnya dalam Diskusi Seleksi Menteri di Rumah Maroko, Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Akhirnya, kata Fauzi, hanya orang-orang berpengalaman yang dinilai layak menjabat sebagai Menkeu. Adalah Chatib Basri (Menkeu), Bambang PS Brodjonegoro (Wamenkeu), dan Mahendra Siregar (Kepala BPKM dan Mantan Wamenkeu) yang dipandang mampu mengemban tugas itu.
“Nama-nama tersebut itu dianggap masih capable sampai sekarang,” ujar Fauzi.
Permasalahan yang dihadapi Menkeu baru, menurut Fauzi, masih seputar pengelolaan subsidi bahan bakar minyak (BBM), defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan (current account). Isu ini sudah dihadapi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Makanya kita masih merasa orang-orang lama yang bisa untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Ketiga nama tersebut adalah pakar-pakar di Lapangan Banteng” kata Fauzi.Next
Selain itu, Menkeu baru juga harus menghadapi potensi gejolak pasar keuangan akibat normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Tahun depan, kemungkinan besar bank sentral AS The Federal Reserves/The Fed akan menaikkan suku bunga sehingga investor pasar modal akan cenderung mengalihkan dana ke Negeri Paman Sam.
“Dalam keadaan pelik seperti ini memang tidak mungkin kita lakukan gambling,” tutur Fauzi.
Hal yang berbeda diungkapkan oleh Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya justru orang-orang baru yang layak mengisi posisi Menkeu. Ia menyebutkan nama Sri Adiningsih sebagai calon terkuat.
“Sri Adiningsih saya rasa adalah orang yang selama ini dekat dengan Jokowi dan mampu duduk di posisi Menkeu,” kata Yudhi.
Alasannya, tambah Yudhi, permasalahan ekonomi sekarang sudah diketahui solusinya. Hanya perlu keberanian untuk dijalankan oleh pemerintah. Nama-nama sebelumnya menurut Purbaya terbukti tidak mampu menjalankan.
“Kenapa kita tidak berikan kesempatan nama-nama baru, kalau yang lama selama ini tidak bisa berbuat apa-apa,” tegasnya. (ai)