bidik.co — Pengangkatan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M. Hamzah menjadi Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menuai kritik.
Pengacara Otto Cornelis Kaligis atau biasa disebut OC Kaligis menyebut Chandra M. Hamzah terjerat kasus korupsi. Untuk itu, dia telah mengirim surat bernomor 2363/OCK.XII/2014 ke Presiden Joko Widodo.
“Kami mempunyai catatan negatif tentang Chandra M. Hamzah karena masih dalam status tersangka, tapi mengapa dijadikan komisaris utama,” kata OC seperti dikutip Antara, Minggu (28/12/2014).
Dia menambahkan, surat tersebut dikirim beserta sejumlah bukti hukum. Termasuk dua buku karyanya berjudul ” Korupsi Bibit – Chandra” dan “M. Nazarudin: Jangan Saya Direkayasa Politik dan Dianiaya”.
Chandra, menurut OC Kaligis, tersangka dugaan penyuapan telah melalui proses penyidikan dan penuntutan dan seharusnya sudah dimajukan ke pengadilan. Namun, kasus tersebut di deponering oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Semua ahli hukum sependapat bahwa deponering tidak identik dengan penghentian penuntutan, maka status Chandra masih tetap tersangka kasus korupsi.”
Dia mengatakan Chandra M. Hamzah adalah perantara bisnis yang melibatkan dirinya dalam pertemuan sebanyak lima kali dengan M. Nazarudin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Pertemuan itu untuk mengurus sejumlah proyek, diantaranya, paket Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baju hansip, dan paket e-KTP.
Adapun bukti hukum dilampirkan antara lain laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar ke Mabes Polri No. Pol 2008 K/VIII/2009/SPK UNIT III. Intinya, menerangkan penyuapan pada oknum pimpinan dan penyidik KPK untuk kasus PT Masaro dan testimoni Antasari dengan tulisan tangan.
Selain itu, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Ari Muladi 11 Juli 2009. Ari menyatakan telah menyerahkan uang kepada Chandra di lokasi parkir Pasar Seni jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu juga mendesak Jokowi membatalkan pengangkatan Chandra M. Hamzah. Sebab, Chandra menjadi pengacara M. Bahalwan, tersangka kasus dugaan korupsi pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Belawan.
“Seoranga pengacara kasus koruptor di PLN ditempatkan sebagai Komisaris Utama dimana kliennya bermasalah dengan dugaan korupsi dan telah merugikan negara ratusan miliar,” kata Wakil Ketua FSP BUMN Bersatu Tri Widodo Sakmeto.
Sebelumnya Chandra mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (24/12/2014), setelah ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno merombak direksi dan komisaris PLN pada Selasa (23/12/2014).
Chandra mengatakan, kedatangannya untuk bertukar informasi dengan KPK. Sebagai pejabat baru, Chandra mengaku belum dapat menerapkan sistem yang direkomendasikan KPK karena belum menggelar rapat bersama jajaran komisaris PLN.
“Kami perlu rapat dewan komisaris dulu, rencananya awal Januari kami akan rapat,” ujar Chandra di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2014).
Mantan Wakil Ketua KPK itu mengatakan, direksi dan dewan komisaris PLN yang baru mulai efektif bertugas pada 2 Januari 2015. Menurut dia, sistem pengawasan, target kerja, dan rencana kerja untuk mengelola PLN ke depan harus disepakati bersama semua komisaris terlebih dahulu.
“Nanti kami rapat dulu, ya. Nanti kami bahas di awal Januari,” kata Chandra.
Selain Chandra, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Faisal Basri juga mendatangi Gedung KPK. Ia mengatakan, kedatangannya menemui pimpinan KPK untuk menjalin kerja sama dengan KPK terkait migas.
“Kami menyiapkan kerangka dialog dan kerja sama dengan KPK. Selebihnya cerita-cerita,” ujar Faisal.
Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham mengangkat Sofyan Basir menjadi Dirut PLN. Sofyan yang sebelumnya adalah Dirut Bank BRI tersebut didampingi tujuh direktur lainnya, yaitu Sarwon Sudarto, Nicke Widyawati, Supangkat Iwan Santoso, Amin Subekti, Amir Rosidin, Murtaqi Syamsuddin, dan Nasri Sebayang. Untuk posisi dewan komisaris, Chandra Hamzah diangkat sebagai Komisaris Utama, dengan anggota komisaris Budiman dan Hasan Bisri.(*)
2014