Home / Politik / Chusnul Mariyah: Pilpres Kali Ini Berlangsung Brutal

Chusnul Mariyah: Pilpres Kali Ini Berlangsung Brutal

bidik.co — Mantan Komisioner KPU periode 2002-2007, Chusnul Mariyah kembali mengkritik kinerja KPU saat ini yang di pimpin Husni Kamil Malik. Menurutnya, pembukaan kotak suara sebelum waktunya yang dilakukan KPU itu mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran. Bahkan Pilpres saat ini dianggapnya brutal.

“Itu jadi urusan legitimasi. Itu kan menjadi sumber kecurangan. Karena MK netapkan baru bisa dibuka mulai 8 Agustus 2014. Di Kediri, Jawa Timur telah kehilangan beberapa kotak suaranya,” ujar Chusnul usai dialog kenegaraan di Gedung DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2014).

Menurutnya, dalam kasus ini, pihak Prabowo sulit dalam sidang sengketa pemilu jika yang dihadapi adalah pihak termohon yaitu KPU. Pasalnya, dia menilai tidak ada yang bisa mengalahkan bukti yang diajukan KPU.

“Nah, hasilnya pengadilan persoalannya tidak ada yang bisa mengalahkan bukti KPU karena KPU yang dibayar rakyat. Dengan hitungan anggaran Rp 21 triliun untuk membuat itu (pemilu),” sebutnya.

Kemudian, dosen Universitas Indonesia itu juga menyindir jumlah data dalam Pilpres. Beberapa persoalan seperti penggunaan KTP lebih dari dua dan jumlah surat suara terjadi secara masif di Pemilu Legislatif, April lalu.

“Siapa sebetulnya yang punya KTP lebih dari dua, dan bagaimana kontrolnya. Nah, ini sebetulnya sumber-sumber itu dari penyelenggaraan pelanggaran pemilu dilakukan,” ujarnya.

Sebelumnya, pasangan Prabowo Hatta-Hatta Rajasa mengadukan KPU ke DKPP terkait adanya dugaan pelaksanaan Pilpres yang terdapat pelanggaran oleh penyelenggara pemilu. Salah satu yang dipersoalkan adalah keluarnya surat edaran ke KPU kabupaten/kota untuk membuka kotak suara pasca penetapan presiden dan wakil presiden terpilih.

Chusnul Mariyah juga mengakui jika Pilpres kali ini berlangsung secara brutal atau TSM (Tersetruktur, sistimatis dan masif). Hal itu bisa dilihat dari aturan yang dikeluarkan oleh KPU, yang mempunyai struktur sampai ke daerah.

“Buka kotak suara itu harus tunggu perintah hakim, tapi KPU malah membuat surat edaran. Jadi, kita harus menata ulang KPU. Kenapa dengan dana yang besar sekitar Rp 27 triliun, pemilu ini kok lebih buruk dari sebelumnya?” tanya Khusnul.

Karena itu, kata Chusnul, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus berani memecat anggota KPU yang terbukti melakukan pelanggaran.

“Selama ini kan DKPP hanya berani memecat anggota KPU daerah, tapi belum pernah menjatuhkan sanksi berat pada KPU Pusat, sehingga wajar kalau masyarakat meragukan DKPP,” ungkapnya.

Dan pemecatan komisioner KPU tersebut lanjut Khusnul, tentu akan berdampak pada legitimasi hasil pilpres di MK. “Kalau Komisioner KPU dipecat, hasil pilpres tentu dipertanyakan,” ujarnya.

Selain itu dia mempermasalahkan sistem noken yang terjadi di Papua.

” Masalahnya, apakah yang mencoblos itu kepala suku atau bukan. Kalau ternyata itu dilakukan KPPS, ya maka tidak sah. Karena itu masyarakat jangan mengolok-olok kalangan yang mengajukan gugatan ke MK, karena bagaimanapun juga langkah ini demi perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu ke depan. Begitu juga MK harus bisa melihat persoalan ini secara substansial, dan jangan sampai keputusan yang dibuat karena pesanan terutama dari luar negeri,” simpulnya. (ai)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.