Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk berpartisipasi dalam Pilkada yang merupakan bagian integral dari rezim pemilu di Indonesia.
Terdapat 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang akan menggelar pilkada secara serentak pada 27 November nanti. Pilkada sebagai gelaran terakhir dari rangkaian Pemilu 2024 ini sudah semestinya dijadikan sebagai pesta demokrasi bagi rakyat dan dapat menjadi persemaian bagi demokrasi di tanah air.
“Melalui Pilkada, kita harapkan akan menjadi persemaian demokrasi di Indonesia. Sehingga, demokrasi berjalan pada jalurnya secara sempurna. Rakyat di daerah diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya secara merdeka pada dua aras pemilu, yakni legislatif dan eksekutif,” tutur Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Difriadi dalam Sosialisasi Hasil-hasil Keputusan MPR RI, di Kabupaten Tanah Bumbu, Ahad (4/8/2024).
Menurut Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi politik dan pemerintahan ini, dengan dilakukannya Pilkada, baik kepala daerah maupun anggota parlemen di daerah memiliki legitimasi masing-masing, karena langsung dipilih oleh rakyat. “Sistem checks and balances menjadi lebih hidup karena terbuka ruang dialektika yang lebar antara eksekutif dan legislatif,” tandas Difri.
Selanjutnya Difri membandingkan Pilkada saat ini dengan Pilkada yang dilakukan pada masa kolonial, yang kesemuanya menjadi wewenang pemerintah kolonial untuk menentukannya. “Pemilihan kepala daerah pada masa kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia sangat ditentukan oleh Rezim Kolonial. Pemimpin pada level provinsi adalah pemerintahan kolonial, sedangkan di bawahnya, yakni kabupaten/kota, adalah pribumi-pribumi yang mendapatkan kepercayaan dari rezim kolonial untuk memerintah saudara sebangsa dan setanah air mereka,” jelasnya menggambarkan situasi masa kolonial.
Kondisi ini, lanjutnya, memberikan pemaknaan bahwa kolonialisme pada masa lalu telah mengorbankan hak politik Bangsa Indonesia, sehingga masa Reformasi menjadi momentum dan titik balik pelaksanaan politik elektoral di level daerah yang sesuai dengan norma demokrasi.
“Proses historis tersebut setidaknya menebalkan rasa syukur kita terhadap proses demokrasi yang telah berjalan. Apa yang kita miliki hari ini merupakan proses panjang nan berliku. Demokrasi bukanlah barang instan yang bisa diwujudkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” paparnya mengingatkan.
Demokrasi dan pemilihan kepala daerah, seperti rantai yang saling berhubungan satu sama lain. Pilkada merupakan wujud dari demokrasi, sementara demokrasi akan terbangun diawali dari keterlibatan masyarakat dalam memilih pemimpinnya sendiri melalui Pilkada. Sementara itu, Pilkada harus dilaksanakan secara demokratis dimana semua hak rakyat untuk dipilih dan memilih dapat terpenuhi tanpa adanya diskriminasi pada sudut apapun.
“Pilkada merupakan langkah demokrasi Bangsa Indonesia dalam menjabarkan sila keempat dari Pancasila, ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan’. Dengan mendasari pada sila keempat dari Pancasila tersebut, maka pelaksanaan Pilkada harus dilakukan secara demokratis,” tegas Difri.
Baginya, demokrasi menyimpan banyak harapan bagi masyarakat yang menginginkan perubahan tata kelola pemerintahan. Perpindahan kekuasaan di tangan rakyat merupakan prinsip dasar dari demokrasi menjadi substansi penting untuk menjalankan kehidupan bernegara. Berbagai perubahan besar terjadi pada pemerintahan yang demokratis, dimana sebelumnya sistem otoriter menguasai hampir semua negara.
“Rakyat memiliki kekuatan besar untuk mengatur, menjalankan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di segala lini. Demokrasi mengubah cara pandang masyarakat mengenai pengelolaan manajemen pemerintahan yang semula bersifat perintah menjadi musyawarah,” tegas Wakil Bupati Kabupaten Tanah Bumbu 2010 – 2015 ini.
Karenanya, pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki korelasi yang sangat erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, rakyat dapat menentukan sendiri pemimpin di daerahnya, sehingga terjalin hubungan yang erat antara kepala daerah dengan rakyat yang dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan partisipatif.
“Hak memilih ini dijamin konstitusi begitu juga dengan hak dipilih. Konstitusi sudah menegaskan, bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mencalonkan diri menjadi kepala daerah dan anggota legislatif di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta hak memilih,” pungkasnya. (ami/may)