bidik.co — Puluhan Ketua DPD tingkat Provinsi Partai Golkar kompak menggelar pertemuan di rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta, Senin (16/3/2015) malam
Zaenudin, Ketua DPD I Partai Golkar DKI Jakarta, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, alasan dirinya bersama seluruh Ketua DPD tingkat provinsi lainnya kompak medukung ARB sebagai Ketua Umum yang sah.
Hal ini karena, kata Zaenudin, dalam keputusan Munas di Bali lebih mengedepankan sistem demokrasi yang sesungguhnya
“Munas di Bali itu menghasilkan untuk memperkuat sistem demokrasi yang ada di Indonesia,” kata Zaenudin, sesaat setelah melakukan pertemuan di kediaman ARB
Sebaliknya, lahirnya Munas Ancol yang menghasilkan Ketua Umum Agung Laksono dianggapnya sebagai langkah-langkah yang tidak menerima sistem demokrasi di Indonesia.
“Kita lihat sekarang di Menkumham, itu kan belum ada yang disahkan. Saya kira, sebagai negara demokrasi, tentu negara ini akan menghargai proses yang berjalan. Jadi, saya harap upaya-upaya penegakan demokrasi itu jangan dihancurkan oleh orang-orang yang tidak betanggung jawab,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Lampung, Alzier Dianies, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, pertemuan ini adalah bagian dari soliditas para kader-kader di wilayah untuk selalu mendukung apapun keputusan hasil Munas Golkar di Bali.
“Kita mantap dukung Pak ARB sebagai ketua umum yang sah, dan kita jamin kader-kader di seluruh wilayah tidak ada yang mengakui kepemimpinan Golkar kepemimpinan Agung Laksono,” ujar Alzier, saat ditemui sesaat menggelar pertemuan di rumah ARB.
Menurut Alzier, kehadiran para ketua DPD I di rumah ARB juga nantinya akan sepakat membuat surat penolakan secara resmi untuk tidak mengakui Munas Golkar di Ancol yang diketuai oleh Agung Laksono.
“Nanti, kita setelah kembali ke daerah masing-masing, kita pasti akan buat surat penolakan secara resmi, untuk menolak Agung Laksono. Kalau perlu, kita kirimkan ke Menkumham,” katanya
Selain itu, terkait jika ada kader-kader Partai Golkar yang tetap merapat versi Munas Ancol, dia mengaku tak mempermasalahkannya. Sebab, menurutnya, kader sudah satu suara untuk terus memberikan dukungan kepada ARB.
“Silahkan saja merapat (ke Agung Laksono), karena yang merapat itu kader semu, tidak seperti kami kader-kader yang militan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, dukungan untuk Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Jakarta Agung Laksono menguat setelah keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengeluarkan surat pengesahan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono bernomor M.HH.AH.11.03-26. Partai Golkar Sumut yang sebelumnya solid mendukung Aburizal Bakrie (Ical) sebagai ketua umum, kini berbalik mendukung Agung Laksono.
Wakil Ketua Partai Golkar Sumut Hanafiah Harahap mengakui, perubahan sikap itu karena kader partai beringin terbiasa menghormati keputusan pemerintah. “Kami hormati dan dukung keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Partai Golkar,” kata Hanafiah Harahap, Rabu (11/3/2015).
Meski kader sudah mengakui dan mendukung kubu Agung, Hanafiah berharap Agung Laksono tidak melakukan balas dendam politik dengan menyingkirkan pengurus daerah yang mendukung Aburizal di Munas Bali. Menurut Hanafiah, pengurus daerah sulit berbeda sikap saat Munas Bali.
“Kader Partai Golkar sudah dewasa dalam berpolitik. Kami mendukung Aburizal karena saat Munas Bali itu hanya ada satu kepengurusan dewan pimpinan pusat di bawah Aburizal,” tutur Hanafiah.
Namun seiring waktu, ujar Hanafiah konflik di Golkar tak kunjung reda dan menghasilkan kepengurusan tandingan. “Kemudian ada kepengurusan yang dibentuk Agung Laksono dan disahkan pemerintah. Tentu kami ikut yang legal dan sah sebagai Ketua Umum yakni Agung Laksono,” ujar Hanafiah yang juga Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut.
Perubahan sikap pengurus mendukung Agung, ujar Hanafiah, tak hanya di jajaran pengurus provinsi. “Kawan-kawan pengurus Partai Golkar kabupaten/kota di Sumut yang saya tahu sekarang berbalik mendukung Agung Laksono,” tutur mantan Sekretaris DPD Golkar Sumut ini.
Sebelumnya, Ketua DPD Partai Golkar Sumut, H Ajib Shah menegaskan, tidak mempermasalahkan siapa pun yang menjadi Ketua Umum DPP Golkar. Dia juga menyatakan, tidak keberatan jika kepemimpinan DPP Partai Golkar melakukan ‘perombakan’ dan menunjuk pelaksana ketua di tingkat provinsi.
Sebab, dalam berorganisasi pihaknya hanya mengedepankan tiga hal, yakni cinta terhadap Partai Glkar, loyal kepada pimpinan dan patuh terhadap keputusan pemerintah. “Jadi, tidak persoalan siapa pun nanti pimpinan. Kita akan sami’na wa atha’na dan tetap dalam garis Partai Golkar,”kata Ajib Shah menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (10/3/2015), menyikapi keluarnya keputusan Menkumham, Yasonna H Laoly yang mengakui kepengurusan partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Ajib Shah berharap pasca keluarnya keputusan Menkumham yang mengakui kepengurusan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono, tidak sampai memicu perpecahan Golkar di Sumut. “Kita ingin Partai Golkar ini tetap berjalan dan tidak pecah meski pimpinannya berganti,” tegasnya.
Aceh Solid ke Agung.
Sementara itu, DPD Partai Golkar Aceh menyatakan dukungan penuh kepada Agung Laksono, Ketua Umum Golkar yang diakui pemerintah. “Keputusan itu diambil setelah menggelar rapat pada Selasa kemarin,” kata Teuku Husen Banta, Wakil Ketua DPD Golkar Aceh, Rabu (11/3/2015).
Menurut Husen, keputusan tersebut diambil untuk menghormati hukum setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengukuhkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Golkar. Rapat internal Partai Golkar di Aceh dihadiri oleh Ketua DPD Sulaiman Abda, Ketua Dewan Pertimbangan Lukman CM, Sekretaris Zuriat Supardjo, para wakil ketua, dan para pengurus inti lain.
Hasil rapat pengurus Partai Golkar Aceh kemudian dituangkan dalam surat bernomor B-/DPD-I/GK/III/2015, yang dikirim kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar di Jalan Anggrek Nelly Murni 11A, Slipi, Jakarta Barat. Surat itu ditembuskan kepada Ketua Wantim DPD Partai Golkar Aceh dan para Ketua DPD Partai Golkar kabupaten/kota se-Provinsi Aceh.
Husen Banta menambahkan, tidak ada pembicaraan lain dalam rapat internal mereka. Mereka hanya menyikapi surat Menkumham RI Nomor M.HR.AH.11.03.25 tanggal 10 Maret 2015, yang mengukuhkan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol di bawah kepemimpinan Agung Laksono. Juga tidak ada perdebatan sesama pengurus di Aceh. Keputusan mereka bulat mendukung Agung.
DPD Partai Golkar Aceh juga meminta Ketua Umum Agung Laksono dapat mengakomodasi semua kader tanpa memandang kubu.
Sedangkan Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan Mohammad Roem memastikan Golkar Sulawesi Selatan tetap berada pada kubu Aburizal Bakrie (ARB) berdasarkan hasil musyawarah nasional di Nusa Dua, Bali. Meski begitu, Roem mengatakan akan mempertimbangkan jika ada tawaran dari kubu Agung Laksono untuk bergabung.
“Sejauh ini kami juga masih menunggu instruksi dari pimpinan partai, dalam hal ini Syahrul Yasin Limpo,” kata Roem, Rabu (11/3/2015).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly memutuskan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar yang diketuai Agung Laksono setelah mempertimbangkan putusan Mahkamah Partai yang disebut mengabulkan untuk menerima kepengurusan Agung Laksono.
Terpisah, Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar 2010-2015 Akbar Tandjung mengaku sangat kecewa dengan kondisi internal partai yang tengah dilanda konflik. Kondisi itu diprediksi bakal membuat suara Golkar terjun bebas dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019.
“Konflik ini harus segera diatasi,” kata Akbar ketika ditemui saat menghadiri Dies Natalis ke-39 Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (10/3/2015).
Menurut Akbar, Partai Golkar terancam tidak bisa ikut meramaikan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun ini jika masih memiliki kepengurusan ganda.
Akbar menilai keikutsertaan Partai Golkar dalam ratusan pemilihan kepala daerah yang berlangsung tahun ini memiliki peranan cukup vital. Sebab, hasil pemilihan kepala daerah bakal mempengaruhi perolehan suara pada Pemilu 2019.
Menurut Akbar, suara Golkar akan terjun bebas jika tahun ini mereka melewatkan pemilihan kepala daerah. Pada 2009 lalu, Golkar masih mampu mendudukkan 106 wakilnya di DPR. Jumlah itu turun pada pemilu 2014 menjadi hanya 91 kursi.
“Jika kami melewatkan pilkada, perolehan suara kami di DPR bisa turun jadi 50-60 kursi saja,” kata Akbar. (*)