Home / Politik / Irman Sidin Nilai Ahok Bisa Diberhentikan, Ray Rangkuti Anggap Sulit

Irman Sidin Nilai Ahok Bisa Diberhentikan, Ray Rangkuti Anggap Sulit

bidik.co — Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menyebut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bisa diberhentikan dari jabatannya. Sementara pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, berpendapat akan sulit bagi DPRD menggulingkan Ahok dari tampuk kepemimpinan tertinggi di Jakarta.

Para anggota DPRD DKI Jakarta yang berada di ruang rapat serbaguna langsung bertepuk tangan dengan riuh saat mendengar pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menyebut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bisa diberhentikan dari jabatannya. Tampak terlihat wajah sukacita dari para legislator itu.

Hal itu terjadi saat rapat hak angket dalam rangka mendengarkan keterangan ahli di Gedung DPRD DKI, Rabu (25/3/2015).

Irman menyampaikan hal tersebut saat menanggapi pertanyaan dari salah seorang anggota panitia hak angket dari Fraksi PDI Perjuangan, Syahrial, yang menanyakan apa sanksi yang bisa diberikan kepada Ahok (sapaan Basuki) jika ia memang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan.

“Kalau berdasarkan proses konstitusi, sanksi pertama yang bisa diberikan adalah remove from the office. Dia bisa berhenti dari jabatannya. Kalau berdasarkan perundang-undangan yang baru, begitu Mahkamah Agung memutuskan, bisa langsung remove from the office,” kata Irman.

Saat tepuk tangan berlangsung, tampak ada yang melontarkan kata “secepatnya”.

Rapat angket pada Rabu siang itu dihadiri para pimpinan dan anggota panitia hak angket serta Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi dan salah satu wakilnya, Abraham Lunggana.

Dalam pemaparannya, Irman menjawab berbagai pertanyaan anggota DPRD seputar dugaan pelanggaran yang dilakukan Ahok, baik pelanggaran yang terkait dengan penyerahan dokumen RAPBD maupun dugaan pelanggaran etika.

Saat pemaparan terkait penyerahan dokumen RAPBD, Irman mengatakan, penyusunan dan pembahasan anggaran yang berasal dan diperuntukkan untuk rakyat sudah seharusnya melibatkan lembaga yang berhak mengatasnamakan wakil rakyat, dalam hal ini DPRD.

Menurut Irman, tidak boleh sebuah pemerintahan tidak melibatkan lembaga wakil rakyat dalam pembahasan anggaran rakyat. Karena bila sampai hal itu terjadi, pemerintahan itu sedang menjalankan sistem kekuasaan absolut yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Sementara itu, dalam pemaparan yang terkait dengan dugaan pelanggaran etika, Irman mengatakan, keharusan seorang pemimpin menaati etika dan norma sudah diatur dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang kehidupan berbangsa dan bernegara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Irman, begitu pentingnya aspek etika bagi seorang pemimpin membuat seorang pemimpin yang melanggar etika dimungkinkan untuk dimakzulkan.

Ia pun mencontohkan kasus yang dialami oleh Aceng Fikri yang dimakzulkan dari jabatannya sebagai Bupati Garut pada 2012 hanya karena nikah siri yang dilakukannya.

Saat itu, Aceng dimakzulkan oleh DPRD Garut, yang pengambilan keputusannya dilakukan oleh Mahkamah Agung pada 2012.

“Di Garut, Bupati diputuskan melanggar etika perundang-undangan dan harus turun dari jabatannya hanya karena tidak mendaftarkan pernikahannya. Dia juga tidak mendapat izin dari istri pertama. Itu putusan dari Mahkamah Agung,” ujar Irman.

Sementara pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, masyarakat saat ini tidak bisa lagi dihalangi untuk mendapat informasi. Setiap orang, apalagi di Jakarta, mengikuti perkembangan mengenai kisruh antara DPRD DKI Jakarta dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Dalam riset yang dilakukan oleh Cyrus Network, sebanyak 54,8 persen warga mengaku mengikuti perseteruan antara DPRD dan Ahok. Berangkat dari hasil riset tersebut, pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, berpendapat akan sulit bagi DPRD menggulingkan Ahok dari tampuk kepemimpinan tertinggi di Jakarta.

Masyarakat akan membuat perlawanan berdasarkan penilaian mereka terhadap Ahok dan DPRD, jika di antara keduanya melakukan tindakan yang salah kaprah. “Pada dasarnya, akan sulit karena angket ini tidak didukung oleh rakyat,” kata Ray Rangkuti, Rabu (25/3/2015).

Seharusnya, kata Ray, DPRD DKI berangkat dari kasus yang pernah terjadi sebelumnya di DPRD Surabaya. Saat itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga akan dimakzulkan oleh DPRD Surabaya. Namun, masyarakat Surabaya bereaksi dengan beragam cara sehingga upaya pemakzulan Risma gagal.

“Waktu itu kan masyarakat Surabaya melakukan aksi ke DPRD dan tokoh-tokoh partai yang terkait. Akhirnya apa, pemakzulannya pun enggak jadi. Nah, ini juga bisa terjadi ke arah sana (Ahok),” kata Ray.

Sejauh hak angket ini dianggap sebagai usaha untuk menekan Ahok, menurut Ray, hasilnya akan sia-sia karena tidak ada niat baik DPRD untuk membuktikan kesalahan prosedural yang dilakukan oleh Ahok.

“Angket sekarang ini lebih berdimensi kepada tekanan terhadap Ahok ketimbang pada fakta-fakta yang berkembang seperti substansial,” kata Ray.

Namun, Ray masih berharap ada anggota DPRD yang dapat berpikir dengan jernih terkait permasalahan hak angket ini. Dengan demikian, proses ini dapat berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat, bukan bersifat politis semata.

“Ini kan seperti langkah politik saja. Kalau ada anggota DPRD berpikir rasional, nanti ada yang menggugat di antara mereka sendiri. Apakah menerima angket yang tidak didukung oleh masyarakat atau menolaknya. Tetapi, kalau ini diterima, jelas ini forum politik, bukan kepentingan publik,” kata Ray. (*)

 

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.