bidik.co — Salah satu masalah yang digugat tim Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah sistem pemungutan suara noken di Papua. KPU akan menghadirkan saksi ahli untuk menjelaskan hal tersebut.
“Kita rencana ajukan 3 saksi ahli, salahsatunya Pak Sangaji mengenai sistem noken,” kata kuasa hukum KPU Ali Nurdin usai sidang di gedung MK Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Ali menerangkan, Sangaji adalah tokoh asal Papua, dia sebelumnya pernah juga menjadi komisioner KPU Provinsi Papua sehingga dianggap paham soal pemilu di Papua termasuk sistem noken yang dipermasalahkan.
“Cuma karena beliau akan naik haji kami meminta agar dihadirkan dalam sidang besok. Saat ini sudah di Jakarta,” ujarnya.
Terkait dua saksi ahli lainnya, Ali belum bisa mengungkap dan meminta menunggu proses persidangan. Namun, khusus menjawab sistem noken tadi, selain saksi ahli, KPU juga siapkan 8 saksi fakta.
“Kita hadirkan 8 orang dari KPU provinsi dan beberapa kabupaten, bahwa keterangan pemohon (Prabowo-hatta) tidak benar,” ucap Ali.
Sebelumnya, tim Prabowo-Hatta mempermasalahkan tidak terjadinya musyawarah dalam sistem noken untuk memilih pasangan calon dalam pemilu. Cara pemungutan suara yang sudah diakui MK ini, dianggap dicurangi dalam Pilpres kali ini di 14 kabupaten.
Dalam sidang di MK, 75 saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memberikan keterangan, Selasa (12/8/20140. Salah satunya Vincent Dokomo dari Kabupaten Dogiyai, Papua. Ia memberikan kesaksian seputar perolehan nol suara Prabowo-Hatta di 14 kabupaten di Provinsi Papua.
Menurutnya, saksi Prabowo-Hatta juga diintimidasi. “Kami mendapat ancaman. Wakil Bupati saja diusir saat rekapitulasi suara,” kata Vincent.
Hal itu membuat Vincent dan saksi Prabowo-Hatta lain tidak bersedia menandatangani hasil rekapitulasi suara. Saksi lain, Dadi Waluyo mengatakan, banyak tahapan pemilu yang dilewati oleh penyelenggara pemilu di Papua.
Saksi di tingkat provinsi itu mengatakan, rekapitulasi di Provinsi Papua tetap dilakukan pada 18-19 Juli 2014, padahal banyak masalah yang belum selesai. Ini diperparah sikap KPU setempat yang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu terkait kecurangan di beberapa daerah.
Pihaknya juga mempermasalahkan sistem noken yang dianggap tidak adil. Sebab, tidak ada tahapan di tingkat desa, tak ada proses kearifan lokal untuk musyawarah mufakat. Padahal bila tidak ada mufakat, maka noken tidak bisa dilaksanakan.
“Saksi kami tidak ikut forum musyawarah mufakat, tapi semua diterabas dan dianggap telah terjadi musyawarah mufakat untuk nomor urut dua,” kata dia. (ai)