bidik.co — Untuk membuktikan kualitas hitung cepat (quick count) pada 9 Juli lalu, lembaga survei menyatakan siap untuk diaudit. Auditor disarankan berasal dari pihak yang netral, tidak berafiliasi dengan pasangan manapun dan kredibel.
Anggota tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla, Arief Budimanta, menyebutkan ada beberapa poin utama yang harus diperhatikan dalam melakukan audit di antaranya metode yang digunakan, orang yang terlibat di dalam penelitian, latar belakang lembaga, biaya dan waktu.
“Lembaga-lembaga itu juga harus di-trace afiliasinya ke mana,” kata Arif dalam diskusi bertajuk ‘Republik Quick Count’ di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Menurutnya, batas waktu melakukan audit tidak boleh terlalu lama melebihi waktu pengumuman resmi KPU pada 22 Juli.
Sementara menurut peneliti opini publik Agung Priyatna, proses audit tak akan memakan waktu lama. Hanya butuh sekitar 5 hari.
“Asal ada dananya, 5 hari selesai,” kata mantan peneliti LP3S ini.
Tim audit disarankan berasal dari berbagai kalangan, seperti ahli statistik atau ahli matematika, politikus, dan peneliti. “Peneliti tetap harus ada (dalam tim audit), karena survei itu banyak trickynya. Mereka yang tidak biasa melakukan survei tidak akan tahu di mana celahnya,” kata Agung.
Menurut Agung, berbagai trik yang kerap dilakukan oleh lembaga survei antara lain trik untuk menghemat biaya, trik melakukan survei dengan cepat, trik yang tidak mengindahkan sebaran sampel, dan sebagainya.
“Oleh karena itu harus dipertimbangkan, panel ahli dari tempat lain bisa lakukan audit,” ujar Agung.
Ketiga lembaga survei yang turut bergabung dalam diskusi tersebut juga sepakat. Namun mereka menegaskan bahwa penyelenggara audit harus netral.
“Jangan sampai yang mengaudit juga memiliki lembaga survei, jadi dia mengaudit quick countnya sendiri. Seperti Pak Saiful Mujani dan Pak Denny JA,” ujar Direktur Eksekutif Puskaptis, Husain Yazid. (ai)