bidik.co — Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah gencar mengenai swasembada (kemandirian) pangan. Namun, istilah swasembada dinilai hanya dicari-cari demi sebuah gengsi.
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid I, Anton Apriyantono menyatakan, swasembada pangan tidak mudah dilakukan. Sebab, tidak semua bahan pangan mampu diproduksi Indonesia.
“Swasembada pangan itu enggak gampang. Ini mencari-cari hanya demi sebuah gengsi,” kata dia di Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Menurutnya, saat ini, dunia global juga sudah tidak lagi meributkan soal swasembada pangan. Sebab, saat ini semua negara sudah bergantung satu sama lain.
“Kesalahan kita adalah melihat diri kita sendiri, seperti katak dalam tempurung. Kita impor kedelai saja sudah ribut sejagat. Thailand dan China yang impor itu sampai puluhan juta ton saja enggak ribut,” jelasnya.
Anton mengatakan, swasembada yang mungkin dilakukan adalah beras. Karena, besarnya produksi dan kebutuhan beras dalam negeri. “Saya setuju kalau beras, karena bangsa ini harus punya harga diri. Tapi kalau ditanya swasembada pangan, itu pangan yang mana? Kayak gandum sampai kiamat juga kita enggak bisa swasembada,” tandas dia.
Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menantang mahasiswa dan dosen agar turun ke sawah meningkatkan produksi pangan petani sehingga tidak menjadi pengimpor pangan.
“Saya tantang para mahasiswa dan dosen agar bergerak turun ke sawah,” kata Mentan Amran Sulaiman ketika meninjau kebun penelitian Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin (Unhas) di Makassar, Kamis (28/5/2015).
Menurut Mentan, kebun penelitian ini harus dikembangkan menjadi Pusat Penelitian Tanaman Pertanian, seperti padi, jagung, cabai, dan tanaman pertaniannya untuk menyuplai dan memperkuat pangan.
Amran juga mengungkapkan selama tiga tahun ke depan akan fokus pada peningkatan produksi mewujudkan swasembada pangan tahun 2017. Untuk mencapai itu, Kementerian Pertanian membuat kebijakan strategis, yakni pertama, perbaikan jaringan irigasi, dimana 52 persen atau 3 juta ha jaringan irigasi tersier rusak.
Kedua, merubah aturan pengadaan benih, pupuk, dan alat mesin pertanian (alsitan) yang sebelumnya melalui mekanisme tender ke penunjukan langsung (PL). ketiga, penambahan jumlah alsintan sebesar 60 ribu unit di tahun 2015 dan saat ini tersebar seluruh Indonesia sebanyak 30 ribu unit.
Keempat, penambahan jumlah tenanga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), sebelumnya hanya tersedia 27 ribu orang, saat ini sudah sebesar 70 ribu orang dengan melibatkan TNI yakni Babinsa, mahasiswa bersama dosen sebanyak 8.500 orang dan anggota kontak tani nasional Indonesia (KTNA) 39 ribu orang.
Sementara itu, Rektor Unhas Prof. Dr. Dwiah Aries Tina menegaskan, akan mendukung upaya Kementerian Pertanian (Kementan) mewujudkan swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional. Langkah nyata yang dilakukan Unhas, yaitu dengan membuat program satu mahasiswa 200 ha yang akan di-launching tangga 4 Juli 2015,” terangnya. (*)