bidik.co — Ketua DPP Golkar yang juga calon ketua umum Priyo Budi Santoso menilai kalau Aburizal Bakrie atau Ical maju lagi menjadi calon ketum maka dinilai tidak lazim. Hal ini mengacu terhadap ketua umum sebelumnya seperti Harmoko atau Sudarmono yang berhasil memimpin Golkar.
“Ya kalau beliau maju, silakan saja, tidak dilarang. Cuma di Golkar tidak lazim. Ketua umum-ketua umum yang punya prestasi tinggi seperti Pak Sudarmono, Pak Harmoko, yang pernah mencapai 325 kursi DPR RI, tidak mengajukan lagi sebagai ketua umum,” ujar Priyo di kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (12/11/2014).
Namun, jika memang Ical bakal maju lagi sebagai calon ketum maka harus dihormati. Tapi, mekanisme pemilihan dalam Munas nanti mesti dijalankan secara adil dan demokratis.
“Kalau beliau maju lagi, belajar menghormati. Tapi, permohonan kita harus dijalankan secara fair, adil, demokratis, tidak boleh ada cara-cara tidak lazim dari Partai Golkar,” kata mantan Wakil Ketua DPR itu.
Dia pun menyebut kalau penyelenggaraan Munas IX Golkar harus menjunjung demokrasi. Menurutnya, kalau tidak dilakukan, maka akan menimbulkan keprihatinan.
Apalagi informasi yang diperolehnya kalau pengurus Golkar di sejumlah daerah seperti Sumatera, Kalimantan mendapat intimidasi agar tidak menemui calon-calon ketua umum.
“Laporan dari daerah, beberapa dilarang menemui calon-calon ketua umum. Dari daerah Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan seterusnya, Ini saya kira sungguh tidak bagus untuk perkembangan demokrasi. Meskipun saya termasuk yang menyarankan agar Bang Ical tidak maju lagi sebaga ketua umum,” katanya.
Selanjutnya Priyo menyebut adanya upaya-upaya yang tidak baik dalam pelaksanaan demokrasi di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.
“Banyak hal yang bikin saya prihatin, justru di saat partai ini sedang diuji untuk mempresentasikan sistem demokrasi hebat yang selama ini sudah kita jalankan. Sebentar lagi munas, siapa yang akan dipilih secara demokratis menjadi nahkoda baru Golkar, saya menginginkan semua berjalan,” kata Priyo.
“Tidak boleh ada ikhtiar yang tidak lazim di Golkar, harus dihindari ikhtiar yang tidak adil, mengada-ada, intimidatif atau cenderung ke arah situ,” imbuhnya.
Priyo juga mengatakan bahwa banyak laporan di daerah yang menyebutkan pelarangan untuk menemui calon ketua umum tertentu. Menurutnya hal itu merupakan hambatan-hambatan yang tidak baik bagi keberlangsungan demokrasi di tubuh partai.
“Kita sering dapat laporan dari daerah. Beberapa dilarang menemui calon-calon ketua umum. Dari beberapa daerah Sumatera, Kalimantan, Maluku dan seterusnya. Ini saya kira sungguh tidak bagus untuk perkembangan demokrasi,” ucap Priyo.
Berhembus pula kabar perubahan syarat pengajuan calon ketum Golkar yang semula mengharuskan didukung minimal 30 persen suara DPD tingkat II menjadi plus 30 persen suara DPD tingkat I. Tentu hal ini bisa menghambat para kandidat lain untuk ikut maju di pemilihan Ketum Golkar. Apakah hal tersebut juga disampaikan Priyo dalam pertemuan antara para caketum dengan Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tanjung di kantor DPP Golkar, malam ini?
“Begini, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), sudah jelas mengemukakan syarat dukungan 30 persen dari pemegang hak suara yaitu DPD-DPD II se Indonesia, Tingkat I, maupun organisasi pendiri. Tidak boleh ada rancangan-rancangan lain yang menjegal. Di antaranya adalah tambahan-tambahan harus 30 persen dukungan dari ketua-ketua DPD tingkat I itu tidak diatur dalam AD/ART kita, kalau ada rancangan selama ini, ini tidak baik karena itu mengada-ada, penilaian ini adalah untuk menjegal. Biarlah sesuai AD/ART saja, 30 persen dari semua pemegang hak suara,” papar Priyo. (*)