Home / Pendidikan / Sekolah Ramah Anak, Magelanglah Modelnya!

Sekolah Ramah Anak, Magelanglah Modelnya!

bidik.co — Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan anak akhir-akhir ini mendorong pemerintah untuk membuat konsep sekolah ramah anak. Diharapkan, sekolah bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman serta memberikan perlidungan bagi anak-anak.

“Dalam jangka pendek ini kita keluarkan bersama dengan Kemdikbud sebuah konsep sekolah ramah anak. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi kekerasan-kekerasan di sekolah,” ujar Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, Wahyu Hartono, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, konsep sekolah ramah anak perlu ditegaskan kembali, mengingat semakin banyak kasus-kasus kekerasan, baik yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. Sudah seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik, terutama dalam mengikuti proses belajar mengajar.

“Dengan demikian, tercipta kondisi aman dan nyaman untuk anak, melihat sekarang ini anak-anak sepertinya mulai tidak betah (di sekolah),” ungkapnya. Diharapkan dengan diterapkannya konsep ramah anak tidak ada lagi kekerasan yang terjadi, baik oleh siswa, guru, dan seluruh pihak.

“Suara anak harus diperhatikan. Guru-guru nanti ada sanksi kalau melakukan kekerasan. Dan guru diharapkan tidak hanya menjadi pengajar tapi sebagai pendidik,” harap wahyu.

Sementara itu, Manajer Program Plan Indonesia Nono Sumarsono mengatakan, kekerasan terhadap anak, baik yang dilakukan maupun dialami oleh anak sudah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan.

Pasalnya, ketika anak pernah mengalami hal tersebut maka dia akan memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama kelak. Karena itu, dia akan berupaya mendorong pemerintah dan masyarakat untuk membangun mekanisme perlindungan yang komprehensif, dan menekankan aspek pencegahan.

“Kalau dibiarkan maka akan menjadi ancaman untuk generasi mendatang,” imbuhnya. Revisi Undang-Undang Salah satu sistem yang telah digagas oleh Plan Indonesia adalah dengan menciptakan konsep mekanisme perlindungan anak berbasis masyarakat (community base child protection/ CBCP). Hal itu digagas karena sistem pelaporan dan perlindungan yang ada saat ini belum terjangkau ke semua wilayah di Indonesia.

Dengan adanya perlindungan anak berbasis masyarakat tersebut diharapkan pencegakan potensi kekerasan dan pelecehan terhadap anak bisa diantisipasi seminimal mungkin.

“Kami mendorong terbangunnya mekanisme perlindungan anak di tingkat akar rumput dengan memperhatikan aspek pencegahan yang melibatkan warga dan juga anak-anak. Disejumlah daerah, konsep ini dilembagakan menjadi kelompok perlindungan anak desa,” terangnya.

Dia juga berharap pemerintah bisa mengadopsi konsep yang telah digagas. Sebab, menurutnya, konsep tersebut sangat efektif menekan potensi kekerasan terhadap anak. “Program ini layak untuk diadopsi ditingkat yang lebih tinggi. Dan harapannya bisa terbentuk di semua desa di Indonesia,” ujar spesialis CBCP Plan Indonesia, Yuyum Fhahni Paryani.

Nono mengaku juga mendorong pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU Perlindungan Anak. Menurutnya, UU tersebut harus lebih mengarah kepada tindak pencegahan, ketimbang penanganan kasus dan rehabilitasi korban. “Karena mencegah jauh lebih baik,” ungkap Nono.

Sementara itu beberapa sekolah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dikembangkan menjadi model “Sekolah Ramah Anak” dan “Sekolah Imbas Ramah Anak”. Program ini bertujuan mengantisipasi aksi kekerasan anak di dunia pendidikan.

Seno Warsito, Change Agent dari Universitas PGRI Semarang, menyebutkan, ada dua sekolah yang menjadi model “Sekolah Ramah Anak”, yakni SD Negeri 1 Secang dan SMP Negeri 1 Tempuran Kabupaten Magelang.

Sedangkan lima cluster atau “Sekolah Imbas Ramah Anak” antara lain SMP Muhammadiyah Tempuran, SMP Negeri 2 Tempuran, SD Negeri 2 Secang, SD Ngabean Secang, dan SD Krincing, Secang, Kabupaten Magelang.

“Program ini dilatarbelakangi oleh banyaknya fenomena kekerasan baik fisik maupun psikis di dunia pendidikan di berbagai daerah di Indonesia. Padahal situasi yang tidak ramah itu bisa membentuk karakter anak,” ujar Seno, di SMP Negeri 1 Tempuran, Kamis (26/3/2015).

Seno menjelaskan, program hasil kerja sama antara Lund University Swedia, Universitas PGRI Semarang, dan UNESCO ini sudah dikembangkan sejak 2010 lalu. Dimulai dari tingkat SD lalu bertahap dikembangkan di tingkat SMP pada 2011 lalu.

Konsep sekolah ramah anak, jelas Seno, adalah sekolah yang memproritaskan kebutuhan anak sesuai karakter masing-masing. Sekolah wajib memberikan yang terbaik untuk anak. Terpenting, tegas Seno, selama proses kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak boleh ada kekerasan fisik dan psikis.

“Jadi para guru dituntut lebih profesional,” tandas Seno.

Menurut Seno, sebelumnya model sekolah ramah anak sudah dikembangkan di dua sekolah PAUD di daerah Semarang. Kabupaten Magelang menjadi yang pertama sebagai model sekolah ramah anak di provinsi Jawa Tengah. Harapannya sekolah-sekolah lain akan terkena imbas dari sekolah ramah anak sehingga ingin mengembangkannya.

“Awalnya ini merupakan tawaran program dari Lund University Swedia di seluruh Sedunia. Selanjutnya bila sekolah berminat maka harus mengajukan proposal ke universitas tesebut,” papar Seno.

Setelah mengajukan proposal, imbuh Seno, pengajar masing-masing sekolah akan mendapat pelatihan gratis di Swedia. Dengan catatan, mereka selanjutnya mengembangkan sekolah ramah anak di daerahnya dan disesuaikan dengan karakter daerah masing-masing.

“Kita terus dampingi pihak sekolah dengan menyelenggarakan workshop, sosialisasi dan penelitian. Kita juga berikan pelatihan untuk seluruh guru SD dan SMP di Kabupate Magelang,” ujar Seno.

Sri Mardiyani, salah satu pengajar di SMP Negeri 1 Tempuran, menyambut baik dengan adanya program ini. Menurut Sri, sejak setahun terakhir sekolahnya telah menerapkan konsep sekolah ramah anak. Sekolah menerapkan 3 S (senyum, salam, dan sapa) untuk selalu disertakan dalam aktivitas di sekolah.

“Sebelum masuk sekolah atau kelas guru, murid, karyawan harus selalu saling senyum, sapa dan salam. Kita sangat menghargai hak-hak anak. Dan terbukti konsep ini dapat mengurangi angka kenakalan remaja,” ucap Sri. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Agar Tak Terjajah, Indonesia Harus Perkuat Kualitas Manusianya

Bidi.co — Di era globalisasi, peran pendidikan menjadi semakin penting bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.