bidik.co — Mantan Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu, Yusril Ihza Mahendra lewat akun twitternya mengatakan menggelikan jika ada pemimpin yang penampilannya merakyat namun kebijakannya justru merugikan rakyat.
“Sungguh menggelikan jika ada pemimpin yg penampilannya merakyat tapi kebijakannya malah untungkan kaum kapitalis dan merugikan rakyat” tulis Yusril via @yusrilihza_mhd, Senin (5/1/2015)
Menurutnya, pemimpin yang merakyat itu bukan dari penampilan, tetapi soal pemikiran, kebijakan, dan tindakan yang pro rakyat.
“Pemimpin merakyat itu bukan soal penampilan tapi pemikiran, kebijakan dan tindakannya yg pro rakyat,” tulisnya.
Yusril memberi contoh Presiden RI pertama, Soekarno. Ia menyebut penampilan Bung Karno tidak merakyat. Pakaiannya necis, pakai jas dan dasi, kacamata, dan menyukai dansa dan tari lenso. Mobil Bung Karno juga bagus, istana yang mentereng, punya koleksi lukisan, patung-patung, dan karya seni kelas dunia.
“Tapi siapa yg berani bilang pikiran, kebijakan dan tindakan Bung Karno tidak pro rakyat. Ada yg berani? Hehe,” lanjut Yusril
Sebelumnya, Yusril juga mengkritisi pemerintah yang cenderung meminta masyarakat mencari solusi sendiri atas kenaikan sejumlah barang seperti cabai, beras, hingga bbm.
Yusril menulis dalam twitternya pada Minggu (4/1/2015),”Kalo cabe mahal rakyat disuruh nanam cabe aja biar harga cabe turun sendiri. Enak tenan jd Pemerintah. Kalo bbm mahal, rakyat disuruh jalan kaki aja sekalian olah raga. Enak tenan jadi Pemerintah. Kalau tarif langganan PDAM naik, rakyat disuruh shalat minta hujan aja, biar irit pake air PDAM. Enak tenan jd pemerintah. Kalo beras mahal, rakyat disuruh puasa Nabi Daud aja, sehari makan sehari enggak, biar hemat. Enak tenan jadi pemerintah hehe”
Yusril pun berkesimpulan, “Hehe enak tenan jadi Pemerintah. Kalau ada masalah, rakyat disuruh cari solusi sendiri. Kok bisa ya.”
Sementara itu berkaitan dengan kebijakan pemerintah Presiden Jokowi yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium per tanggal 1 Januari, dari harga Rp 8.500 menjadi Rp 7.600. Keputusan itu diambil salah satunya lantaran melihat tren harga minyak dunia yang mengalami penurunan.
Selain menurunkan, pemerintahan Jokowi juga mencabut subsidi untuk premium.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memperingatkan pemerintahan Jokowi agar berhati-hati dalam membuat kebijakan. Terlebih soal harga BBM yang sebelumnya dinaikkan oleh Presiden Jokowi.
“Harga BBM keputusan MK sudah jelas, pengelolaan harga BBM tidak boleh mengikuti harga pasar, karena kita tidak menganut pasar bebas di harga BBM,” kata Fahri kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/1/2015).
Fahri menegaskan, subsidi BBM sebetulnya telah diatur dalam konstitusi. Oleh karenanya, pemerintah harus berhati-hati di dalam menentukan harga BBM apalagi patokan yang digunakan adalah harga minyak dunia.
“Ketentuan tentang harga dibahas bersama DPR dan diputuskan bersama DPR pada tiap masa persidangan membahas APBN dan APBN-P,” jelas Fahri.
“Pemerintah hati-hati bermain dengan logika harga pasar sebab itu dapat dituduh melanggar konstitusi dan bisa menyeret pemerintah ke serangan politik yang merepotkan nantinya,” tandasnya.
Diketahui sebelumnya, pemerintah Presiden Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi di bulan pertama ketika baru menjabat. Harga premium yang awalnya Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500 per liter. Adapun salah satu alasanya adalah ingin mengalihkan subsidi BBM ke sektor lainnya.
Kemudian, pada awal tahun 2015 ini, kebijakan baru diputuskan oleh pemerintah Presiden Jokowi. Harga BBM kembali diturunkan, yang awalnya premium dipatok dengan harga Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter. (*)