bidik.co – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak permintaan presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebelum masa jabatannya berakhir.
“Terus terang, tadi malam secara khusus saya minta kepada Pak SBY menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM,” ujar Jokowi di Balaikota, Kamis (28/8/2014) pagi.
“Jawabannya, ya beliau menyampaikan bahwa saat ini kondisinya dianggap masih kurang tepat untuk menaikkan BBM,” ujar Jokowi.
Jokowi menyayangkan langkah SBY tersebut. Sebab, ia merasa anggaran subsidi energi membebani APBN 2015, belum lagi anggaran yang disediakan demi membayar utang luar negeri.
Jumlah alokasi subsidi energi dalam RAPBN 2015 mencapai Rp 433,5 triliun. Adapun jumlah alokasi untuk utang mencapai Rp 154 triliun. “Sangat membebani,” ujar dia.
Jokowi memastikan, harga BBM akan dinaikkan saat dirinya menjabat sebagai presiden seusai 20 Oktober 2014 mendatang. Namun, dia tidak bisa menyebut bulan ke berapa harga BBM bakal dinaikkan.
Psikolog politik Universitas Indonesia (UI), Dewi Haroen, menyebut Presiden terpilih Joko Widodo cengeng. Menurut Dewi, selama ini suksesor selalu mewarisi apa pun kebijakan pendahulunya tanpa protes.
Hal itu dikatakan Dewi terkait permintaan Jokowi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menarik subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Belum pernah terjadi para penerus presiden meminta dari presiden terdahulu mereka, karena mereka selalu menerima warisan tanpa ada protes. Kok (Jokowi) manja banget, kok cengeng?” kata Dewi di Jakarta, Kamis (29/8/2014) malam.
Menurut Dewi, jika Jokowi sudah siap memimpin dengan segala risiko pemerintahan yang dihadapi, mestinya dia tidak panik. Penulis buku Personal Branding itu menilai Jokowi cari aman agar kelangsungan fiskal di masa pemerintahannya tetap terjaga.
“Arahnya kok wah nanti tidak ada anggaran untuk memenuhi janjinya (ketika kampanye). Kalau enggak dinaikin (harga BBM), jadi enggak ada ruang untuk fiskal, dia tidak bisa memenuhi janji kampanye dong,” cetusnya.
Dewi kemudian menyarankan Jokowi untuk tak lagi terjebak pada politik pencitraan. Saat ini, menurutnya yang harus dipikirkan adalah melakukan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat, meski harus memutuskan kebijakan yang pahit.
“Jangan membuat rakyat seperti harus ikut, benahi saja dengan tim. Mulai bekerja, jangan lagi politik pencitraan. Jujur saja seperti apa kondisinya, kalau dia berani,” tandasnya.(if)