bidi.co — Sekitar 70 di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mewakili 70 pesantren se-Jawa Tengah, menolak hasil Muktamar Surabaya yang mengangkat Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP.
Penolakan itu adalah hasil dari pertemuan (holaqoh) di Pesantren Al Itqon, Bugen, Pedurungan, Semarang, akhir pekan lalu. Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya, KH Abdul Rozak (Pondok Pesantren Al Falah Srumbung Magelang), KH Kharis Shodaqoh (Ponpes Al Itqon, Semarang), KH Hamzah Hasan (Ponpes Tambiul Ghofilin, Banjarnegara), dan KH Zuhrul Anam (Ponpes Al Tauzi Al Islami, Purwokerto).
KH Kharis Shodaqoh mengatakan, para ulama mendukung sikap Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimoen Zubair yang menyatakan Muktamar PPP di Surabaya tidak sah, dan ditindaklanjuti menjadi salah satu rekomendasi.
Dalam pertemuan itu, lanjutnya, para ulama juga menyampaikan keprihatinannya terkait sikap beberapa pengurus PPP yang tidak taat dan menghargai Mbah Maimoen Zubair sebagai sesepuh partai.
“Kami sangat prihatin dengan sikap segelintir pengurus PPP yang menghalalkan segala cara hanya untuk memenuhi ambisinya,” kata KH Kharis Shodaqoh, dalam keterangan pers tertulis.
Jelas KH Kharis, rekomendasi lainnya yaitu, mendukung Muktamar yang akan digelar oleh Majelis Syariah dan Mahkamah Partai pada 24 Oktober di Jakarta. Seluruh DPW dan DPC PPP diwajibkan hadir di Muktamar Jakarta.
Selain itu, para kiai mengajak seluruh kader PPP melaksanakan mujahadah demi terselenggaranya Muktamar yang barokah serta melahirkan pemimpin yang amanah dan ber-ahlaqul karimah. [ald]
Sementara itu Panitia Pelaksanaan Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) VIII pada 15-17 Oktober 2014 di Kota Surabaya, Jawa Timur menegaskan sesuai dengan arahan Ketua Majelis Syariah DPP PPP KH. Maimoen Zubair atau Mbah Moen.
Putusan Rapat Pimpinan Majelis tertanggal 15 Oktober 2014 pada poin ke-6 menyebutkan bahwa Muktamar VIII sebaiknya diselenggarakan sebelum tanggal 20 Oktober 2014.
Wakil Sekjen DPP PPP periode 2011-2015, Isa Muchsin, menegaskan, jika mengacu pada putusan Majelis Syariah yang ditandatangani Ketua KH Maimoen Zubair dan Sekretaris H. Anas Tahir, maka muktamar PPP VIII di Surabaya sah. Menurut dia, keputusan yang dibuat Majelis Syariah tersebut telah dilaksanakan oleh DPP PPP.
“Sesuai putusan Majelis Syariah point 6 bahwa Muktamar sebaiknya digelar sebelum 20 Oktober 2014, maka hanya ada satu muktamar yakni Muktamar VIII di Surabaya yang digelar 15-17 Oktober 2014,” kata Isa Muchsin dalam keterangan persnya, Senin (20/10/2014).
Muktamar VIII di Surabaya sudah memenuhi kuorum karena dihadiri sekitar 866 dari 1.244 pemilik suara. Dengan jumlah peserta tersebut, maka Muktamar VIII Surabaya sah karena memenuhi ketentuan ART pasal 22 yang mensyaratkan muktamar dihadiri lebih dari 1/2 utusan DPW dan lebih 1/2 utusan DPC.
Selain itu, kehadiran peserta sesuai dengan pasal 25 UU 2/2008 tentang Parpol yang mensyaratkan keabsahan forum tertinggi partai harus disetujui oleh 2/3 peserta.
Dengan demikian, lanjut mantan Sekjen PB PMII ini, tidak ada lagi muktamar selain Surabaya. Pihaknya juga mengingatkan bahwa Majelis Syariah bukanlah eksekutif di PPP.
“Eksekutifnya adalah pengurus harian DPP PPP yang sudah menggelar Muktamar VIII di Surabaya,” urainya.
Mengenai kabar adanya Muktamar di Jakarta pada 30 Oktober 2014, Isa menegaskan bahwa kegiatan tersebut hanya silaturahmi politik antarkader PPP yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Isa juga mengingatkan, bahwa telah terjadi perubahan nomenkelatur struktur PPP di tingkat kabupaten/kota. Untuk struktur kepengurusan di tingkat kabupaten/kota menggunakan istilah Dewan Pimpinan Daerah (DPD), sedangkan untuk tingkat kecamatan menggunakan istilah Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
“Jadi sejak Muktamar VIII Surabaya, tidak ada lagi DPC yang menjadi peserta muktamar, karena semuanya sudah berubah menjadi DPD,” terangnya. (ai)