bidik.co — Pria poligami atau yang memiliki istri lebih dari satu, ternyata lebih berisiko empat kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Demikian menurut hasil penelitian terbaru yang dipersentasikan di Asia Pasifik Society of Cardiology Congress pada Rabu (29/4/2015) lalu.
“Kami menemukan hubungan antara peningkatan jumlah istri dengan penyumbatan koroner,” ujar rekan penulis studi dokter Amin Daoulah yang juga seorang ahli jantung dari King Faisal Specialist Hospital & Research Center di Jeddah, Arab Saudi.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Biology Letters ini melibatkan 687 pria dengan usia rata-rata 59 tahun yang menjalani pemeriksaan jantung di lima rumah sakit daerah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sebanyak 68 persen pria tersebut memiliki satu istri, 19 persen memiliki dua istri, 10 persen memiliki tiga istri, dan 3 persen memiliki empat istri. Hasilnya, pria poligami 4,6 kali lipat berisiko mengalami penyumbatan arteri koroner daripada yang monogami atau hanya satu istri. Selain itu, 2,6 kali lipat berisiko mengalami sumbatan pada beberapa arteri lainnya.
Daulah menduga, pria poligami akan memiliki beban lebih terhadap kehidupan rumah tangga, baik dari segi finansial maupun emosional. Daulah juga menambahkan, kemungkinan faktor lain yang menyebabkan penyakit jantung koroner, adalah seperti tingkat keintiman dalam pernikahan, kebiasaan pola makan, hingga faktor genetik.
Hal senada dikatakan dokter Michel Komajda dari European Society of Cardiology. Menurutnya, tingkat stres yang lebih tinggi pada pria poligami diduga memengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner. “Kita tahu bahwa stres dalam jangka panjang dalam kehidupan keluarga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,” kata Komajda.
Sementara studi yang pernah dilakukan Virpi Lummaa, seorang ekolog dari University of Sheffield, Inggris tahun 1999 mengatakan bahwa poligami bisa memperpanjang umur hingga 12 persen daripada pria yang monogami. Tapi studi lain menyebutkan bahwa istri yang dipoligami cenderung lebih stres.
Tidak hanya pria, wanita yang dipoligami pun ternyata lebih panjang umur. Sebuah fenomena yang disebut para peneliti sebagai efek nenek bisa menjelaskan mengapa wanita yang dipoligami punya umur lebih panjang, terutama setelah melewati masa menopause.
Lumma mengatakan bahwa setiap 10 menit seorang wanita berhasil melewati masa menopause, kebahagiaanya akan bertambah 2 kali lipat. Peneliti mengatakan bahwa banyaknya cucu dan perhatian dari anak-anaknya membuat ia lebih bahagia dan ingin hidup lebih lama.
Sementara itu, pria yang mmelakukan poligami disebut peneliti masih memiliki alat reproduksi yang bagus hingga umur 60, 70, bahkan 80 tahun. “Hal itulah yang yang kemungkinan memperpanjang hidupnya,” ujar Lumma seperti dikutip dari Redorbit, Selasa (20/10/2009).
Lumma dan timnya membandingkan negara-negara yang melakukan praktik poligami dengan negara yang monogami, dan hasilnya ternyata mereka yang melakukan praktik poligami memang lebih sehat dan memiliki nutrisi yang lebih baik ketimbang mereka yang monogami.
Peneliti mengatakan bahwa rahasia dari manfaat poligami berasal dari istri. Suami yang memiliki istri banyak, yang bisa mengurus dirinya dengan baik sudah tentu akan memiliki kesehatan yang lebih baik. Mereka juga akan lebih bahagia karena memiliki banyak anak dan kehidupan seksnya terpenuhi terus.
“Kebutuhan seks yang terpenuhi membuat kesuburan tetap bertahan meski sudah memasuki usia abu-abu. Dan kesuburan seseorang sangat berpengaruh terhadap fungsi hormon yang mengatur metabolisme tubuh. Semakin baik kesuburannya, semakin baik pula kinerja hormon dan itu membuat seseorang tetap sehat,” jelas Lumma.
Manfaat poligami lainnya yang disebut peneliti yakni adanya dorongan dan motivasi untuk terus menghidupi dan memberi nafkah untuk anak dan istrinya. Menurut antropolog Chris Wilson dari Cornell University in Ithaca, New York, hipotesis tersebut sangat masuk akal.
Bagi pria, poligami memang akan membawa manfaat yang baik untuk kesehatan, namun bagi wanita sepertinya tidak. Meskipun beberapa studi menyebutkan bahwa poligami membawa efek baik untuk sang istri, tapi lebih banyak studi yang menunjukkan bahwa istri yang dipoligami cenderung lebih stres.
Profesor Martha Bailey dan Bita Amani dari Queen’s University menyebutkan bahwa istri dan anak akan menjadi korban dalam rumah tangga kerika seorang suami memilih untuk melakukan poligami.
“Mereka lebih banyak mengalami depresi dan stres karena perasaan cemburu. Mereka juga cenderung menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Bailey.
Sementara suami yang melakukan poligami mendapat pemenuhan seks yang baik, istri yang dipoligami justru menderita karena harus menghadapi kenyataan suaminya berbagi seks dengan wanita lain dan kemungkinan penyakit menular seksual.
Ketika seorang wanita depresi, pola pengasuhan anaknya pun menjadi kacau. Dan itu akan memberi dampak negatif bagi anak. Anak juga berisiko mengalami trauma dan dikucilkan oleh teman-temannya. Perilaku mereka pun menurut peneliti lebih sulit terkontrol karena peran ayah menjadi berkurang.
Namun yang paling penting dalam poligami adalah perhatian suami terhadap semua istri dan anak-anaknya. “Suami yang melakukan poligami akan lebih panjang umur hanya jika ia bisa memperhatikan dan memperlakukan semua istri dan anak-anaknya dengan adil,” ujar Wilson. (*)