Bidik.co — Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Handoyo Sudrajat, menolak disalahkan ihwal pemberian dukungan kepada gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, oleh beberapa narapidana kasus terorisme termasuk Abu Bakar Ba’asyir. Dia justru menyalahkan keadaan lantaran sipir tidak bisa maksimal mengawasi gerak-gerik para napi.
“Intinya kami seperti yang ketitipan indekos. Kami yang dianggap salah, lalai, padahal kan SDM kurang, sarana prasarana kurang. Kita enggak bisa dengan keterbatasan itu,” kata Handoyo kepada awak media di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (4/8/2014).
Handoyo justru menuding Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 lambat menindaklanjuti informasi. Dia pun merasa jika informasi akan ada proses pembaiatan sudah diterima sejak awal, maka dia bisa melakukan pencegahan dengan memindahkan Ba’asyir ke penjara tingkat keamanan maksimum.
“Begitu informasi masuk, diklarifikasi, terbukti ada. Kan selanjutnya bisa diisolasi di Sentul. Ini menyangkut negara, masa menunggu ada yang mengadu? Kalau informasinya sekitar dua juta yang sudah berbaiat itu sudah jadi bom waktu,” ujar Handoyo.
Handoyo mengaku sudah mengontak BNPT dan Kepala Densus 88. Meski begitu, dia mengaku belum ada keputusan apapun terkait tindakan Ba’asyir dan beberapa napi teroris lain.
Sebelumnya beredar foto yang menampilkan Baasyir bersama 13 orang yang diduga anggota ISIS. Satu di antara mereka terlihat membentangkan bendera ISIS berwarna hitam. Foto itu diambil di sebuah ruangan lebar berlantai kayu. Baasyir duduk diapit para pria itu dan mereka mengenakan pakaian putih.
Informasi yang beredar, anggota satu organisasi pendukung ISIS, Forum Aktivis Syariat Islam (FAKSI), secara teratur bertemu Baasyir di LP Nusakambangan. Anggota-anggota FAKSI ini diketahui sebagai jaringan dari Jamaah Ansharut Tauhid-JAT yang didirikan Baasyir. (ai)