bidik.co — Siapa tak kenal Warren Buffett? Ia salah satu orang terkaya di dunia, terkaya nomor 3 di dunia. Pria ini mengenyam masa kecil di Omaha, Amerika Serikat (AS), yang pada usia 7 tahun sudah mulai usaha dengan menjual botol Coca-Cola.
Buffett juga pernah menyambi sebagai loper koran saat berumur 11 tahun. Belum lagi, Buffett pernah menjadi pemungut bola golf yang bisa dijual lagi dengan harga murah kepada pemain golf.
Sekarang, Buffet memiliki Bershire Hathaway yang mempunyai nilai aset mencapai 525 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.825 triliun (kurs Rp 13.000 per dollar AS), atau lebih dari tiga kali lipat belanja APBN Perubahan 2015 Indonesia yang “hanya” senilai Rp 1.984,1 triliun.
Peramal dari Omaha
“Saya selalu tahu akan menjadi kaya. Saya tidak pernah meragukan satu menit pun.”
Warrent Buffet sang oracle from Omaha atau Peramal dari Omaha memulai kariernya sebagai pengusaha sejak usia belasan tahun. Dari kecil bakatnya untuk memrediksi dan melihat peluang usaha sudah terlihat. Orang tuanya memberi dukungan, sembari terus menanamkan kesederhanaan, yang terbukti menjadi salah satu sikap unik Buffett yang kemudian diturunkan kepada anak-anaknya.
Warren Buffett lahir di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat, 30 Agustus 1930 dari pasangan Howard dan Leila Buffett. Warren anak kedua dari tiga bersaudara, dan sejak kecil jiwa usahawannya sudah terlihat paling menonjol.
Buffett menyukai angka, hitung-hitungan, dan statistik. Hobinya membaca, terutama buku-buku yang terkait angka. Bakatnya kian berkembang karena didukung lingkungan keluarga. Kakeknya pemilik toko baham makanan, dan ayahnya seorang pengusaha pemilik perusahaan penjual saham Buffett & Falk Co dan juga seorang politikus.
Pada usia 6 tahun, saat anak-anak seusianya asyik bermain, Buffett memilih bekerja di toko kakeknya. Tugas utamanya, ialah mengantar barang yang dipesan pelanggan. Saat mengantar barang-barang itu, dia melihat banyak orang yang kepanasan dan membutuhkan minuman segar. Maka, dia pun membeli 6 botol Coca Cola di toko kakeknya seharga US$25 dan kemudian menjual dengan cara berkeliling. Buffett mendapat keuntungan pertama sebesar US$5.
Namun, berjualan Coca Cola dengan cara seperti itu dia nilai tidak efektif, terlalu melelahkan. Buffett kemudian tertarik menjadi pengantar koran. Dia memilih pekerjaan ini karena bisa dilakukan dengan menggunakan sepeda.
Pada usia 11 tahun, setelah merasa uang tabungannya cukup, Buffett mendatangi kantor ayahnya dan mulai membeli saham pertamanya Cities Service seharga US$38 per saham. Sang ayah mendukung dan memberi kebebasan pada Buffett untuk berdiskusi, menganalisa, dan memilih saham yang dia nilai baik.
Tidak lama setelah itu, harga saham Cities Service merosot menjadi US$27. Warren muda tidak panik. Dia sudah lama belajar menunggu, hingga akhirnya harga saham Cities Service naik lagi menjadi US$ 40. Saat itu, dia memutuskan untuk melepas saham dan mendapat keuntungan cukup besar untuk anak seusianya.
Namun, keputusan itu dia sesali, karena beberapa tahun kemudian harga saham Cities Service menjadi US$ 200 per lembar. Dari peristiwa ini Buffett mendapat dua pelajaran: Pertama, saham merupakan investasi jangka panjang. Kedua, belajarlah bersabar!
Atas saran orang tuanya, Buffett menginvestasikan lagi tabungan dan keuntungannya dengan membeli saham sebuah pertanian.
Di bidang akademis, Buffett muda mencatat prestasi mengaggumkan, lebih cepat lulus dibanding teman-teman seusianya. Sambil terus memuaskan rasa ingin tahu pada pergerakan saham, saat duduk di bangku SMA, Buffett memutuskan untuk memulai bisnis baru, membeli mesin permainan pinball, dan menitipkannya di sebuah barber shop. Pemilik barber shop senang, karena sejak saa itu usahanya banyak dikunjungi, dan Buffett pun girang karena pada akhirnya dia bisa terus menggandakan mesin pinballnya.
Mendapat uang yang lumayan besar, Buffett memutuskan untuk tidak kuliah, tapi langsung menjadi pengusaha. Ayahnya melarang, memberi penjelasan pentingnya belajar. Maka, Buffett akhirnya masuk ke Universitas Pennsylvania, jurusan bisnis. Dosen-dosennya mengagumi kecerdasan otak muridnya, sementara Buffett mulai dilanda kebosanan. Dia kemudian mengikuti gerak ayahnya, pindah ke Universitas Nebraska Lincoln di Omaha dan berhasil lulus dalam usia 19 tahun.
Lagi-lagi, sang ayah mendorong Buffett untuk melanjutkan sekolah. Kali ini Buffett memilih sendiri Universitas Colombia, New York. Pilihan itu ditetapkan setelah dia terpesona membaca buku yang berisi tentang analisa saham berjudul Intelligent Investor karya Benjamin Graham, salah satu praktisi ternama yang juga dosen di bidang analisa saham.
Selain orang tuanya, Graham membawa banyak pengaruh dalam kehidupan Buffett sebagai pengusaha. Grahamlah yang meyakinkan Buffett muda yang saat itu menggebu-gebu menjadi pialang saham, bahwa kepandaian dan bakatnya lebih cocok jika dia bekerja di perusahaan analisa saham. Ayahnya pun mendorong Buffett untuk mencari pengalaman terlebih dahulu.
Awalnya, Buffett ingin bekerja bersama dosennya Graham di perusahaan asuransi Geico, dimana Graham menjabat sebagai presiden direktur. Namun, keinginannya itu tidak terwujud. Akhirnya Buffett menerima tawaran ayahnya, kembali ke Omaha, bekerja di Buffett Falk co.
Selain itu, Buffett memutuskan untuk menjadi dosen, mengajar tentang investasi di Universitas Nebraska. Di sinilah muncul prinsip-prinsip investasi Buffett yang hingga saat ini diikuti para pemain saham di seluruh dunia.
Setelah menikah pada 1952 dengan Susan Alice, Buffett sempat bekerja di Geico, sebelum akhirnya kembali ke Omaha dan membuka sendiri perusahaan analisis saham. bernama Buffet Partnership Ltd. Karier
Karier Buffett kian bersinar, apalagi setelah menemukan partner yang sangat cocok, Charles Munger. Ketepatan ramalan Buffett di pasar saham mulai memengaruhi banyak orang di dunia, hingga dia mendapa julukan Oracle from Omaha atau Peramal dari Omaha.
Komentarnya: “Saya beruntung memiliki partner luar biasa seperti Charles Munger dan juga CEO-CEO hebat di perusahaan.”
Peraturan nomor satu: Jangan pernah menghilangkan dan menghancurkan uang pemegang saham, dan peraturan nomor dua: Jangan lupakan peraturan nomor satu.
Karier Buffett kian melejit, terutama setelah membeli Pabrik Tekstil Berksrey Hathaway pada 1962. Dari pabrik tekstil yang saat itu terus merugi, Buffett melakukan terobosan dan mengubah haluan utama menjadi perusahaan investasi.
Lewat Berksrey inilah, Buffett melakukan pembelian-pembelian saham. Analisanya dinilai sangat tajam dan menjadi panduan para pembeli saham di seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya dibeli antara lain Solomon, Coca Cola, Amex, Blue Chips Stamps, Gilette, hingga Washington Post. Tercatat, lewat perusahaannya ini, Buffett memiliki 63 perusahaan.
Pada 1990, Buffet menjual saham kelas A Berkshire Hathway. Dari penjualan itu dia mendapat keuntungan sangat besar dan menjadi milyader dunia. Lima tahun kemudian, Majalah Forbes menetapkan Buffett sebagai orang terkaya di dunia, sebelum akhirnya kedudukannya digeser Bill Gates.
Terlepas dari itu, cara kepemimpinan Buffett di Berkshire Hathway menjadi sorotan dan pembicaraan masyarakat dunia. Apa yang dilakukan disebut-sebut unik dan fenomenal. Buffet memberi kepercayaan penuh pada para pemimpin perusahaan yang sudah dia pilih.
Dalam satu tahun, dia hanya satu kali menulis surat, kepada para CEO perusahaannya. Isinya sederhana saja, menyampaikan apa target yang akan dicapai setiap tahun. Buffett hanya memberikan dua peraturan yang kini sangat dikenal di dunia, Peraturan pertama: Jangan pernah menghilangkan dan menghancurkan uang pemegang saham, dan peraturan kedua: Jangan lupakan peraturan nomor satu.
Setelah itu, tidak ada lagi intruksi, baik lewat telepon atau pun email. Hingga kini, Buffett tidak mau menggunakan kedua teknologi tersebut.
Saya mau memberikan kepada anak-anak saya secukupnya saja, sehingga mereka merasa masih perlu melakukan sesuatu untuk maju. Tidak terlalu banyak, supaya mereka tidak merasa tak perlu lagi melakukan apa-apa.
Mempelajari dan memahami cara berpikir Buffett yang terkadang lepas dari pakem sangatlah menarik. Dalam keseharian, miliader ini hidup sangat sederhana dan setia pada prinsip.
Kesederhanaan menjadi pegangan hidupnya hingga sekarang. Meski sudah menjadi miliarder dan memunyai penyewaan jet pribadi, saat bepergian Buffett tidak pernah menggunakan jet pribadi. Dia juga tidak memiliki sopir dan pengawal pribadi.
Selan itu, sampai sekarang dia memilih tetap tinggal di sebuah rumah sederhana dengan 3 kamar berukuran kecil dipusat kota ohama yang dia beli 50 tahun lalu. “Semua yang saya butuhkan ada di rumah ini,” katanya ketika para wartawan menanyakan alas an mengapa dia tetap memilih tinggal di rumah sederhana, padahal bisa membeli rumah supermewah.
Buffett juga dikenal sebagai sosok yang hampir tidak pernah menggunakan teknologi. Dia tidak menggunakan komputer, tidak juga telepon genggam. Buffett lebih senang tinggal di rumah, bermain kartu, menonton televise sambil makan pop corn. “Belilah barang-barang yang kamu butuhkan dan membuat kamu nyaman,” katanya.
Ketiga anaknya juga diajar hidup sederhana. Salah satu prinsip yang dia anut dan tularkan, ialah: Uang tidak menjadikan manusia hebat, tetapi manusialah yang menjadikan uang hebat dengan menggunakan untuk kebaikan.
Karena itu, Buffett hanya mewariskan 20% dari kekayaannya pada ketiga anaknya yang masing-masing memang sudah bekerja dan hidup mapan. Alasannya sederhana, “Saya mau memberikan kepada anak-anak saya secukupnya saja, sehingga mereka merasa masih perlu melakukan sesuatu untuk maju. Tidak terlalu banyak, supaya mereka tidak merasa tak perlu lagi melakukan apa-apa.”
Ajaran Buffett memang bukan sekadar kata-kata. Pada 2006, Buffeett menyumbangkan 85% kekayaannya atau senilai US$30,7 miliar ke yayasan amal. Antara lain ke Buffett Foundation, dan sebagian besar ke Gates Foundation yang didirikan dua sahabat baiknya Bill dan Melida Gates, orang terkaya nomor satu di dunia pada 2011, versi Majalah Forbes.
Begitulah Warren Buffett. Di saat anak seusianya asyik bermain, dia sudah mulai melakukan investasi. Dan di saat kekayaannya mencapai puncak, dia justru menyerahkan sebagian besar ke yayasan amal. Hidup dan pemikiran Buffett memang berbeda jika dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.
Kebiasaan Warren Buffett
Bagaimana kita bisa belajar dari kisah sukses dan kebiasaan Buffett, sehingga dia bisa menjadi sukses seperti saat ini. Berikut kebiasaan Buffett seperti dilansir dari CNN, Kamis (26/3/2015).
Pertama, Tak Pernah Berhenti Belajar
Pada perayaan 50 tahun Berkshire Hathway, Charlie Munger, orang tertinggi kedua di Berkshire mengatakan soal sifat penting Buffett sehingga bisa sukses seperti sekarang.
“Buffett membatasi kegiatannya dalam hidup, dan memaksimalkan perhatiannya kepada aktivitas yang dia lakukan. Ini dia lakukan terus menerus selama 50 tahun. Kesuksesan Buffett sama seperti Roger Federer sukses di tenis. Buffett juga melakukan metode yang sama seperti pelatih basket John Wooden yang sukses memenangi banyak pertandingan. Buffett juga terus meningkatkan kemampuannya selama 50 tahun,” kata Munger.
Dalam kata lain, Buffett merupakan orang yang terus belajar dan mengembangkan kemampuannya. Dalam buku “Outliers’, Malcolm Gladwell menyarankan semua orang, untuk menjadi ahli dalam suatu bidang, skill atau kemampuan sangat berpengaruh. Namun ada komponen kunci yang sama pentingnya, yaitu latihan. Dan perlu dedikasi bekerja selama 10 ribu jam untuk menjadi ahli yang sejati.
“Latihan bukanlah hal yang anda lakukan saat anda menjadi ahli. Latihan adalah hal yang dilakukan untuk menjadikan anda ahli,” kata Gladwell.
Gladwell mengambil contoh soal Bill Gates, yang sembunyi-sembunyi keluar dari rumah orangtuanya saat malam untuk mempelajari sistem komputer di sekolahnya. Atau The Beatles yang bermain 8 jam sehari di berbagai bar sebelum menjadi ahli di bidang musik.
Buffett pernah mengutarakan: “Saya mendesak untuk menghapuskan waktu banyak, hampir tiap hari, untuk duduk dan berpikir. Ada hal yang tidak biasa dalam dunia bisnis di Amerika. Saya membaca dan berpikir, dan terus melakukan itu, dan membuat keputusan yang tidak banyak dilakukan orang dalam bisnis. Saya menyukai ini,” kata Buffett.
Jadi siapa pun anda, kita tidak pernah menjadi sempurna. Namun dengan latihan, anda akan terbantu mendekati kesempurnaan.
Kedua, Sabar Menjadi Kuncinya
Dunia di sekeliling kita berputas sangat cepat, dan sulit untuk diikuti. Seperti pernah ditulis The Wall Street Journal, “Butuh 75 tahun bagi telepon untuk mencapai 50 juta pengguna. Sementara Angry Birds hanya butuh 35 hari saja.”
Ada karakteristik yang berbeda dan mengagumkan soal Buffett terkait kesabarannya. Pada 2003 lalu dia menulis:
“Kami membeli saham Wells Fargo tahun lalu. Kemudian kami memegang saham 6 perusahan besar, kami terakhir membeli saham Coca-Cola di 1994, American Express di 1998, Gillette di 1989, Washington Post di 1973, dan Moody’s di 2000. Broker tidak suka terhadap kami.”
Pada 2010 lalu, Buffett membuat pidato kepada para pemegang saham Berkshire: “Kami masih membutuhkan kinerja yang bagus untuk bisnis yang telah ada dan melakukan akuisisi lagi. Kami telah bersiap. Senjata telah diisi, dan jari saya sudah gatal untuk menembaknya,” kata Buffett.
Orang saat ini mengira Buffett akan membeli sebuah perusahaan bernilai miliaran dolar. Padahal, sejak 2010 dan sampai sekarang kas Berkshire mencapai lebih dari US$ 60 miliar, Buffett masih bertahan untuk menunggu waktu yang tepat. Hingga saat ini akhirnya Buffett melalui Heinz, melakukan pembelian Kraft yang mencengangkan, hingga puluhan miliar dolar.
Ketiga, Memberi Penghargaan Kepada Orang yang Tepat
Satu hal yang perlu dicatat soal Buffett adalah, kemauannya untuk memuji pegawai di sekelilingnya.
Pada 2009 lalu, Buffett memberikan penghargaan kepada Ajit Jain, yang mengepalai Berkshire Hathway Reinsurance dan akhirnya ini memunculkan spekulasi, bahwa Ajit bakal menjadi kandidat untuk menggantikan Buffett di Berkshire.
“Bila Charlie (Munger), saya, dan Ajit berada dalam kapal yang mau tenggelam, dan Anda hanya bisa menyelamatkan satu dari kami, berenanglah ke Ajit,” kata Buffett kala itu.
Buffett juga pernah memberi penghargaan kepada Todd Combs dan Ted Weschler, yang mengatur portofolio saham Berkshire, pada 2013 lalu.
“Di tahun di mana banyak manajer pengelola saham sulit untuk mengangkat indeks saham S&P 500, Todd Combs dan Ted Weschler bisa melakukannya. Sekarang mereka berdua mengelola portofolio senilai US$ 7 miliar. Mereka menghasilkannya. Saya harus mengakui, kinerja investasi mereka bagus,” kata Buffett.
Begitulah pria bernilai lebih dari US$ 70 miliar, yang mengerti bagaimana harus bekerja dengan manusia lain yang penting bagi kesuksesannya. Jadi, siapa pun kita, kita harus berterima kasih kepada orang yang membantu kita. Namun kita juga harus tetap menjadi diri sendiri. (*)