bidik.co — Perbankan di dalam negeri didorong bisa berkonsolidasi menghadapi pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) industri keuangan yang akan mulai dibuka pada 2020 mendatang.
Konsolidasi perbankan ini sudah dilakukan terlebih dahulu oleh bank-bank lain di negara ASEAN. Konsolidasi ini dilakukan untuk memperkuat posisi bank nasional di ajang pasar bebas ASEAN
“Kita mendukung konsolidasi, jika kita ada 118 bank, itu kan kecil-kecil, baiknya konsolidasi. Bank-bank lain juga mulai konsolidasi, kita juga kalau bisa konsolidasi akan sehat, semua perbankan harus mempersiapkan, jika ada bank yang mau masuk kita bisa mempersiapkan,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di acara seminar ekonomi Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Agus menjelaskan, melalui konsolidasi perbankan, bank-bank di Indonesia akan semakin kuat baik dari sisi aset maupun permodalannya. Ini bisa mendorong perbankan Indonesia masuk dalam kategori Qualified ASEAN Bank (QAB).
Agus menjelaskan, dengan masuk menjadi QAB, perbankan nasional akan diperlakukan ‘istimewa’ di pasar bebas ASEAN. Perbankan Indonesia di luar negeri bisa diperlakukan sebagai bank nasional bukan bank asing.
“Perlu dibedakan bank asing dan nasional, nanti ada QAB, nanti yang masuk kriteria bisa bank-bank dari Malaysia, Singapura, Thailand, nantinya kita memperlakukan mereka seperti nasional bank, begitu pun sebaliknya, kita di sana,” jelas dia.
Sebelumnya, Partner Transaction Support and Corporate Finance RSM AAJ Wiljadi Tan mengatakan, bank lokal harusnya lebih siap karena sudah memiliki cukup segmentasi di pasar lokal. Sedangkan bank asing masih butuh waktu untuk menggarap pasar Indonesia.
Namun, pemerintah diminta memikirkan agar bank-bank lokal tidak hanya menguasai pasar lokal, tapi juga bisa berekspansi di Asean. Wiljadi Tan menyarankan perbankan nasional dikonsolidasikan.
“Bank berkembang secara organik membutuhkan waktu dan kita tidak punya waktu banyak. Saat ini terlalu banyak bank di Indonesia,” tambahnya.
Menurut Wiljadi Tan, pemerintah sebagai pemegang saham seharusnya lebih mudah melakukan konsolidasi perbankan antara bank bumn. “Kita sudah punya API (Arsitektur Perbankan Indonesia), sudah dirumuskan bank-bank tier 1 dan 2, bank internasional dan regional. Namun implementasinya sulit,” ujarnya.
Menurutnya, dengan atau tanpa MEA, Indonesia tetap memerlukan konsolidasi perbankan. Salah satu tujuannya untuk menghindari inefisiensi.
Data Bloomberg menunjukkan, per Desember 2013 pangsa pasar asset bank BUMN menyusut tinggal 36,7 persen dari 49,4 persen pada 1999. Di sisi lain, aset bank asing joint venture maupun bank swasta nasional yang dimiliki asing naik dari 11,6 persen menjadi 36,5 persen.
Pangsa pasar kredit bank BUMN juga menyusut dari 53,2 persen menjadi 36,6 persen, sedangkan pangsa pasar bank asing, joint venture maupun bank umum swasta nasional yang dimiliki asing naik tajam dari 20,3 persen menjadi 35,1 persen.
Selain itu, penetrasi bank asing juga terlihat dari dominasi cabang bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia. Kantor cabang bank asing mencapai 43,4 persen dari total cabang bank-bank beroperasi di Indonesia. (*)