bidik.co — Nama mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution digadang-gadang jadi Menko Perekonomian. Perbincangan mengenai Darmin jadi menteri kembali jadi sorotan setelah Jokowi dan JK dilantik sebagai presiden dan wakil presiden tadi pagi.
Sepak terjang dan pengalaman Darmin yang puluhan tahun bergelut di dunia keuangan, perbankan dan moneter sudah ditebar sebagai kampanye pengangkatan Darmin bisa diterima publik. Memang, sebelum menjadi gubernur Indonesia, Darmin pernah menjabat sebagai Direktur Jendral Lembaga Keuangan, Gubernur OPEC Fund untuk Indonesia, Kepala Bapepam-LK, Direktur Jenderal Pajak, serta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Terhadap penilaian tersebut, Darmin memilih untuk tidak berkomentar karena dirinya merasa tidak pernah masuk dalam bursa kandidat pengganti Chairul Tanjung sebagai Menko Perekonomian.
“Kalau itu nggak tahu saya itu,” ujarnya usai menghadiri diskusi Bedah Tuntas Solusi Defisit Transaksi Berjalan di Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Hal senada juga dikatakan saat ditanya apakah dirinya pernah melakukan pembicaraan dengan Jokowi mengenai hal tersebut.
Selain Darmin, ada juga nama lain yang disebut-sebut menjadi kandidat kuat untuk menduduki posisi Menko Perekonomian seperti Direktur Bank Dunia Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo.
Sementara itu penilaian berbeda muncul dari Sasmito Hadinagoro ada catatan lain soal Darmin. Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) ini menyebut Darmin sebagai mafia pajak berkategori big fish. Secara terang benderang kata dia, Darmin terlibat dalam sejumlah kasus pajak.
Dalam satu kesempatan Sasmito mengungkap kasus penggelapan pajak di era Darmin jauh lebih besar dari megaskandal Centurygate yang “hanya” senilai Rp 6,7 triliun. Pajak yang digelapkan di era Darmin, menurut Sasmito, kira-kira setara dengan sepuluh kali nilai dana talangan yang dikucurkan kepada Bank Century.
Selama duduk di kursi Pajak-1 dari tahun 2006 hingga 2007 penerimaan pajak yang tidak terkumpul mencapai Rp 64 triliun. Rinciannya, menurut Sasmito, adalah pada 2006, realisasi penerimaan pajak non-migas sebesar Rp 314 triliun. Jumlah tersebut masih kurang sekitar Rp 18 triliun dari target penerimaan pajak non-migas di APBN 2006, yakni sebesar Rp 332 triliun.
Adapun untuk tahun 2007, realisasi penerimaan pajak non-migas mencapai Rp 382 triliun, atau kurang sekitar Rp 13 triliun dari target penerimaan pajak non-migas APBN-P 2007, yakni sebesar Rp 395 triliun. Nah, persoalannya, sebut Sasmito lagi, yang disebut sebagai target penerimaan pajak itu sebenanrya adalah target penerimaan pajak yang telah disesuaikan.
Sasmito juga menuding keterlibatan Darmin dalam kasus pajak Haliburton, perusahaan milik mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney, dan kasus pajak bos Ramayana, Paulus Tumewu.
Sasmito sudah menyampaikan tudingan-tudingan ini kepada DPR, di program talkshow televisi maupun pada diskusi-diskusi publik. Tak hanya itu, Sasmito bahkan sudah menyampaikan data-datanya kepada KPK, tapi hingga sekarang tak ada kejelasan.
Apakah Sasmito bercanda ketika menyampaikan tudingan-tudingan terhadap Darmin? Bola panas yang dilemparkan Sasmito sempat disambut kalangan politisi Senayan, dan gelombang ketidakpuasan terhadap Darmin bergema kemana-mana, termasuk ke relung hati kalangan Istana, saat dia menjadi calon tunggal Gubenur BI .
Sasmito menyebut Darmin adalah satu dari tiga big fish kasus pajak yang mesti diusut. Dua orang lainnya adalah mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang kini menjadi Managing Director World Bank Group di Washington DC, dan dan mantan Gubernur BI dan mantan Wakil Presiden Boediono. (ai)