bidik.co — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang perdana terkait dugaan pelanggaran kode etik komisioner KPU, Jumat (8/8/2014) esok. Sidang itu digelar atas laporan tim Prabowo-Hatta salah satunya soal cuti Joko Widodo (Jokowi).
Dalam agenda sidang DKPP yang diperoleh, Kamis (7/8/2014), sidang dugaan pelanggaran etik KPU RI akan digelar pada Jumat (8/7/2014) besok pukul 14.00 WIB di ruang sidang kantor DKPP Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam pokok perkara yang disampaikan Kuasa hukum Prabowo-Hatta, Eggi Sudjana, seluruh komisioner KPU dianggap tidak menjalankan perintah undang-undang dalam hal keterpenuhan persyaratan Jokowi yang saat itu menjadi calon presiden.
Jokowi yang masih menjabat Gubernur DKI seharusnya meminta izin kepada presiden, namun faktanya pengajuan izin dilakukan pada 13 Mei 2014 pukul 16.00 WIB dan mendaftar ke KPU 19 Mei 2014 pukul 15.00 WIB.
Hal ini dianggap pengadu bertentangan dengan UU 42 tahun 2008 pasal 7 dan pasal 10 permendagri nomor 13 tahun 2009 yang berbunyi surat permintaan izin cuti disampaikan kepada KPU oleh parpol atau gabungan parpol sebagai persyaratan capres.
Selain KPU RI, tim Prabowo-Hatta juga mengadukan Bawaslu RI karena dianggap tidak menindaklanjuti laporan mereka sebelumnya dengan alasan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.
Adapun rincian perkara yang akan dibacakan dalam forum sidang seperti dikutip dari rilis DKPP, Kamis (7/8/2014), yaitu:
Pertama, laporan yang diadukan oleh Tim Advokasi Independen untuk Informasi dan Keterbukaan Publik, Sigop M Tambunan, terkait ketidakbenaran data riwayat hidup capres nomor urut 1. Teradu dalam kasus ini adalah Ketua Bawaslu RI, Muhammad.
Kedua, laporan dari Tim Aliansi Advokat Merah Putih (A2MP) Tonin Tachta Singarimbun dan Eggo Sudjana. Mereka mengadukan Ketua dan seluruh anggota Bawaslu RI serta KPU RI. Permasalahannya Bawaslu RI dinilai tidak menindaklanjuti laporan pengadu dengan alasan tidak memenuhi pelanggaran pemilu. Pengaduan A2MP ke Bawaslu yaitu Jokowi tidak melampirkan surat permohonan izin kepada presiden ke KPU dan Bawaslu, tapi KPU RI meloloskan keterpenuhan persyaratan Jokowi. A2MP menilai Bawaslu dan KPU lalai melakukan pengawasan.
Ketiga, Tonin melaporkan seluruh anggota Bawaslu RI karena tidak melakukan klarifikasi terkait laporan yang diajukan pengadu kepada KPU dan Mendagri. Selanjutnya, Bawaslu tidak meneruskan ke kedua instansi tersebut dengan alasan tidak memenuhi unsur.
Keempat, Ahmad Sulhy mengadukan Ketua KPU Provinsi DKI Sumarno, Ketua KPU Jakarta Utara Abdul Munin, Ketua KPU Jakarta Pusat Arif Buwono dan Ketua KPU Jakarta Timur Nurdin yang dinilai tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta. Di mana, rekomendasi tersebut meminta pihak teradu melakukan pengecekan dokumen pemilih khusus tambahan (DPKTb) sebanyak 5.802 orang di Jakarta.
Kelima, pengadu yang sama juga mengadukan seluruh Ketua KPU DKI termasuk Ketua KPU Jakarta Selatan Iqbal dan Ketua KPU Jakarta Barat Sunardi Sutrisno. Kelimanya diadukan terkait pembongkaran kotak suara setelah rekapitulasi hasil suara di tingkat Provinsi DKI Jakarta karena dinilai cacat hukum.
Keenam, anggota Gerakan Rakyat Indonesia Baru Bambang mengadukan Ketua dan anggota KPU Jawa Timur karena diduga melakukan diskriminasi fasilitas penggunaan hak pilih. Selain itu, banyak pemilih yang menggunakan suaranya di TPS tidak sesuai dengan alamat KTP tanpa melampirkan formulir A5 dan jumlah pemilih di luar DPKTb, DPTb dan DPK melebihi standar yang diperbolehkan.
Ketujuh, Soeroso mengadukan Ketua dan anggota Panwaslu Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka dianggap melakukan pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Kedelapan dan yang terakhir, Wawan mengadukan Ketua Panwaslu Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Subakti karena merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) di TPS dengan dasar sebuah tayangan di YouTube. (ai)