bidik.co — Ada pasal di Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik dan Tata Beracara yang melarang anggota DPR membawa senjata api ke Gedung DPR. Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, di luar Gedung DPR pun wakil rakyat tak perlu bawa senjata api.
“Saya kira tidak perlu di luar DPR juga kecuali kalau ada ancaman. Ya kalau dia anggota Perbakin juga. Tapi kan tidak ada ancaman seperti itu,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/1/2015).
Dalam sidang paripurna, anggota F-Golkar Popong Otje Djunjunan mempertanyakan aturan tersebut. Ceu Popong bertanya apakah anggota DPR ke mal boleh membawa senjata api, yang menurutnya tidak perlu. Fadli setuju dengan Popong.
“Di luar anggota DPR juga tidak perlu. Setuju (dengan Ceu Popong),” ucap Waketum Gerindra ini.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Menurut Taufik, urusan kepemilikan senjata api sudah diatur dalam UU sehingga sah-sah saja anggota DPR membawa senpi apabila memiliki izin.
“Yang boleh tidak hanya anggota DPR, tapi semua rakyat yang memenuhi syarat ya boleh. Syaratnya kan ketat, ada tes psikologis juga,” ucap Taufik yang merupakan Sekjen PAN ini.
Larangan soal membawa senjata api ke DPR tercantum di Pasal 8 ayat 7 tata tertib tersebut. Berikut bunyi pasal tersebut:
Anggota dilarang membawa senjata api serta benda berbahaya lainnya yang dapat membahayakan keselamatan jiwa dan lingkungan di DPR
Untuk memahami hal tersebut, sebenarnya secara normatif, Indonesia termasuk negara yang cukup ketat menerapkan aturan kepemilikan senjata api. Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, mulai dari level undang-undang yakni UU Darurat No. 12 Tahun 1951,dan Perpu No. 20 Tahun 1960.
Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, Kapolri No. SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.Hukuman terhadap kepemilikan senjata ap tanpa izin juga cukup berat.
Dalam UU Darurat No12.Tahun 1951 disebutkan hukuman masksimal terhadap kepemilikan senjata api tanpa izin adalah maksimal hukuman mati,hukuman seumur hidup dan 20 tahun penjara.
Pemerintah memberikan ijin kepemilikan senjata api sejak tahun 1998 dan sejak tahun 2005 sipil dilarang memiliki senjata api. Namun kenyataannya peredaran senjata api di Indonesia pabrikan atau rakitan terus meningkat. Hal ini selain disebabkan oleh faktor ekonomi sebagai pemicunya juga disinyalir oleh kurang pahamnya masyarakat tentang prosedur kepemilikan senjata api di Indonesia.
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan mengenai senjata api, yaitu: a. Undang – Undang Darurat No.12 Tahun 1951; b. Undang – Undang No.8 Tahun 1948; c. Perpu No.20 Tahun 1960; d. SK KAPOLRI No.Skep/244/II/1999 dan; SK KAPOLRI Nomor 82 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.
Pengertian senjata api sendiri menurut Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) : “Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat (1) dari Peraturan Senjata Api (vuurwaapenregeling: in, uit, door, voer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.”
Seseorang yang diizinkan menggunakan senjata api selain harus memenuhi sejumlah persyaratan diatas juga harus memenuhi persyaratan khusus,yaitu:
Pertama, syarat medis. Yaitu calon pengguna harus sehat jasmani, tidak cacat fisik, penglihatan normal, dan syarat-syarat lain berdasarkan pemeriksaan dokter.
Kedua, syarat psikologis. Seperti tidak mudah gugup, panik, emosional, marah, tidak psikopat, dan syarat lain berdasarkan tes yang dilakukan tim psikologis POLRI.
Ketiga, memiliki kecakapan menembak. Jadi pemohon harus lulus tes menembak yang dilakukan MABES POLRI dan mendapat sertifikasi.
Keempat, berusia 24-65 tahun, memiliki surat keterangan atau keputusan dari suatu instansi, dan berkelakukan baik. (*)