bidik.co — Tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berharap elite politik menghargai seluruh proses pelaksanaan Pilpres termasuk penanganan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Masyarakat jangan dibuat bingung dengan gaya politik yang tidak demokratis.
“Para elite politik sedang diuji tentang sikap terhadap demokrasi dan kontestasi politik. Jangan sampai ada pandangan dari masyarakat bahwa yang tidak siap dan tidak mau berdemokrasi ternyata elite politik,” ujar Juru Bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK, Ferry Mursyidan Baldan, Jumat (1/8/2014) malam.
Pemilu menurutnya, merupakan ajang pembuktian atas kematangan sikap elite politik terhadap kontestasi pemilihan presiden/wakil presiden. Masyarakat juga sudah berpartisipasi menggunakan hak suaranya pada 9 Juli 2014.
Sedangkan KPU sebagai penyelenggara pemilu dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah menyelesaikan tugasnya dengan kinerja yang dinilai lebih baik dari Pileg bulan April 2014. “KPU juga sudah menetapkan hasil Pilpres dalam proses yang transparan di semua tingkatan,” sambung Ferry.
Dia menuturkan, persoalan di akhir rangkaian proses Pilpres justru berada pada peserta Pemilu yang menolak hasil penetapan KPU. Meski UU memberi ruang peserta Pilpres mengajukan sengketa hasil Pilpres, namun ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan.
“Apakah terhadap sengketa hasil yang diajukan, jika nantinya terbukti akan mempengaruhi hasil akhir Pilpres yang sudah ditetapkan? Sebab selisih perolehan suara lebih dari 8 juta suara,” sambungnya.
Ketua Bappilu Partai NasDem ini juga menyoroti penarikan diri Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dari proses rekapitulasi suara nasional di KPU pada 22 Juli 2014. KPU saat itu sudah mengesahkan rekapitulasi 29 provinsi dengan sisa provinsi yang belum disahkan yakni Jawa Timur, Maluku Utara, Papua, Sumatera Utara dan Luar Negeri.
“Pertanyaan kita soal posisi legal pasangan nomor urut 1 terhadap Pilpres yakni jika mengajukan sengketa terhadap hasil Pilpres, maka yang diajukan harus terhadap keseluruhan hasil yakni 33 provinsi dan 1 luar negeri. Sedangkan pasangan nomor urut 1 mengundurkan diri saat penetapan hasil baru berlangsung untuk 29 provinsi,” terang Ferry.
Karena itu Pilpres 2014 lanjut dia menjadi ujian bagi elite partai terhadap pembelajaran demokrasi. Semua pihak harus menghormati hasil Pilpres. “Demokrasi tidak boleh diartikan baik hanya jika membawa kemenangan bagi diri. Kalau diri tidak menang dinilai tidak demokrasi,” ujarnya.
Berlarutnya pertentangan mengenai Pilpres sebut Ferry malah membuat bingung masyarakat. Persaingan yang harusnya sudah diakhiri seolah masih berlanjut.
“Pilpres yang seharusnya mudah malah dibuat jelimet. Jika itu terjadi maka Indonesia menghadapi masa suram bagi demokrasi dan parpol,” kata Ferry. (ai)