bidik.co — Dalam “Riyadhus Sholihin” Hadist ke- 9 menjelaskan Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa apabila ada 2 (dua) muslim yang bertemu dengan membawa pedang, berusaha saling membunuh, maka keduanya akan masuk neraka.
“Nabi Muhammad SAW bersabda : Apabila 2 muslim bertemu dengan membawa pedang, berusaha saling membunuh, maka orang yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka. Ya Rasulullah kata sahabat, si pembunuh layak masuk neraka, sedang orang yang terbunuh mengapa masuk neraka juga. Jawab Nabi Muhammad SAW, karena juga ingin membunuh temannya (Muttafaq ‘alaihi),” tutur Ustadz Haji Muhammad Masnyur dalam Kajian Hadist Jum’at Shubuh, 16 Februari 2018, di Masjid Baiturrahim Perum Taman Cipayung, Kota Depok.
Selanjutnya Dosen Institut STAMI itu menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mendefinisikan pengertian dosa dengan kalimat, “al-itsmu maa haaka fi shadrika wa karihta an yaththali’a ‘alaihin naas,” yang berarti bahwa dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam hati dan enggan diketahui oleh orang lain.
“Apa sih yang disebut dosa itu. Rasulullah SAW mendefinisikan pengertian dosa dengan kalimat: al-itsmu maa haaka fi shadrika wa karihta an yaththali’a ‘alaihin naas. Dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam hati dan enggan diketahui oleh orang lain. Jelas sekali, dosa itu perbuatan yang bertentangan dengan hati nurani. Tindakan yang bertentangan dengan hati nurani itu biasa disebut maksiat,” tuturnya.
Selanjutnya, Mansyur menjelaskan bahwa dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling bertentangan satu sisi mengajak kebaikan yang bersumber dari hati nurani (malak/malaikat), sisi yang lain mendorong untuk berbuat maksiat, berasal dari hawa nafsu yang bersumber dari syaithon. Dua hal ini saling bertentangan, manakala berbuat kemaksiatan, berarti dalam diri manusia itu dikuasai oleh syaithon, sebaliknya tetap berbuat kebaikan, berarti dalam diri manusia mampu menguasai hawa nafsu/syaitan.
“Agar lebih jelas, coba kita ke persoalan maksiat dahulu, yang dilakukan manusia, dimana kalau manusia sudah bertekad melakukan tindakan maksiat dan sudah melakukan aksi atau usaha. Hal ini sudah tergolong berdosa, baik maksiat itu sudah terlaksana atau belum atau gagal. Akan berbeda kalau kemaksiatan itu hanya terlintas dalam pikiran saja, belum sampai pada tindakan, maka belum tergolong dosa,” tuturnya.
Hal ini sama juga, kalau kita kaitkan dengan pembunuhan, yang akhir-akhir ini dapat kita amati dan kita saksikan, bahwa pembunuhan dengan saling membunuh maupun melakukan pembunuhan tanpa memenuhi persyaratan syar’i tanpa hak. Allah telah peringatkan bahkan menyebabkan Allah marah. Islam sangat melarang melakukan pembunuhan sesama muslim tanpa hak.
“Dalam Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 93 ditegaskan bahwa siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya,” tutur Kepala Kerjasama dan Pengembangan Institut STAMI ini.
Kalau kita perhatikan baik-baik, tambah Mansyur, dalam ayat tersebut bukan hanya dimasukkan ke dalam neraka jahannam saja, ternyata masih ada lagi ancaman lainnya, yaitu Allah SWT marah kepada pelakunya, bahkan mengutuk atau melaknatnya.
Salah satu alasan kenapa membunuh nyawa muslim diharamkan, karena pembunuhan nyawa manusia itu akan melahirkan dendam dari pihak keluarga atau kelompoknya. Lalu dendam ini akan melahirkan pembunuhan yang kedua, ketiga, dan seterusnya.
Dalam hal ini, Mansyur memperkuat dengan dalil Alquran Surat Al Maidah ayat 32 yang menegaskan bahwa siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Maka dalam syariat Islam, kita kenal istilah qishos. Qisas dalam bahasa arab: قصاص Qishâsh, adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan atau memberi hukuman yang setimpal, mirip dengan istilah “hutang nyawa dibayar nyawa”.
“Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh,” tutur Mansyur.
Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau melakukannya, lanjut Mansyur, wajib dibalas dengan hukuman qishos mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan dilukakan tadi.
“Al Quran Surat Al-Ma’idah ayat 45 menegaskan ‘Dan Kami telah tetapkan atas mereka di dalam kitab Taurat itu, bahawasanya jiwa dibalas dengan jiwa, dan mata dibalas dengan mata, dan hidung dibalas dengan hidung, dan telinga dibalas dengan telinga, dan gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka juga hendaklah dibalas (seimbang). Tetapi sesiapa yang melepaskan hak membalasnya, maka menjadilah ia penebus dosa baginya. Dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT, maka mereka itulah orang-orang yang zalim’,” tutur Mansyur.
“Di sinilah proses pengadilan yang sah sangat diperkukan. Kalau pembunuhnya terbukti membunuh dengan sengaja, tanpa tekanan dan dengan penuh kesadaran, serta dilengkapi dengan saksi dan bukti yang diterima secara hukum, maka barulah dijalankan hukum qishos,” tandas Masyur. (is/syur)