Home / Ekobis / Hanya Serap Anggaran 40%, Mendagri Kembalikan APBD DKI

Hanya Serap Anggaran 40%, Mendagri Kembalikan APBD DKI

bidik.co — Kemendagri mengembalikan lagi RAPBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2015. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut belum ada hal yang mengarah pada potensi penyelewengan.

‎”Belum, belum mengarah kesana. Kan juga ada audit PPKP ada audit bpk juga. Walaupun daerah statusnya WTP, itu juga bisa dikoreksi, bisa dievaluasi, kalau memang realitanya tidak ada, tidak sesuai,” kata Tjahjo, Selasa (10/2/2015).

Tjahjo mengatakan, penyusunan perencanaan anggaran antara Gubernur dan DPRD harus sama. Sebab ada beberapa area yang rentan penyelewengan dan korupsi daerah.

“Saya kira antara Gubernur dengan DPRD harus sama dalam rangka menyusun perencanaan anggaran. Karena area penyelewengan, area korupsi daerah itu, 1. Menyangkut perencanaan anggaran. 2. Menyangkut retribusi dan pajak. 3. Masalah dana badan bansos,” katanya.

Menurut Tjahjo, tiga hal itu harus dicermati dalam penyusunan perencanaan anggaran, termasuk ada skala prioritas yang harus optimal. Seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, atau sarana kepentingan umum yang lebih ditekankan di perencanaan anggaran.

“Jangan menyusun anggaran yang tidak memperhatikan skala prioritas Pemda setempat. Itu saja, termasuk menyangkut belanja aparatur, belanja perjalanan dinas. Kalau bermalam di hotel dari daerah boleh, tapi kalau rapat apa harus di hotel. Kalau gedung kantornya punya ruang rapat kan bisa dimanfaatkan,” ujarnya.

“Jadi dana-dana hibah itu harus hati-hati, dana bansos harus tepat sasaran, ada evaluasi, sehingga siapa yang menerima dan siapa yang bertanggung jawab megang semua penyalurannya,” sambungnya.

Saat ditanya apa yang tidak sesuai dari APBD DKI sehingga dikembalikan, Tjahjo menyebut soal mekanismenya.

“Mekanismenya saja. DKI ini kan anggarannya besar tapi penyerapannya kan hanya 40 persen, ada apa? ‎Kan ada perencanaan yang salah. Kalau perencanaannya betul kan pas pelaksanaannya betul,” ujarnya.

Seperti diketahui, serapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun anggaran 2014 merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

“(Serapan anggaran) paling tinggi sampai akhir tahun mungkin 35-40 persen, saya optimistis bisa. Serapan anggaran ini paling rendah karena sebelumnya rata-rata serapan paling rendah itu 60 persen, pas krisis tahun 2000 juga sekitar itu serapannya,” kata Heru, di Balaikota, Senin (17/11/2014).

Hingga Senin (10/11/2014) lalu, serapan anggaran DKI 2014 baru sekitar 31 persen dari total anggaran sebesar Rp 72 triliun. Rendahnya serapan anggaran ini disebabkan adanya peralihan pengadaan barang dan jasa melalui Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) DKI serta sistem e-budgeting.

Anggaran yang terpakai itu hanya digunakan untuk belanja rutin, seperti pembayaran anggaran telepon, air, listrik, dan internet (TALI). “Tahun ini banyak transisi, jadi mohon dimaafkan,” kata mantan Wali Kota Jakarta Utara itu.

Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI yang paling rendah menyerap anggaran adalah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dalam APBD DKI 2014, Dishub hanya mampu menyerap anggaran 4,7 persen.

Anggaran yang terserap oleh Dishub DKI itu disebabkan adanya kasus penyalahgunaan anggaran pengadaan transjakarta dan bus sedang pada tahun anggaran 2013. Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama memutuskan untuk mencoret pengadaan transjakarta dan bus sedang senilai Rp 3,2 triliun pada APBD 2014.

Sedianya uang itu digunakan untuk pembelian 3.000 unit bus sedang dan 1.000 unit bus transjakarta.

Kemudian, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta baru dapat menyerap anggaran sebesar 13 persen dari total alokasi anggaran sebesar Rp 6,29 triliun. Dari total dana tersebut, Rp 6,156 triliun digunakan untuk belanja langsung.

“Dinas PU ada pembelian lahan yang terkendala. Pengerukan waduk tetap jalan terus. JEDI juga sudah dikerjakan programnya, tetapi belum dibayar. Mungkin silpa (sisa lebih penggunaan anggaran)-nya Rp 15 triliun,” kata Heru.

Sementara itu, dua SKPD tercatat berkinerja baik dengan serapan tinggi, yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Dinas Pendidikan mampu menyerap anggaran hingga 56 persen dari total anggaran Rp 13 triliun. Serapan anggaran dua SKPD itu tinggi karena programnya termasuk biaya langsung, yakni Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Nuroji: Pilkada Harus Jadi Ajang Pendidikan Politik Bagi Masyarakat

Bidik.co— Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 bakal digelar pada November 2024. Pilkada yang terdiri …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.