bidik.co — Pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto dinilai sebagai bentuk skandal politik dan hukum. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan tradisi pemerintahan sebelumnya yang kerap mengampuni terpidana-terpidana kontroversial.
“Skandal itu sudah berlangsung lama ketika kebijakan memberikan remisi begitu banyak. Kali ini diperkuat dengan rezim pemerintahan yang baru dan Menkumham yang baru,” kata Direktur Program Imparsial, Al Araf dalam jumpa pers Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) di kantornya, Jalan Tebet Utara II C, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Al Araf menambahkan, pembebasan bersyarat terpidana pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib bukan hanya dilihat dari aspek hukum. Terdapat juga aspek politik yang ikut campur tangan percepatan pembebasan Pollycarpus.
“Makanya saya anggap pembebasan bersyarat Pollycarpus adalah skandal hukum dan skandal politik,” tegas Al Araf.
Pollycarpus menghirup udara bebas sejak meninggalkan Lapas Sukamiskin Bandung pada 29 November lalu.
Mantan pilot senior Garuda Indonesia itu mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara.
Dia menjadi satu-satunya orang yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Munir karena diracun dalam perjalanan menuju Belanda pada 7 September 2004.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komite 1 DPD RI yang membidangi Politik, Hukum, dan HAM, Fachrul Razi. Fachrul menilai, pembebasan bersyarat bagi terpidana pembunuh aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib itu sebagai awal dari kegagalan berkomitmen Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus pelanggaran HAM.
“Karena itulah kami sangat kecewa kepada pemerintahan Jokowi,” ujar Fachrul Razi dalam keterangannya, Senin (1/12/2014).
Bebas bersyarat terhadap Polly, lanjut Fachrul, menjadi bukti Jokowi telah melanggar Nawacita terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM yang dijanjikan saat kampanye pilpres lalu. Bebas bersyarat tersebut telah melukai hati para pegiat HAM, merusak citra Indonesia dalam penegakan HAM di mata internasional.
“Saya mencermati, pemerintah sejak ORBA sampai sekarang tidak serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, sehingga menimbulkan pesimisme di tengah masyarakat atas kepastian hukum. Bahkan, tegaknya hukum di Indonesia menjadi sesuatu yang utopis,” papar senator muda asal Aceh ini.
“Harusnya, pemerintahan Jokowi menunjukkan penegakan HAM sebagai program prioritas,” demikian Fachrul Razi yang saat mahasiswa dulu aktif sebagai aktivis di UI. (*)