bidik.co — Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), subsidi pada, Senin (17/11/2014) malam. Harganya menjadi Rp 8.500/ liter, naik Rp 2.000 dari sebelumnya Rp 6.500/ liter.
“Harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung sejak tanggal 18 November 2014,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Dalam pengumuman ini, Jokowi didampingi oleh Wapres Jusuf Kalla, Mendikbud Anies Baswedan, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan sejumlah menteri-menteri bidang ekonomi.
Turut naik juga solar menjadi Rp 7.500 / liter. Naik Rp 2.000 dari sebelumnya Rp 5.500/ liter.
Kenaikan harga ini berlaku mulai Selasa, 18 November 2014 pukul 00.00 WIB.
Sementara itu Pemerintah Malaysia justru siap menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) RON95 jika harga minyak mentah dunia jatuh hingga 70-75 dolar AS (234-251 ringgit) per barel.
Wakil Menteri Keuangan, Datuk Ahmad Maslan, mengatakan ia akan mengemukakan rencana tersebut kepada pemerintah untuk menurunkan harga BBM RON95 jika harga minyak mentah dunia turun pada level tersebut.
Penurunan harga tersebut bisa dilakukan karena telah melewati kadar subsidi yang ditanggung pemerintah, katanya seperti dikutip berbagai media terbitan Kuala Lumpur, Senin (17/11/2014).
“Saya mendapat informasi dari mereka yang memantau subsidi BBM ini, jika harga minyak pada level 70-75 dolar AS per barel, maka ia akan melewati tahap subsidi 2,30 ringgit per liter,” katanya.
Saat ini harga minyak mentah Brent mencapai 79,41 dolar AS per barel.
Ahmad mengatakan, jika harga BBM diturunkan, para pedagang juga diharapkan bisa menurunkan harga barang karena selama ini kenaikan harga BBM selalu dijadikan alasan pedagang untuk menaikkan harga.
Pada 2 Oktober harga premium RON95 dan diesel dinaikkan 20 sen menjadi berturut-turut 2,30 ringgit (Rp8.500) dan 2,20 ringgit (Rp8.100) per liter, setelah pemerintah mengumumkan pengurangan subsidi BBM.
Sementara pada 27 Oktober, pemerintah merencanakan untuk memberikan subsidi BBM penuh kepada warga berpendapatan kurang dari 5 ribu ringgit per bulan berdasar skema rasionalisasi BBM mulai Juni 2015.
Sedangkan warga berpenghasilan sampai 10 ribu ringgit per bulan akan menikmati sebagian subsidi dan penghasilan di atas 10 ribu per bulan tidak layak menerima subsidi BBM.
Sebelumnya rencana pemerintah Indonesia menaikan harga Bahan Bakar Minyak ternyata bukan untuk kepentingan rakyat. Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng menilai rencana yang justru merugikan rakyat banyak ini merupakan kepentingan politik sesaat.
“Kita sudah tahu semua argumen dasar ini, bahwa rencana menaikkan harga BBM dasarnya adalah keinginan rezim internal untuk melakukan imbalisasi sektor migas,” kata Salamuddin Daeng, di Jakarta, Ahad (15/11/2014)
Disebut Salamuddin, Pertamina merupakan BUMN terbesar di Indonesia dengan revenue mencapai Rp 900 Triliun pertahun. Yang paling bertanggungjawab disini menurutnya adalah menteri BUMN, Rini Soemarno. Salamuddin menilai Rini adalah orang yang harus ditelusuri ada kepentingan apa dibalik menaikkan harga BBM
Dengan posisi Rini saat ini otomatis seluruh jabatan pimpinan atau dirut BUMN berada di bawah genggaman Soemarno. Ambisi Rini untuk menguasai BUMN khususnya Pertamina menurut Salamuddin terlihat ketika menyewa PT Daya Dimensi Indonesia untuk melakukan assesment terhadap calon Dirut Pertamina. (*)