bidik.co – Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menilai jabatan wakil menteri tak cukup efektif untuk menunjang kinerja pemerintahan. Bivitri menilai jabatan wakil menteri dijadikan celah bagi-bagi kekuasaan partai politik.
“Jadi, menterinya dari politikus, sedangkan wakil menteri berasal dari profesional,” kata Bivitri dalam diskusi Perspektif Indonesia di Jakarta, Sabtu, (16/8/2014). Oleh karena itu, Bivitri menilai jabatan wakil menteri sebenarnya tak terlalu dibutuhkan.
Bivitri juga menyoroti jumlah anggota kabinet. Kandidat doktor University of Washington ini membandingkan jumlah kabinet Indonesia dengan jumlah kabinet di negara lain. Di Amerika Serikat, misalnya, jumlah anggota kabinet terdiri atas 15 anggota, termasuk wakil presiden dan tujuh pejabat setingkat menteri. Di Jerman, kabinet hanya terdiri atas 15 menteri. “Tetapi keduanya merupakan negara federal,” kata Bivitri.
Bivitri membandingkan kondisi tersebut dengan jumlah kabinet di negara berkembang seperti Afrika Selatan. Di negara ini, jumlah pembantu presiden mencapai 37 orang. Menurut Bivitri, semakin maju suatu negara, maka semakin kecil beban kabinet. “Tak ada rumus baku berapa jumlah menteri,” kata dia.
Bekas Menteri Koordinator bidang Perekonomian Ginandjar Kartasasmita juga sepakat jabatan wakil menteri tak terlalu diperlukan. Namun, dia menegaskan ada kementerian yang beban kinerjanya berat sehingga menterinya butuh pembantu lagi.
Ginandjar mencontohkan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan. Menteri Luar Negeri dinilai memiliki beban berat karena kerap bepergian ke luar negeri. Sedangkan Menteri Keuangan menangani persoalan yang sangat luas. “Kecuali beberapa direktorat di Kementerian Keuangan dipecah,” kata dia.
Ginandjar berpendapat wakil menteri lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang menjadi solusi. Menurut dia, posisi wakil menteri saat ini mirip dengan menteri muda di era Orde Baru. Ketika itu, menteri muda merupakan bagian dari kaderisasi sebelum menduduki posisi menteri sesungguhnya.
Pengamat politik dari Universitas Jember Drs Joko Susilo MSi mengatakan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla sebaiknya menghapus posisi wakil menteri dalam kabinet yang akan dibentuk pada pemerintahan mendatang.
“Penambahan wakil menteri selama ini kurang efektif karena jabatan tersebut hanya merupakan kompromi politik partai koalisi pendukung pemerintahan,” tuturnya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (9/8/2014).
Menurut dia, wakil menteri tidak terlalu signifikan berperan dalam membantu tugas para menteri karena dalam kementerian sudah ada struktur birokrasi yang tersusun rapi sesuai dengan tugasnya masing-masing.
“Saya berharap kabinet pemerintahan Jokowi-JK sesuai dengan fungsi pemerintahan dan lebih ramping dibandingkan pemerintahan saat ini, sehingga tidak perlu mempertahankan posisi wakil menteri seperti pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II,” tuturnya. (if)