bidik.co – Mahkamah Konstitusi dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu telah menggelar sidang putusan terkait Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014, Kamis malam, 21 Agustus 2014.
Namun, MK dan DKPP menjatuhkan putusan berbeda yang membuat kubu pemohon yaitu pasangan capres-cawapres nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merasa keberatan.
Menanggapi keberatan itu, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa pada prinsipnya cara pandang putusan DKPP berbeda dengan MK.
“Mk itu melihat hasil pilpres. Melihat siapa yang menang dan siapa yang kalah. Lebih jauh menelusurui hitungan berapa suaranya,” kata Jimly di Gedung Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Jumat (22/8/2014).
Jimly mengemukakan, sebelum melihat hasil pilpres, MK juga terus memantau dan melihat proses penyelenggaraan pilpres, sehingga berpengaruh terhadap perhitungan suara.
Menurutnya, cara pandang MK itu merupakan suatu kewenangan yang berdasarkan undang-undang untuk memutuskan Perselihan Hasil Pemilihan Umum.
“Jadi, dia (MK) bukan sengketa proses. Sengketa hasil di MK, walau demikian MK juga menilai prosesnya. Jadi, rumusan MK itu dalam rangka menilai hasil. Kalau sengketa proses, di Bawaslu dan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).” jelasnya.
Jimly menambahkan, DKPP tidak fokus memeriksa hasil dari pilpres. DKPP, menurutnya, mempersoalkan perilaku untuk mencapai hasil itu, yaitu perilaku di dalam proses dan perilaku aparat yang bersangkutan dalam pilpres.
Jika perilaku aparatnya tidak sesuai dengan aturan dan melakukan kesalahan, menurut Jimly, akan melanggar itikad. Namun, seandainya penyelengara tidak melanggar hukum, belum tentu tidak melanggar etik.
“Jadi, cara penilaian yang diberikan, atau pusat perhatian yang dihasilkan DKPP beda, sehingga yang dikatakan DKPP bermasalah, bisa saja di MK itu tidak, karena MK itu melihat hasil,” ungkapnya.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mempunyai landasan sendiri dalam menilai perkara pemilu. Sehingga keputusan DKPP tidak bisa disamakan dengan keputusan dari Mahkamah Konstitusi karena berbeda landasan.
“Jadi ini jangan dipertentangkan (keputusan DKPP dan keputusanMK). Saya sudah mendengar dari tim pasangan calon 1 (Prabowo -Hatta) banyak yang tidak puas, tapi saya menganjurkan ya sudah kita terima ini,” kata Ketua DKPP Jimly Assidhiqie di kantor DKPP, Jl. Thamrin Jakarta, Jumat (22/8/2014).
Jimly menyatakan DKPP tidak menilai sidang perkara Pemilu dengan melihat hasilnya. Namun, DKPP melihat konteks perilaku dari penyelenggara pemilu itu sendiri.
“Kita (DKPP) tidak fokus pada hasil pemilu, kita fokus pada perilaku penyelenggara pemilu. Jadi cara penilaian DKPP beda, jika dikatakan ini bermasalah maka MK bisa tidak karena MK lihat hasil pemilu,” terang dia.
Masih menurutnya, jika seorang penyelenggara pemilu terbukti tak melanggar pidana, di DKPP bisa sebaliknya diputuskan bersalah. Dia mengibaratkan tersenyum saja bisa beperkara jika tak pada kondisi yang tepat.
“Jika penyelenggara pemilu itu tak melanggar hukum, bisa saja melanggar etik. Ibaratnya, saya berseloroh, senyum aja bisa salah jika tak tepat waktunya,” pungkas dia. (if)