bidik.co — Selama kuartal I-2015 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 4,7%. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai, perlambatan ekonomi yang tengah terjadi bukan salah perorangan. Ini karena kondisi global yang memang tidak bagus.
“Angka pertumbuhan ekonomi kita 4,7%. Ada berita baik dan buruk. Buruknya di bawah target kita. Baiknya, kita masih lebih baik dari negara lain di kawasan. Kita tentunya ingin tumbuh lebih baik. Tak ada yang harapkan pertumbuhan ekonomi rendah,” jelas JK.
“Ini kan bukannya kesalahan orang per orang. Tapi ini masalah dunia,” ungkapnya di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Kamis (7/5/2015) saat membuka seminar ekonomi oleh Institute of International Finance. Acara ini dihadiri oleh sejumlah CEO perusahaan asing, seperti dari JPMorgan, Bank Mitsubishi, DBS, dan CIMB.
JK menjelaskan, negara-negara di Eropa dan juga China menunjukkan pelemahan yang cukup signifikan. Hanya Amerika Serikat (AS) yang tumbuh cukup baik, namun tak berdampak besar terhadap Indonesia.
“Kalau misalnya Tiongkok saja 7%, itu stok-stok permintaan di Tiongkok pasti habis (berkurang), jangan lupa itu,” jelasnya.
Namun ada juga pengaruh dari belum optimalnya belanja anggaran pemerintah. Ini akibat APBN Perubahan (APBN-P) 2015 yang baru dirampungkan pada Februari 2015. Lambatnya pencairan anggaran juga disebabkan perubahan nomenklatur di sejumlah kementerian.
“Itu kan menyebabkan persiapan administrasinya (pencairan) telat,” imbuhnya.
Pada kuartal II-2015, JK mengharapkan ekonomi bisa tumbuh di atas 5%. Karena ada dorongan belanja pemrintah untuk membangun infrastruktur.
“Tentu di atas 5%. Pokoknya harus jalan semua, industri juga harus jalan, proyek. Otomatis belanja juga naik, konsumsi juga naik. Mencapai 5,7% tentu makan tempo, sekarang di atas 5% untuk target kuartal II,” tegas JK.
Dia mengakui, dalam era globalisasi saat ini tidak ada negara yang bisa berdiri sendiri dalam membangun ekonominya. Setiap negara bergantung kepada negara yang lain. JK mengakui situasi ekonomi di Eropa dan Asia pasti mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Soal lesunya ekonomi di awal tahun, JK mengatakan, anjloknya harga komoditas termasuk tambang ikut berpengaruh. Belum lagi, ekspor bahan mentah memang dilarang dengan tujuan mengembangkan industri hilir tambang dalam negeri. Ini menekan ekspor dan membuat ekonomi melambat.
Dalam acara itu, JK sempat menyinggung soal kemacetan Jakarta yang sering jadi bahan omongan.
“Bila Anda mengajak orang luar, itu mereka akan komentar lalu lintas di Jakarta, karena banyak kemacetan. Tapi itu ada berita baiknya artinya ekonomi sangat kuat dan bertumbuh pesat. Karena semua orang punya mobil di Jakarta. Kemudian kami perlu ada perbaikan infrastruktur dan pastinya membutuhkan banyak dana untuk membangunnya,” papar JK.
JK mengatakan, pemerintah punya dua dilema di sektor ekonomi, yaitu pertanian dan industri manufaktur.
“Dua dilema jika pertumbuhan ekonomi meningkat, kami butuh banyak mesin untuk mengelola hasil pertanian. Bila gunakan banyak, maka buruh yang terserap akan terganggu. Bila mengurangi tenaga kerja, maka akan berpengaruh terhadap kinerja industri. Maka harus tumbuh bersama, antar pertanian dan industri manufaktur,” kata JK.
Dia optimistis, pertumbuhan ekonomi 7% tetap bisa dicapai oleh Indonesia pada 2018 atau 2019 nanti. (*)