Home / Politik / Kantongi Alat Bukti, Polri akan Tetapkan Denny Indrayana Jadi Tersangka

Kantongi Alat Bukti, Polri akan Tetapkan Denny Indrayana Jadi Tersangka

bidik.co — Mabes Polri menyatakan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana kemungkinan besar akan ditetapkan sebagai tersangka.

Kepala Divisi Humas Brigadir Jenderal Anton Charliyan mengatakan, penyidik Bareskrim Polri masih terus menyidik kasus ini. Sejumlah alat bukti juga sudah dikantongi, termasuk memeriksa mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin sebagai saksi.

Saat ditanya mengapa belujm ada tersangka hingga saat ini, Anton menjawab, “Mudah-mudahan, lihat saja nanti apakah Pak Denny tersangka atau tidak, saya tidak mau menyimpulkan. Tapi sampai saat ini yang akan menjadi tersangka itu Pak Denny,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/3).

Anton menjelaskan, dalam kasus ini Denny berperan sebagai pimpinan proyek. Pada saat proses persiapan, Denny sudah diingatkan akan ada masalah seandainya proyek tetap dijalankan. “Stafnya sudah beberapa kali dalam rapat mengingatkan,” kata Anton.

Namun, keputusan Denny untuk tetap menjalankan proyek ini masih belum diketahui motifnya. Untuk mengetahui itu, menurut Anton, masih harus menunggu hasil pemeriksaan Denny.

Sejauh ini, informasi baru didapatkan dari belasan saksi yang sudah diperiksa. Saksi menurut Anton berasal dari Direktorat Jenderal Imigrasi, staff Kementerian Hukum dan HAM, pelaksana dan Kepala Biro Pelaksanaan Kemenkumham.

Selain itu, menurutnya, penyidik juga telah menyita tujuh alat bukti berupa dokumen-dokumen. Namun, dia enggan menjelaskan dokumen apa yang dimaksud. Namun salah satunya adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta.

Diketahui program payment gateway tidak sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan yang tidak mengizinkan pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam program yang disebut Denny sebagai “terobosan” ini, wajib bayar dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 5.000.

Karena itu, Pada 11 Juli 2014, Kementerian Keuangan mengirimkan surat ke Kemenkumham untuk menghentikannya. Atas dasar surat itu, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin saat itu menghentikan program tersebut.

Sementara itu Mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin bicara soal kasus payment gateway . Menurutnya, konsep awalnya diprakarsai oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.

Menurut Amir, sistem payment gateway ini berkaitan dengan desakan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang meminta kementerian untuk meningkatkan pelayanan publik. “Kalau kami tidak meningkatkan itu, kami nanti diberi rapor merah. Itu alasan utama adanya payment gateway,” kata Amir.

Amir mengaku tak tahu siapa yang menggagas ide awal paymey gateway, atau sejak kapan itu diberlakukan. Seingat dia, konsep payment gateway itu diberikan kepadanya oleh Wamenkumham Denny Indrayana.

Pada Juni 2014, sebut Amir, Denny menemui dirinya dengan memaparkan payment gateway beserta video pengakuan dari orang-orang dengan track record baik soal kelebihan dan kemudahan payment gateway untuk mengurus paspor.

Saat ditunjukkan konsep payment gateway, Amir mengaku memberikan beberapa catatan, antara lain tidak boleh ada monopoli di dalamnya. Ada alternatif lain dalam pengurusan paspor, termasuk masih memberikan tempat soal pengurusan secara manual. “Termasuk juga pengurusan dengan cara lainnya,” paparnya.

Amir menambahkan, meski dia tidak tahu persis kapan payment gateway itu diterapkan, dia mengaku mendengar kabar bahwa sistem itu sudah mulai diuji cobakan sejak April 2014.

Agar payment gateway itu bisa resmi digunakan, Amir menyebut diperlukan peraturan menteri (permen). Pada 7 Juli 2014, Denny menyodorkan draf Permenkumham soal payment gateway. “Denny bilang, harmonisasi dengan aturan-aturan lain sudah dilakukan,” lanjutnya. Harmonisasi itu, sebut Amir, melibatkan Ombudsman, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan.

Sayangnya, pada 11 Juli 2014, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengirimkan surat ke Kemenkumham bahwa program ini belum mendapatkan izin karena masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Atas dasar surat itu, maka Amir mengaku menghentikan program itu secara resmi pada saat menerima surat dari Kemenkeu. “Tapi secara praktik di lapangan, baru berhenti pada Oktober,” tuturnya. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.