bidik.co – Aktivis Lingkar Madani Ray Rangkuti menyayangkan sikap fraksi dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Ray menilai permintaan tersebut terlalu ceroboh dan dipaksakan.
“Permintaan itu jelas akan menyulitkan posisi Presiden. Presiden ditarik-tarik ke dalam konflik internal DPR,” kata Ray, Kamis (29/10/2014).
Ray berharap Jokowi dapat sebijak mungkin dalam mengambil keputusan. Dia meminta Presiden netral, mempertimbangkan penerbitan perppu karena ada kegentingan yang memaksa, bukan karena permintaan partai politik yang mendukungnya pada pilpres 2014 lalu dan pemerintahan saat ini.
“Jika presiden salah langkah dalam melihat konflik ini, bisa jadi ini menjadi awal yang sulit bagi pemerintahan Jokowi-JK di masa mendatang,” ucapnya.
Ray melihat sama sekali tidak ada ihwal yang genting untuk menerbitkan Perppu UU MD3. Masalah perebutan kursi yang terjadi di DPR, menurut dia, adalah kepentingan anggota DPR.
“Tak ada kepentingan langsung rakyat dalam perebutan kursi pimpinan dan alat kelengkapan di DPR,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, pimpinan DPR, Rabu (29/10), tetap melakukan pemilihan pimpinan alat kelengkapan meski hanya dihadiri lima fraksi. Sementara lima fraksi lainnya menolak dan membentuk pimpinan tandingan.
Sampai kemarin malam, pimpinan DPR telah menetapkan pimpinan di sembilan komisi, yaitu Komisi I, II, III, IV, VI, VII, VIII, IX, dan X. Pemilihan dan penetapan pimpinan Komisi V dan XI baru akan dilakukan Kamis ini.
Pemilihan pimpinan alat kelengkapan ini hanya dihadiri lima fraksi dari partai-partai bukan pendukung pemerintah, yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Sementara itu, lima fraksi dari partai pendukung pemerintah memboikot karena menolak pemilihan pimpinan dilakukan dengan sistem paket, bukan proporsional berdasarkan perolehan kursi. Mereka menolak sistem paket karena tidak akan mengakomodasi mereka di jajaran pimpinan alat kelengkapan.
Daftar nama anggota Fraksi PPP yang dijadikan dasar oleh pimpinan DPR juga dianggap bukan daftar nama yang sah. Kelima fraksi ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Nasdem, Hanura, dan PPP. Mereka pun mengajukan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR dan membuat tandingan.
Untuk mengukuhkan skenario itu, mereka meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
“Kami minta Presiden menerbitkan Perppu Undang-undang MD3, untuk pilih kembali pimpinan DPR. Dan seluruh komisi yang terbentuk tak usah diakui karena menyalahi Tatib. Pemerintah kami minta keluarkan Perppu MD3 agar DPR kembali dipimpin yang layak. Agar dewan dapat kehormatan,” kata Ketua Fraksi Nasdem, Vicktor Laiskodat dalam konferensi pers KIH di DPR RI, Jakarta, Rabu (29/10).
Soal dasar hukum penerbitan Perppu, Juru bicara KIH dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, mengatakan bahwa dalam UU MD3 saat ini banyak hal yang harus dipertanyakan. Apalagi proses yang dilakukan dalam pembahasannya bersifat otoriter.
“Jadi undang-undang (MD3) yang berlaku sekarang, undang-undang yang didesain melahirkan kediktatoran mayoritas. Kita ingin DPR jadi lembaga yang demokratis yang diperlakukan sebagai sebuah tempat bersama bagi seluruh partai yang lolos parlementary threshold dalam pemilu,” ujar Arif.
Karena itu, KIH menginginkan prinsip kepemimpinan DPR mencerminkan proprosionalitas kedilan. Sikap KIH ini, tegas Arif, bukan untuk sebuah kedudukan, tapi soal bagaimana kekuasaan di DPR digunakan.
“Kalau penggunaan palu simbol kekuasaan dipukulkan untuk jegal pemerintahan, tentu rakyatlah yang dirugikan. Jadi bukan soal kedudukan status tapi soal menjaga palu demokrasi bisa berlangsung tegak lurus sebagaimana yang sudah berlangsung terutama sejak reformasi,” tandasnya. (*)