bidik.co – Pengamat politik Idil Akbar menilai rencana anggota DPR yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk tidak mengambil gaji DPR mereka sah-sah saja.
Namun tindakan tersebut menjadi salah kaprah apabila bertujuan menarik simpatik rakyat.
Ini dikatakan Idil menanggapi anggota Fraksi PDIP Effendi Simbolon yang menyerukan 247 anggota DPR dalam fraksi KIH untuk tidak mengambil gaji sebagai bentuk melawan kekuasan Koalisi Merah Putih di DPR.
“Tapi kalau urusannya untuk menarik simpati rakyat, agar rakyat mengakui pimpinan DPR tandingan bentukan mereka, itu saya kira jelas salah kaprah,” tandas Idil, Minggu (2/11/2014).
Menurut pengamat politik dari Universitas Padjajaran itu, rakyat sudah cerdas dalam memberikan dukungannya kepada DPR. Dan dukungan yang diberikan rakyat berdasarkan konstitusional, bukan dengan pencitraan.
“Karena rakyat juga sudah tau mana (DPR) yang konstitusional dan mana yang tidak,” katanya.
Diketahui, anggota DPR yang tergabung dalam KIH yakni PDIP, PKB, NasDem, Hanura dan PPP telah membuat DPR tandingan dan melakukan rapat paripurna tandingan. Hal itu dinilai ilegal oleh KMP, karena tidak ada dasar hukum atas apa yang dilakukan KIH.
Sebelumnya anggota DPR fraksi PDI P Effendi Simbolon menyerukan kepada anggota DPR yang tergabung dalam KIH, untuk menunjukan keseriusannya melawan keberkuasaan KMP di parlemen dengan tidak menerima gaji.
“Jadi 247 (anggota legislatif dari KIH) lebih baik tidak menerima gaji, untuk menunjukkan kita ingin jalankan fungsi dan tugas DPR, bukan menarik-narik. Kami hanya mengatakan di internal DPR hanya jalankan mosi tidak percaya,” kata Effendi dalam talkshow dengan topik ‘Politik Ribut DPR’ di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Sabtu (1/11/2014).
Menurut Effendi, langkah pengambilan keputusan untuk mengeluarkan mosi tidak percaya bukan sebuah keputusan yang dapat dipandang sebelah mata. Hal itu kata dia sebagai wujud KIH untuk melawan manuver politik yang tengah melanda DPR.
“Kami sangat serius mengajukan mosi tidak percaya untuk menghadang hasrat kuat (KMP) ingin menguasai (DPR),” tegasnya. (*)