bidik.co — Ada setidaknya dua aspek yang dapat diukur dalam variabel lingkungan sosial, gaya hidup dan nilai-nilai. Yang pertama berhubungan dengan dinamika di masyarakat dan aspek yang berkaitan dengan kaum muda sendiri.
Secara umum, realitas sosiologis yang berkaitan dengan gaya hidup kaum muda Muslim di Indonesia dan Malaysia tidak berbeda dengan kaum muda di tempat lain, bahkan tidak jauh beda dengan kaum muda di negara-negara Barat. Sudah merupakan pemandangan lazim melihat kafe-kafe, kompleks perbelanjaan, salon dan butik dengan kaum muda pada akhir pekan, hari libur dan pada malam hari.
Lima kegiatan yang paling disukai kaum muda Malaysia pada waktu senggang mereka adalah menonton TV (75%), mendengarkan musik (61.7%), berselancar di internet (52.3%), membaca majalah atau koran (47%), jalan-jalan (39.9%), melakukan kegiatan dengan anggota keluarga (36.1%), dan berolahraga (32.3%).
Sedangkan kaum muda Indonesia menghabiskan waktu senggang mereka dengan cara yang sedikit berbeda. Menonton TV masih menduduki peringkat pertama (78.7%), diikuti oleh mendengarkan musik (55.8%), dan ketemu dengan orang lain (46%).
Sebaliknya, hanya 14.5% kaum muda Malaysia dan 26.2% kaum muda Indonesia pergi ke mesjid. Responden termasuk lulusan sekolah agama.
Tampaknya teknologi sangat penting bagi kawula muda Indonesia dan Malaysia dari berbagai kelompok umur dan tingkat pendidikan. Mayoritas percaya pada keunggulan teknologi. Telepon seluler, komputer dan gadget lain adalah teman setia mereka, baik saat bekerja maupun saat bersantai karena memungkinkan mereka untuk selalu dapat berhubungan dengan teman-teman dan memberi mereka hiburan melalui musik dan permainan. Karena nonton televisi, mendengarkan musik, dan berselancar di internet merupakan kegiatan santai mereka, gadget elektronik merupakan suatu kebutuhan bagi mereka.
Bagi para responden, membaca buku di waktu senggang tidak begitu populer; mereka lebih cenderung membaca majalah dan koran. Sebagian besar lulusan universitas menonton televisi, walau persentase dari mereka yang melakukan kegiatan ini lebih rendah dari kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Namun, ini menunjukkan daya tarik televisi, yang masih lebih populer dibandingkan kegiatan lain.
Teknologi memperluas pengetahuan para pemuda, dan seringkali didampingi dengan gaya dan desain yang membangkitkan keinginan kaum muda untuk memiliki benda-benda mewah. Memiliki pakaian, sepatu dan aksesori hasil rancangan para desainer terkenal merupakan status simbol. 60% dari kaum muda Malaysia berpendapat memakai pakaian bermerek adalah penting.
Mayoritas kaum muda di kedua negara menyatakan situasi keuangan mereka baik, dan mereka tidak mengalami atau tidak terlibat dalam kasus-kasus kekerasan. Akan tetapi, sama halnya dengan kaum muda di tempat lain, mereka menghadapi masalah, frustrasi dan stres. Tiga penyebab stres yang paling utama bagi kaum muda Malaysia dan Indonesia adalah tidak punya uang dan masalah di sekolah atau tempat kerja.
Mengendalikan emosi, khususnya stres, berdampak kepada kesehatan mental dan fisik mereka. Berbicara (curhat) pada teman merupakan cara yang paling disukai untuk mengurangi stres. Sebagian lagi membiarkan stres itu hilang sendiri – yang menarik, lebih banyak kaum muda Malaysia memilih cara ini untuk mengatasi masalah mereka (20.9% dibandingkan 12.7%). Hanya sebagian kecil curhat pada keluarga untuk mengatasi stres, dan dalam hal ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
Adapun terkait nilai-nilai, para responden umumnya mengakui bahwa percaya kepada Tuhan merupakan nilai yang paling penting di dalam kehidupan mereka. Responden yang lebih tua memandang keagamaan dan menjalankan kewajiban beragama sebagai nilai utama, sedangkan responden yang lebih muda memandang kerja keras, kreatifitas dan ambisi sebagai nilai-nilai yang penting.
Ketika para responden ditanyakan tentang hal-hal sensitif seperti seks pra-nikah atau homoseksualitas, sebagian besar menunjukkan pendekatan arus utama: menolak seks pra-nikah, gay dan lesbian, dan bikini serta singlet.
Demikian pula dengan nikah beda agama, hampir semua peserta menolak dan menginginkan pasangannya masuk Islam. Mereka pun tertarik pada isu global kemanusiaan seperti HIV/AIDS, hilangnya nilai-nilai dan kebudayaan tradisional, PHK, atau kehilangan pekerjaan tanpa mendapat pekerjaan baru. Tidak ada perbedaan signifikan antara responden Indonesian dan Malaysia di dalam menanggapi masalah-masalah ini.
Sebagian besar responden dari Malaysia dan Indonesia menyatakan kesediaan mereka untuk terlibat di dalam berbagai kegiatan sosial. Hampir semua peserta tertarik berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang diadakan untuk melindungi alam dan fauna, memperbaiki kehidupan para penyandang cacat, membantu para lansia yang miskin dan terabaikan, serta melestarikan kebudayaan dan tradisi.
Lalu terkait kegiatan sosial, mereka lebih menyukai aktifitas secara kelompok, baik di kantor maupun di sekolah atau universitas. (ai)