bidik.co — Tindakan Presiden Brasil Dilma Rousseff yang menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia atau credential terus menuai tanggapan dari beragam pihak di negeri ini.
Pada Jumat lalu, Toto Riyanto sudah hadir di Istana Presiden Brasil bersama-sama diplomat yang baru ditunjuk dari Venezuela, El Salvador, Panama, Senegal, dan Yunani, tetapi dia tidak ikut serta dalam upacara.
Sikap Presiden Dilma Rousseff tersebut karena penolakannya atas pelaksanaan hukuman mati kepada warganya di Indonesia terkait kasus narkoba.
Menurut mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, kita bisa balas sikap Brasil tersebut dengan membatalkan pembelian Alutsista dari negara itu.
“Tindakan Pres Brazilia batalkan penyerahan surat kepercayaan Dubes kita, bisa kita balas dng pembatalan pembelian alutsista, alihkan ke DN,” jelas Endriartono seperti dikutip dari akun Twitter-nya, Senin (23/2/2015).
Namun, dia mengingatkan, eksekusi mati para terpidana narkoba jangan sampai terkesan ada diskriminasi. “Jangan seperti penenggelaman kapal ikan ilegal,” ungkapnya.
Apalagi, saat akan mau melaksanakan eksekusi, tiba-tiba ada keputusan ditunda. “Tapi menyangkal akibat tekanan. Kalau belum siap kenapa sdh diputuskan. Membingungkan!!!” ungkapnya terkait dugaan penundaan pelaksanaan hukuman mati karena ada intervensi dari Australia.
Sementara itu anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, menilai Presiden Joko Widodo perlu mengevaluasi rencana hukuman mati tahap dua.
“Apakah dari daftar orang yang sudah diputus hukuman mati oleh Pengadilan dan segera akan dieksekusi oleh Kejaksaan, ada orang yang bukan gembong atau bandar narkoba, atau orang yang bukan tokoh penting dari sindikat narkoba?” kata Martin kepada Kantor Berita Politik RMOL, beberapa saat lalu.
Menurut Martin, jika terpidana tersebut diketahui hanya kurir narkoba atau sekadar ikut-ikutan dalam bisnis narkoba, atau baru satu-dua kali tertangkap dalam kasus narkoba, presiden perlu menunda hukuman mati kepada mereka.
“Saya kira presiden perlu menunda pelaksanaan hukuman mati terhadap mereka,” ucapnya.
Akan tetapi, kepada bandar atau gembong narkoba atau yang sudah berkali-kali dihukum karena mengedarkan narkoba, Martin tegaskan negara tidak perlu ragu melaksanakan hukuman mati.
“Kita menghukum mati seseorang bukan karena kewarganegaraannya, tapi karena perbuatannya. Kita harus menjawab dengan tegas ke negara-negara lain yang memprotes, bahwa akibat dari narkoba ini jutaan rakyat kita, khususnya generasi muda, telah menjadi korban,” tutup Martin. (*)