bidik.co – Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menilai tindakan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait dengan pengesahan Undang-undang Pilkada bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan tercela.
Menurut Margarito, sejak awal dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR hingga akhirnya produk ini di undangkan memang sepintas terlihat SBY kurang merasa lega mengingat sepuluh syarat perbaikan dalam Pilkada langsung yang diinginkannya tidak diakomodir. Terlebih, mekanisme Pilkada yang disetujui akhirnya melalui DPRD.
“Karena dia presiden dan gagasan dia tidak disetujui lalu menggunakan kewenangan dia untuk menelikung gagasan yang sudah dia setujui bersama, kan itu sesuatu yang tidak elegan. Menurut saya sekali lagi hal yang tidak sepatutnya dia keluarkan, bahkan untung saja dia ini presiden kita akan berhenti pada tanggal 20 (Oktober) kalau tidak tindakan ini dapat dikualifikasi sebagai perbuatan tercela,” katanya di Jakarta, Jumat (3/10/2014).
Margarito menambahkan, alasan ini dikualifikasikan sebagai perbuatan tercela karena sungguh mengherankan ketika dia sudah ikut merancang undang-undang, lalu mengajukan dan membahasnya serta menyetujuinya bersama DPR.
Tetapi, ketika gagasannya sebagian dan setelah disetujui bersama kemudian ke belakangnya karena ada sesuatu yang tidak diinginkan menggunakan kewenangannya untuk menghabisi undang-undang yang sebelumnya telah disetujui bersama.
“Bagi saya itu hal yang bisa dikualisifikasi sebagai perbuatan yang tercela. Sayang sekali ini kan tinggal berapa hari lagi beliau berhenti kan,” tuturnya.
Jika SBY masih memiliki waktu yang panjang menjabat, ujar Margarito, ini merupakan sesuatu yang sangat enak sekali untuk diperiksa secara konstitusional guna meluruskan mengingat undang-undang ini dirancang oleh SBY selaku pemerintah.
Kendati demikian, ia menilai penerbitan Perppu ini merupakan hak presiden tergantung dengan kualifikasi genting atau tidak gentingya terhadap suatu keadaan atas penerbitan Perppu ini. Tinggal DPR yang menguji keadaan objektif presiden yang dimaksud apakah sesuai atau tidak.(if)