bidik.co — Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) dengan Proton dinilai salah kaprah jika dilihat sebagai upaya menciptakan mobil nasional.
“Itu sudah salah kaprah, kerja sama itu bukan untuk buat mobil nasional. Itu hanya sekedar kesepakatan antara private to private (B to B) saja, jadi bukan keputusan pemerintah,” jelas Saleh, Sabtu, (7/2/2015).
Menurut Saleh, istilah Mobil Nasional sudah tidak berlaku di Indonesia setelah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melarang sejak 1998. Sedikit kilas balik, prinsipal otomotif asal Jepang didukung Uni Eropa membawa masalah mobil nasional (Timor kala itu) ke WTO.
Indonesia dituduh melanggar beberapa poin pada ketentuan General Agreements of Tariff and Trade (GATT). Cara ini bisa dilakukan sebab Indonesia terikat setelah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995.
Pada 22 April 1998, Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) WTO memutuskan program mobnas melanggar asas perdagangan bebas dunia, dampaknya harus segera ditutup. Artinya, istilah mobnas sudah tidak berlaku lagi di Indonesia.
“Lagi pula itu hanya baru studi kelayakan untuk enam bulan ke depan, jadi bukan untuk membuat mobnas. Kalau kebijakan nasional pasti ada menteri perindustriannya,” tukas Saleh lagi menyanggah soal proyek mobnas.
Saleh melanjutkan, tidak ada larangan bagi perusahaan mana saja yang mau memproduksi mobil di Indonesia, apakah itu produsen lokal atau asing. Pemerintah Indonesia juga punya program LCGC yang terbuka bagi seluruh produsen otomotif mana saja untuk jadi peserta dengan imbalan insentif keringanan pajak.
Fokus Pemerintah Indonesia saat ini adalah mendorong lokalisasi model-model mobil yang dirakit di Indonesia, sekaligus menggenjot pasar ekspor.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menggandeng Proton Malaysia sebagai mitra kerja dalam penggarapan mobil nasional. Kerja sama ini sudah tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) yang sudah ditandatangani kedua belah pihak. Rencana ini cukup mengejutkan mengingat performa Proton sendiri tidak terlalu apik di industri otomotif nasional.
Proton melalui perwakilan Proton Edar Indonesia (PEI) selaku Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) punya 10 model dan terbagi lagi menjadi 27 varian yang dijual di Indonesia. Semua model tersebut dibawa dalam bentuk impur utuh (CBU) dari Malaysia.
Deretan line-up yang dimiliki Proton terbilang lengkap. Merea punya dari model sedan, hatchback sampai mobil multiguna (MPV). Hanya saja, performa penjualan mobil asli Malaysia ini terbilang loyo. Sepanjang 2014 lalu, Proton tidak sampai menembus angka penjualan 1.000 unit, dengan rata-rata per bulan hanya puluhan unit.
Berdasarkan data Gaikindo di 2014, penjualan Proton tahun lalu hanya 523 unit. Model paling laris adalah Exora Star 1.6 transmisi manual dengan capaian 194 unit. Disusul Exora Star transmisi matik dengan angka 142 unit. Tipe ini menjadi tulang punggung penjualan PEI sepanjang tahun lalu.
Model Saga, Waja dan Gen2 Persona malah sama sekali tidak mencatat penjualan. Persona Elegance laku 13 unit, Gen2 terjual 32 unit, Neo 14 unit, Preve 9 unit, dan Suprima 11 unit. Kembali ke Exora, tipe Executive dan Supreme tidak laku terjual, sementara Bold laku 45 unit dan Prime 19 unit. (*)