Home / Politik / Nasdem: Penetapan Calon Kapolri Sebagai Tersangka, Tampar Muka Jokowi

Nasdem: Penetapan Calon Kapolri Sebagai Tersangka, Tampar Muka Jokowi

bidik.co — Peristiwa penetapan Budi Gunawan menjadi tersangka korupsi oleh KPK ditanggapi berbeda oleh banyak pihak, salah satunya Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella yang menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.

Menurut Rio, KPK telah mempermalukan Presiden Joko Widodo karena menetapkan Budi sebagai tersangka saat proses pemilihan calon kapolri mulai berjalan di DPR.

“Siapa yang menunjuk Budi Gunawan? Presiden. Itu sama saja dengan ‘menampar’ muka Presiden,” kata Rio, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/1/2015).

Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, seharusnya KPK menghargai proses politik yang mulai berjalan di parlemen. Ia menganggap status tersangka untuk Budi lebih mudah diterima dan jauh dari spekulasi jika disampaikan KPK jauh hari sebelum DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon kapolri.

“Makanya, saya tanya, kalau Budi Gunawan tidak dicalonkan sebagai kapolri apakah hari ini akan jadi tersangka? Saya rasa belum tentu,” ujarnya.

KPK menjerat Budi Gunawan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji. Kasus itu, menurut KPK, terjadi saat Budi menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes Polri periode 2004-2006.

KPK mengaku sudah melakukan penyelidikan kasus tersebut sejak Juli 2014. Awalnya, pihaknya menerima laporan masyarakat pada 2010.

Sementara itu Juru bicara PDI-P Eva Sundari menilai, alasan Budi Gunawan dicalonkan Presiden Jokowi menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman itu karena terlihat Budi Gunawan memiliki kedekatan dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarno Putri.

Ia mengakui, kalau Budi sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebab, Budi merupakan mantan ajudan Megawati saat menjadi Presiden RI.

“Yang penting nyaman bagi Pak Jokowi. Kalau kemudian pilihannya ke Budi Gunawan, masuk akal dong karena secara emosi, Pak Jokowi juga sudah kenal dan Pak Budi juga bekas ajudan Ibu (Megawati),” kata Eva di Jakarta Minggu, (11/1/2015).

Menurutnya, karena penunjukan Kapolri menjadi hak prerogatif presiden maka publik seharusnya menghormatinya. Partai, klaimnya, tidak bisa ikut campur pada pilihan presiden.

Eva mengatakan, penunjukan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden. Namuun, lanjut Eva, Jokowi memang sudah cukup lama mengenal Budi sehingga diharapkan mempermudah kerja sama.

“Itu adalah hak prerogatif presiden. Entah presiden dapat ide dari mana, tentu pertimbangannya kan tidak sekedar teknis ya, kepangkatan kek, kemudian senioritas tapi juga dipikirkan, nyambung enggak dengan Pak Jokowi, klik enggak dengan Pak Jokowi,” ujarnya.

Karenanya ia meyakini pilihan Jokowi sudah tepat karena sudah melihat banyak pertimbangan. Selain itu, kata Eva, keputusan itu juga mendapat dukungan dari partai koalisi seperti Partai Nasdem, PKB, dan Hanura. Wakil Presiden Jusuf Kalla, kata Eva, juga menyetujui pilihan Jokowi tersebut.

“Ini dia memilih pemimpin institusi yang memegang senjata lho yak, enggak sekedar, pimpinan kementerian. Dia harus hitung juga apakah nanti calon ini akan dapat dukungan dari level bawahnya. Sekarang kita tunggu aja, bolanya di DPR kan. Kita tunggu respon DPR,” tandas Eva.

Lalu pertanyaannya? Mengapa Budi Gunawan begitu kekehnya dipertahanakan?

Menjelang Pilpres, Jusuf Kalla punya banyak jurus demi kembali menjadi Wakil Presiden meski berusia 72 tahun. Incarannya kali ini mendampingi Joko Widodo yang diusung PDI Perjuangan. Ia tahu, semua keputusan PDIP itu ada di tangan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri.

Salah satu cara yang digunakan Kalla untuk mendekati Megawati yaitu lewat Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Kepala Lembaga Pendidikan Markas Besar Kepolisian itu dulu pernah menjadi ajudan Megawati ketika menjadi presiden. Taktik ini jitu. Megawati berhasil diyakinkan Budi yang hingga kini masih dipercaya itu.

Budi Gunawan sempat dipersoalkan karena kasus rekening gendut. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan jumlah uang dan transaksi yang mencurigakan di rekening Budi.

Budi rutin mengunjungi rumah Kalla untuk “berkomunikasi.” Aksa Mahmud, pengusaha yang juga famili Kalla, mengakui Kalla dan Budi sering bertemu. “Tapi bukan perantara,” kata Aksa. Kalla juga membenarkan Budi kerap bertandang ke rumahnya. “Semua mantan ajudan saya rutin bersilaturahmi ke rumah karena sudah bersama selama lima tahun,” ujar Kalla kepada Tempo melalui pesan pendek pada Sabtu pekan lalu.

Komisaris Jenderal Budi Gunawan membantah kabar yang menyebutkan dia menyorongkan nama Jusuf Kalla kepada Megawati, sebagai cawapres Joko Widodo. “Itu rumor, itu fitnah. Saya masih polisi aktif, menghindari urusan pemilu, itu melabrak aturan,” katanya saat. (*)

 

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Nilai-nilai Agama & Pancasila Harus Jadi Pemersatu Bangsa

bidik.co — Kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal penting di dalam kehidupan berbangsa yang multikultural. …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.