Bidik.co — Hari kelahiran Pancasila ditetapkan oleh Presiden Jokowi tanggal 1 Juni 2016. Penetapan tersebut merujuk pada pidato yang disampaikan presiden pertama RI, Soekarno tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Dokritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI). Pidatonya pertama kali mengutarakan perihal konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.
Kemudian pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Jakarta, merumuskan Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang disebut Piagam Jakarta.
Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi Pancasila, pada sila pertama juga tercantum frasa “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Frasa ini, yang juga dikenal dengan sebutan “tujuh kata”, pada akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yaitu badan yang ditugaskan untuk mengesahkan UUD 1945.
Tujuh kata ini dihilangkan atas prakarsa Mohammad Hatta yang pada malam sebelumnya menerima kabar dari seorang perwira angkatan laut Jepang bahwa kelompok nasionalis dari Indonesia Timur lebih memilih mendirikan negara sendiri jika tujuh kata tersebut tidak dihapus.
Menurut Anggota MPR RI dari Fraksi Partai GERINDRA, Nuroji, sikap yang ditunjukkan oleh Mohammad Hatta dan golongan nasionalis Islam merupakan sikap dasar nilai, pengorbanan, dan memberi tauladan bagi Bangsa Indonesia.
“Lahirnya Pancasila telah meletakkan dasar nilai, pengorbanan, dan memberi tauladan bagi Bangsa Indonesia bahwa persatuan menjadi hal yang utama dari kepentingan masing-masing golongan,” tutur Nuroji dalam Sosialiasasi Hasil-hasil Keputusan MPR RI, di Betawi Ngoempoel Creative Center (BNCC) Depok, Selasa 20 Juni 2023.
Dari lima sila tersebut, lanjut Nuroji, setiap sila memiliki ideologi yang perlu dijalankan. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini menjamin kebebasan beragama karena makna kemerdekaan beragama bagi bangsa Indonesia sangat besar. Sila pertama dapat diaplikasikan dengan cara, menghormati setiap agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia, menjaga toleransi, saling menghormati di antara umat beragama, dan tidak memaksakan kehendak untuk menganut satu agama tertentu.
“Kemudian, sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mewakili menjunjung tinggi kesetaraan hak dan kewajiban manusia, yang membutuhkan kepekaan terhadap situasi lingkungan sekitar dengan menerapkan sikap empati yang tinggi. Penerapan sila kedua dapat diterapkan dengan cara, menghargai perbedaan di tengah masyarakat yang terdiri dari banyak suku, agama, ras dan adat istiadat (RAS), tidak melakukan diskriminasi atau membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara sekalipun berbeda tingkat pendidikan, kondisi ekonomi dan lain sebagainya,” tutur Nuroji yang juga Anggota DPR RI Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan ini.
Pada sila ketiga, menurut Nuroji, Persatuan Indonesia. Persatuan rakyat Indonesia adalah sebuah kekuatan dasar yang dibutuhkan untuk mempertahankan keamanan dan pertahanan Indonesia dari ancaman yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Hal ini sangat penting terutama sekarang ditengah masyarakat sering kali mendapatakan berita hoax. Hal yang bisa diterapkan untuk menjaga dan mengaplikasikan sila ketiga. Mengesampingkan opini pribadi dan mengutamakan segala kepentingan negara yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Dan sebagai pelajar kita perlu berusaha untuk menghasilkan prestasi yang dapat membanggakan bangsa Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Menurut saya merupakan sila yang mampu mewakili semangat demokrasi yang menjadi bentuk pemerintahan Indonesia. Sila ini menginginkan segala kegiatan pemerintahan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Wujud pengaplikasian dari sila tersebut diantara lain, ikut dalam pemilihan umum dengan menggunakan hak pilih atau mengajak orang lain untuk menggunakan hak pilihnya, dan mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap permasalahan dalam bermasyarakat,” jelas Nuroji.
Selanjutnya, si kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengamalan sila terakhir ini diwujudkan dengan mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan serta gotong royong, karena hal ini adalah ciri khas dari warga negara Indonesia. Terbentuknya sila kelima diharapkan bisa mewujudkan kondisi yang berkeadilan, yang merupakan mimpi semua orang. Penerapan nilai dalam sila kelima dapat dilakukan dengan, meningkatkan kepekaan sosial dengan mengadakan kegiataan kerelawanan yang bisa membantu sesama seperti bakti sosial, donor darah, mengajar, konser amal, dll, serta berani memperjuangkan keadilan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dalam membantu orang lain untuk memperjuangkan keadilan.
Oleh sebab itu, Nuroji meyakini, mengamalkan Pancasila juga sangat penting sebagai dasar kita untuk bersikap dan bermasyarakat, sehingga kita bisa bersama-sama kejar mimpi menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Toleransi, persatuan dan gotong royong adalah kunci membangun bangsa yang kokoh dan menciptakan dunia yang damai dan sejahtera. Mengamalkan Pancasila juga perlu didukung dengan pemahaman terhadap sosial dan lingkup kegiatan sosial. Gerakan sosial Kejar Mimpi dengan empat pilar fokusnya (Pendidikan, Lingkungan, Filantropi, Pembangunan Ekonomi Sosial), bisa menjadi wadah untuk berkontribusi secara konkrit dalam melakukan perubahan untuk Indonesia.
“Mari kita terus memperkokoh nilai-nilai Pancasila dalam pemahaman dan tindakan nyata, sehingga dapat mengeliminir berbagai implikasi dampak pertarungan ideologi global, serta berbagai friksi dalam sistem nilai dan karakter generasi muda masa depan Bangsa Indonesia,” ujar Nuroji. Ia juga mengingatkan bahwa setiap orang harus mengamalkan nilai ideologi Pancasila, mengenang jasa pahlawan terdahulu, serta mensyukuri prestasi bangsa Indonesia berkat bimbingan Pancasila. (ga/ir)