Bidik.co — Maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, semakin memperburuk citra para pejabat di mata rakyat dan dunia. Korupsi yang secara umum dipahami sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian telah menjadi kebiasaan para pejabat di tanah air.
“Jika hal itu menjadi suatu perbuatan, akibat kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat membuat kepercayaan masyarakat terhadapnya menjadi menurun. Dengan jumlah korupsi harta yang tidak main-main nominalnya, membuat terhambatnya pembangunan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang diperlukan masyarakat,” tutur Anggota MPR RI dari Fraksi Partai GERINDRA, Nuroji, dalam Sosialisasi Hasil-hasil Keputusan MPR RI, Jumat 28 Juli 2023, di Kota Depok.
Nuroji menerangkan, dari kasus korupsi juga telah mengubah pola pikir masyarakat dalam mengemban suatu amanah. “Yang seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh malah akhirnya merugikan banyak pihak. Ini secara tidak langsung merusak moral masyarakat dalam bersosial. Penanaman nila-nilai Pancasila seketika buyar dikarenakan maraknya kasus korupsi,” tandas Nuroji.
Para pelaku korupsi atau koruptor, menurut Nuroji harus diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Tidak bisa ditoleransi dengan hukuman pada umumnya. Mereka harus diberikan treatment khusus dalam penanganannya agar mendapatkan efek jera, agar para pejabat lainnya tidak melakukan hal serupa.
“Memang ada yang berpendapat yang bertolak belakang mengenai tindak pidana pelaku korupsi. Satu sisi berpendapat bahwa untuk memberantas korupsi harus membenahi sistemnya sedemikian rupa, karena dengan sistem yang baik orang yang jahat pun tidak dapat melakukan korupsi,” urai Nuroji.
Bagi Nuroji, negara Indonesia adalah negara yang berbasis hukum. Oleh karena itu, mau pejabat ataupun rakyat biasa harus dihukum dengan adil sesuai dengan perbuatannya. “Korupsi yang terjadi di Indonesia harus diberantas hingga bersih seutuhnya, agar kehidupan masyarakat Indonesia bisa kembali bermoral dan sejahtera,” tegasnya.
Selanjutnya Anggota DPR RI Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan ini juga menyinggung marakanya politik dinasti. Ia menjelaskan bahwa dalam butiran sila ke-2 dijelaskan, kita sebagai masyarakat Indonesia harus mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
“Namun realitanya dalam dunia politik sekarang justru mengarah pada politik dinasti atau keturunan, yang akhirnya membuat sistem demokrasi di Indonesia seperti tidak berjalan. Tidak didasarkan pada merit sistem atau prestasi. Keturunan tidak masalah, yang terpenting memang layak,” jelas Nuroji.
Jika hal ini diteruskan maka butiran yang terkandung dalam sila ke-2, menurut Nuroji, secara perlahan akan terlupakan dan kemudian hilang. Dikarenakan persamaan derajat, hak, dan kedudukan sosial makin lama semakin terlupakan, para pejabatnya hanya mementingkan egonya sendiri tanpa peduli akan tanggung jawabnya sebagai pengemban kepercayaan rakyat Indonesia. Dengan begitu, dalam membela keadilan, dari awal sudah tidak mempunyai kekuatan moral.
Hal ini menurut politisi yang juga budayawan ini, tentunya sangat berdampak bagi generasi penerus bangsa ini. Anak muda yang sekarang sudah sangat lihai dalam menggunakan media digital. Sudah banyak viral kejadian yang tidak enak untuk didengar dan dilihat mengenai politik di Indonesia.
“Ini yang membuat gambaran politik Indonesia menjadi sebuah potret buruk. Jika berpatokan pada sila ke-3, di dalamnya dijelaskan bahwa setiap warga negaranya untuk bersedia dan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Tapi lagi-lagi hal itu dilanggar oleh para pejabat kita,” tandas Nuroji menyesalkan.
Nuroji juga mengingatkan bahwa Pancasila memang suatu dasar yang sangat kuat apabila direalisasikan. Namun akibat melenceng dalam pelaksanaannya membuat Pancasila seolah-olah hanya omong kosong belaka. Akhirnya anak muda zaman sekarang yang sudah sangat update terhadap medianya menjadi enggan untuk mempelajari dan mengamalkan Pancasila.
“Tercantum juga dalam sila ke-3 untuk memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Namun yang kita dapati sekarang banyak sekali anak muda terjerumus dalam pergaulan bebas yang akhirnya berujung perusakan fisik maupun mental yang memengaruhi moral mereka ke depannya,” jelas politisi dari Daerah Pemilihan Kota Depok-Bekasi ini. (gha/irm)