bidik.co – Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, mengkritik pola komunikasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengenai Revisi Undang Undang (RUU) KPK.
Komunikasi dan koordinasi antara-menteri dan Presiden dinilai tidak berjalan baik.
“Kentara sekali komunikasi dan koordinasinya kacau. Bagaimana mungkin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mendesak DPR agar RUU KPK masuk Prolegnas Prioritas 2015 sementara kini Presiden menolak RUU KPK,” ujarnya di Jakarta, Minggu (21/6/2015).
Lebih lanjut Masnur mengatakan, sebagai wakil pemerintah, para menteri di Kabinet Jokowi sebelum ke DPR seharusnya berkoordinasi dengan intens memastikan apa instruksi dan sikap politik Presiden terkait dimulai atau dihentikannya pembahasan sebuah RUU.
“Ini Presiden dan menteri sepertinya malah jalan sendiri-sendiri tanpa kejelasan siapa sesungguhnya pemegang komando dalam urusan pembahasan Prolegnas bersama DPR. Jadi, RUU KPK yang semula masuk Prolegnas Jangka Menengah 2014-2019 kini ditetapkan oleh Baleg DPR menjadi RUU Prolegnas Jangka Pendek alias Prioritas 2015 atas usulan Menteri Yasonna. Tapi Presiden malah katakan menolak, ini kan tidak lucu dalam tata kelola pemerintahan yang baik,” nilainya.
Direktur Asia Pacific Law Institute and Constitutional Reform (Aplicore) UII tersebut meminta Jokowi menegur para menterinya agar menyeragamkan sikap politik dengan Presiden, demi menghindari saling lempar isu dan tanggung jawab ketika publik mempertanyakan sikap pasti pemerintah terkait pembahasan sebuah RUU.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mendorong DPR mengebut pembahasan RUU KPK. Menurut Yasonna, Undang-undang KPK bukanlah sebuah kitab suci yang haram untuk direvisi.
“Jangan kita mengatakan seolah-olah (UU KPK) itu kitab suci,” kata Yasonna Kamis (18/6/2015).
Sementara itu Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, menyatakan tidak berencana merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Mensesneg memastikan usul revisi beleid itu berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat. “Presiden tak ada rencana untuk merevisi UU KPK,” kata Pratikno di Istana Negara, Rabu, (17/6/2015).