bidik.co – Baru tiga hari Hermawan bekerja sebagai pengemudi Gojek, tapi dia sudah merasa senang dengan hasil kerjanya. Dia mengatakan, pendapatannya sudah mencapai Rp 800 ribu. Dengan adanya pendapatan dan bonus dari perusahaan, seorang pengemudi Gojek bisa mendapat penghasilan Rp 1 juta per hari.
“Target saya seminggu bisa dapat Rp 2 juta,” kata dia di Jakarta Selatan, Jumat, (14/8/2015).
Menurut dia, dengan pembagian keuntungan 80:20 antara pengemudi Gojek dengan perusahaan membuat pengemudi Gojek bisa membawa pulang pendapatan yang lebih dari cukup. Promosi tarif datar sebesar Rp 15.000 bagi seluruh penumpang Gojek pun tak membuat pengemudi Go-Jek rugi. “Kami tetap dibayar penuh berdasarkan rupiah per kilometer,” kata dia.
Selain pendapatan tetap, pengemudi juga mendapat bonus jika mencapai target yang ditetapkan Gojek. Apabila pengemudi bisa memperoleh 10 penumpang dalam satu hari, pengemudi mendapat bonus Rp 100 ribu. Bonus ini berlaku secara kelipatan. Selain itu, jika pengemudi selalu mendapat rating bagus dari konsumen, pengemudi juga dapat bonus tambahan. Dengan adanya pendapatan dan bonus dari perusahaan, seorang pengemudi Gojek bisa mendapat penghasilan Rp 1 juta per hari. “Jadi pengemudi Go-Jek tak hanya kejar setoran pribadi, tapi juga kejar prestasi dalam pengemudi.”
Selain Hermawan, ada pula Indah (24) yang mengaku tertarik bergabung sebagai pengojek karena penghasilan yang lumayan.
Wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai SPG event itu mengaku tergiur dengan penghasilan driver Go-Jek yang pembagiannya 80:20. Ditambah, jika mencapai target dirinya bisa mendapatkan bonus yang lumayan.
“Nyari uang saat ini susah dan saya melihatnya ini fenomenal, temen pernah coba kayaknya pembagian hasilnya lumayan. Ditambah kalau capai target per hari 10 orang atau dapat orderan makanan 5 orang bisa dapat bonus,” ujar Indah di Jakarta Kamis (13/8/2015).
Sementara itu, pengamat Perkotaan Nirwono memprediksi keberadaan Go-Jek tidak akan bertahan lama. Kata dia, apabila proyek Mass Rapid Transit (MRT) rampung, Go-Jek akan ditinggal para penumpang.
Agar tetap eksis, Nirwono mengatakan Go-Jek harus menjadi moda transportasi pengumpan (feeder) bagi angkutan publik. Go-Jek hanya dapat melayani penumpang untuk jarak-jarak pendek. Selain itu, Go-jek harus mengedapankan layanan lainnya seperti pesan antar makanan dan kurir.
“Go-Jek harus terintegrasi sebagai penghubung atau feeder, hanya untuk menempuh jarak-jarak pendek, dengan catatan posisinya jelas secara UU. Misalnya saya naik TransJakarta bayar RP10 ribu, turun naik Go-Jek ke stasiun tidak bayar lagi. Jadi satu kali pembayaran,” katanya, Sabtu (15/8/2015).
Terkait rekrutmen masal yang dilakukan manajemen Go-Jek, Nurwono menilai positif karena lapangan pekerjaan menjadi terbuka lebar. “Soal rekrutmen, memang membuka lapangan kerja, memberikan kepastian pendapatan yang lebih baik dari pekerjaan lainnya, tetap saja perlu diatur,” tegas dia.
Sebelumnya, CEO PT Go-Jek Indonesia Nadiem Makarim mengaku sudah mengantisipasi jauh-jauh hari menghadapi prediksi penurunan penumpang jika proyek MRT telah dibangun.
“Kalau sudah baik MRT-nya, apa yang terjadi? Go-Jek mengantisipasinya dengan meningkatkan sumber daya manusia (driver) yang ada. Go-Jek kita jadikan feeder. Juga personal shopper atau kurir. Kita tingkatkan SDM ini sehingga, bisa menghadapi tantangan ekonomi ke depan,” kata Nadiem.*****