Home / Politik / Pilkada Tak Langsung, Konsultan dan Lembaga Survei Rugi

Pilkada Tak Langsung, Konsultan dan Lembaga Survei Rugi

bidik.co — Mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat DPRD menuai pro dan kontra. Mekanisme pilkada ini dinilai merugikan sebagian kelompok. Lalu siapa yang paling dirugikan jika mekanisme ini disetujui?

Menurut anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat, yang paling dirugikan jika pilkada lewat DPRD adalah para konsultan politik dan lembaga survei.

“Banyak yang kehilangan mata pencahariannya sebagai konsultan politik dan lembaga survei,” kata Martin, dalam Dialog Kenegaraan bertajuk “Pemilukada Langsung VS tidak langsung”, di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (10/9/2014).

Sebab, kata Martin, kandidat kepala daerah yang hendak maju melalui pilkada langsung akan mengeluarkan kocek lebih besar. Hal itu menjadi salah satu faktor meningkatnya tindak kejahatan korupsi oleh kepala daerah.

“Ketika ingin mencalonkan sebagai kepala daerah harus mengeluarkan uang yang cukup besar sekali,” tegas Martin.

Seperti diketahui, lembaga survei menjamur sejak pemilihan umum mulai digelar secara langsung, belum lagi peluang dari pemilihan kepala daerah (pilkada). Di Indonesia, setiap tahun, 100 daerah menggelar pemilihan langsung. Bisnis ini tak kenal rugi. Itu yang dialami Denny Januar Aly, pendiri Lingkaran Survei Indonesia.

Tujuh tahun setelah mendirikan Lingkaran Survei Indonesia (2012), Denny tak lagi pusing dengan urusan materi. Lingkaran kini punya lima anak perusahaan yang menangani semua hal dalam pemenangan pemilihan umum: pembuatan dan pemasangan iklan, konsultasi, riset, dan survei.

Denny menyebut Lingkaran sebagai “supermarket pemilihan umum”. Maksudnya, ia menerima dan menangani semua pesanan jasa konsultasi politik: membaca peta dukungan, pencitraan, strategi pemenangan, mobilisasi opini, hingga hitung cepat setelah pemilihan.

Denny menolak menyebutkan omzet Lingkaran. Tapi, kantornya, yang dilengkapi kafe dan meja biliar, lumayan besar di Jalan Pemuda, Jakarta Timur. Ia mengatakan setiap tahun memberangkatkan 80 karyawannya, termasuk sopir dan pesuruh, pelesir ke luar negeri. “Tahun ini, mereka ke Hong Kong,” ujarnya Selasa (24/7/2012).

Urusan operasional Lingkaran kini ditangani para direktur dan karyawan, yang menurut Denny, memiliki 30 persen saham perusahaan. “Sisanya, saya menulis puisi dan jalan-jalan,” kata laki-laki 49 tahun ini.

Lembaga survei dan konsultan politik menjadi sorotan tajam setelah hasil putaran pertama pemilihan Gubernur Jakarta berbeda dengan prediksi mereka. Semua lembaga survei memperkirakan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli bakal memperoleh suara terbanyak pada pemilihan 11 Juli 2012 lalu. Kenyataannya, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama meraup suara tertinggi.

Menurut Denny, bisnis survei dan konsultan politik tak kenal kata rugi karena biaya diberikan di awal. “Ini bisnis sangat likuid,” ujarnya. Sebagai gambaran, ia menanamkan Rp 550 juta ketika mendirikan Lingkaran Survei. Modal itu, menurut dia, kembali hanya dengan sekali survei ketika menangani Ismeth Abdullah, yang mencalonkan diri jadi Gubernur Kepulauan Riau pada 2005.

Setelah itu, Denny mengklaim, Lingkaran kebanjiran order menangani banyak calon kepala daerah. Pemilihan presiden, gubernur, wali kota, dan bupati secara langsung sejak 2004 membawa berkah bagi lembaganya. “Kini calon gubernur atau bupati mutlak memerlukan lembaga survei untuk mengetahui popularitas mereka,” katanya.

Saat ini, ada 497 kabupaten dan kota plus 33 provinsi ditambah 11 kabupaten dan 1 provinsi baru. Setiap tahun, 100 daerah menggelar pemilihan langsung. Jika setiap daerah rata-rata punya tiga calon, ada 300 klien yang membutuhkan konsultan politik. Dalam setahun, setiap calon menggelar dua-tiga kali survei. Ongkos setiap survei Rp 100-300 juta, bergantung geografinya. Makin ke pelosok atau banyak populasinya, makin mahal.

Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group Andrinof A. Chaniago, biaya operasional paling banyak tersedot untuk wawancara ke responden. Untuk 400 responden, misalnya, dibutuhkan 20 orang pewawancara yang mesti dilatih serta diberi biaya akomodasi plus honor sekitar Rp 50 ribu per kuesioner. Seluruh biaya survei umumnya masih menyisakan 20-30 persen keuntungan. (ai)

Komentar

Komentar

Check Also

Bupati Siak, Alfedri Tak Siap Temui Masyarakat

Bidik.co — Jakarta- Eks Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipemasi) Jakarta memberitahukan saat rapat kerja kordinator …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.