bidik.co — Siapa yang tidak merasa sakit dan sedih, saat ayahnya belum ditemukan berbagai pihak menyalahkannya. Tentu saja hati Angela Anggi Ranastianis (22) semakin sakit. Di tengah kegelisahan menanti nasib ayahnya, Irianto, media seolah kompak menyalahkan pilot AirAsia QZ8501 itu sebagai penyebab kecelakaan.
Sejak dua hari lalu, pemberitaan mengenai tragedi AirAsia memang mengerucut pada fakta-fakta, seperti prakiraan cuaca BMKG yang tidak diambil pilot, hingga pelanggaran izin rute yang diduga dilakukan maskapai tersebut.
Ninis, begitu remaja ini disapa, menuangkan kekecewaannya pada akun media sosial Path.
“Semakin kesini TV semakin mencari kesalahan pada pilot. Tolong, untuk saat ini fokuskan untuk mencari papa saya. Papa saya belum ketemu. Jangan ngomong ini itu tentang papa saya,” tulisnya, Sabtu (3/1/2014).
Ninis pun meminta agar semua media, terutama televisi, menghargai perasaan keluarga yang sedang berduka.
“Papa saya keadaannya masih belum tahu dimana. Please, untuk semua Stasiun TV untuk tidak membuat berita yang seolah-olah menyalahkan papa saya. Mengerti keadaan keluarga saya bagaimana kan? (emoticon menangis)”.
Sebelumnya spekulasi mengenai penyebab hilangnya pesawat AirAsia bermunculan, mulai dari cuaca buruk hingga kerusakan teknis. Pakar penerbangan internasional Geoffrey Thomas memiliki pandangan berbeda.
“Sesuai data di radar, pesawat itu terbang dengan kecepatan 353 knots, 100 knots lebih lamban dari seharusnya,” ucap Geoffrey di Canberra, Australia, dilansir BBC, Senin (29/12/2014).
Walaupun hanya spekulasi, Geoffrey menyebut mungkin pilot QZ8501 kehilangan data kecepatan karena beberapa bagian pesawat membeku terkena udara dingin di ketinggian 32 ribu hingga 38 ribu kaki.
Geoffrey menyebut kejadian semacam ini diduga kuat sebagai penyebab jatuhnya Air France Airbus A330 di Samudera Atlantik pada 2009.
Seorang mantan pilot A320 mengungkapkan hal serupa pada AirlineRatings.com, dan menduga QZ8501 mengalami stall atau terhenti di udara.
“Terbang lamban di ketinggian ekstrem sangat berbahaya,” sebutnya.
Hilangnya QZ8501 adalah tragedi besar pertama AirAsia. CEO AirAsia Tony Fernandes mengatakan QZ8501 dalam kondisi baik sebelum diperbolehkan terbang. “Ini mimpi terburuk saya,” tulis Tony dalam akun Twitter.
QZ8501 membawa 155 penumpang, yang terdiri dari 138 orang dewasa, 16 anak-anak dan seorang bayi. Sedangkan kru pesawat terdiri dari dua pilot, empat awak kabin dan satu teknisi. Tujuh warga negara asing ada dalam penerbangan itu, yakni tiga asal Korsel, satu Singapura, satu Inggris, satu Malaysia dan seorang first officer dari Perancis
Hingga saat ini, alat Emergency Locator Transmitter atau ELT dari QZ8501 belum juga memancarkan sinyal.
Perkembangan terbaru, baru ditemukan 30 jenazah korban, empat di antaranya berhasil diidentifikasi. Satu dari yang sudah diidentifikasi itu merupakan pramugari AirAsia, Khairunisa Haidar Fauzi.
Sementara, kru AirAsia lain, termasuk pilot Irianto belum ditemukan. (*)